Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Lifestyle

Amankah MPASI Fortifikasi untuk si Kecil? Ini Penjelasan Pakar Medis dan Teknologi Pangan

Merespon pertanyaan keraguan banyak ibu di Indonesia tentang Makanan Pendamping ASI Fortifikasi, Pakar Teknologi Pangan Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.AppS

Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Ndaru Wijayanto
istimewa
Penjelasan Pakar Medis dan Teknologi Pangan Bahas MPASI Fortifikasi 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Nur Ika Anisa

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Merespon pertanyaan keraguan banyak ibu di Indonesia tentang Makanan Pendamping ASI Fortifikasi untuk si bayi, Pakar Teknologi Pangan Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc. turut berpendapat tentang MPASI fortifikasi termasuk makanan pabrikan.

Prof. Dr. Ir. Sugiyono menjelaskan kekhawatiran ini muncul karena MPASI Fortifikasi termasuk dalam kategori makanan pabrikan. Yang mana ada persepsi bahwa makanan pabrikan tidak baik untuk si kecil. 

“Sebaiknya kita memahami dulu apa itu makanan pabrikan dan bagaimana pembuatannya. Makanan pabrikan itu hasil pengolahan makanan di pabrik yang mencakup pemasakan (biasanya perebusan atau pengukusan) dan pengeringan,” ungkapnya dalam release yang diterima Tribun Jatim, Rabu (27/9/2023).

Dilanjutkan, proses pemakasan yang umum dilakukan di rumah atau dalam industri dan bertujuan memastikan makanan matang, aman, dan mudah dicerna. Misalnya daging yang tidak boleh dimakan secara mentah. 

Apalagi jika makanan tersebut diperuntukkan untuk bayi yang masih rentan mengalami gangguan kesehatan. 

“Makanan untuk bayi tentu saja harus diproses atau dimasak misalnya direbus atau dikukus lalu dilunakkan agar sesuai dan aman dikonsumsi bayi dan memberikan nutrisi yang diperlukan agar bayi dapat tumbuh dan berkembang optimal,” ungkapnya.

Baca juga: Apa Itu Baby Led Weaning? Metode Pengenalan MPASI yang Diterapkan Nikita Willy, Ketahui Manfaatnya

Setelah proses pemasakan, dalam pembuatan makanan pabrikan, dilakukan proses pengeringan. 

Tujuan pengeringan adalah untuk mengeluarkan air dari makanan sehingga menjadi tahan lama atau awet disimpan tanpa mengalami kerusakan atau pembusukan dan kandungan nutrisinya dapat dipertahankan. 

Tak hanya dalam bidang industri, proses pengeringan makanan juga umum dilakukan masyarakat dalam keseharian agar makanan menjadi awet. 

Sebagai contoh, roti tawar dikeringkan menjadi roti kering, ataupun daging dikeringkan menjadi dendeng. 

Jadi, makanan pabrikan itu cepat penyajiannya karena sudah dimasak sebelumnya, dan awet karena telah dikeringkan. 

Prof. Dr. Ir. Sugiyono menegaskan makanan pabrikan tidak perlu mengandung bahan pengawet karena bentuknya sudah kering sehingga awet dengan sendirinya. 

Dengan begitu, asumsi bahwa makanan pabrikan itu pasti mengandung pengawet tambahan tidak selalu benar adanya. 

Ia juga menjabarkan, salah satu makanan yang melalui proses pengeringan agar lebih awet adalah makanan bayi yang dikeringkan menjadi MPASI fortifikasi.

Pembuatan MPASI Fortifikasi yang awet tentu memungkinkan distribusi makanan sampai ke daerah-daerah terpencil dan jauh dan kesetaraan akses terhadap gizi terutama di daerah terpencil.

Selain itu, ia menjelaskan bahwa ada kesalahpahaman yang muncul karena penggunaan sistem klasifikasi makanan NOVA, yang mengkategorikan makanan berdasarkan tingkat pengolahannya. Namun, tingkat pengolahan makanan tidak selalu menentukan kandungan nutrisi, yang lebih banyak dipengaruhi oleh komposisi bahan yang digunakan.

Selain itu, MPASI fortifikasi dikontrol sangat ketat oleh BPOM untuk memastikan keamanan makanan bayi dan nilai gizinya. 

“BPOM tidak mengizinkan MPASI fortifikasi mengandung pengawet, pewarna atau perisa serta tidak boleh memiliki kandungan gula dan garam yang tinggi,” ungkap anggota Tim Pakar Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM tersebut.

MPASI fortifikasi yang telah diizinkan beredar di Indonesia oleh BPOM berarti juga telah lolos tahap pengontrolan kualitas sesuai kriteria Codex Alimentarius, sebuah lembaga independen yang membuat standar makanan berbasis sains yang ditetapkan secara kolektif oleh berbagai negara untuk melindungi kesehatan konsumen yang dibentuk oleh FAO/WHO.

Prof. Dr. Ir. Sugiyono dapat turut berkontribusi dalam meningkatkan literasi gizi para ibu, sehingga mereka bisa memilih yang terbaik bagi bayinya tanpa rasa khawatir. 

“Saya percaya apabila ibu memiliki literasi gizi yang lebih baik, tahu bagaimana mencari kebenaran sebuah informasi, maka dengan pengetahuan tersebut ibu tidak mudah bingung dengan banyaknya informasi dari sosial media atau lingkungan sekitar yang meresahkan dan belum tentu kebenarannya,” ujarnya.

Sementara itu, Dokter spesialis anak Dr. Mas Nugroho Ardi Santoso, SpA, MKes memahami adanya berbagai pertimbangan, perbedaan pandangan dalam memilih nutrisi MPASI dan pentingnya literasi gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) anak.

Ada sebagian yang berpendapat bahwa MPASI yang baik adalah yang diolah sendiri, dan di sisi lain anti terhadap MPASI fortifikasi. 

Pada fase 1000 HPK ini penting dalam membentuk dan membangun kualitas gizi anak untuk menentukan keberlangsungan kehidupan anak. 

Perkembangan yang dimulai adalah kesehatan saluran cerna, perkembangan organ metabolik, perkembangan kognitif, pertumbuhan fisik, dan kematangan sistem imun.

“Selain memperhatikan nutrisi seimbang saat hamil, kemudian memastikan asupan gizi melalui ASI selama enam bulan, ibu juga harus memperhatikan asupan nutrisi pada fase MPASI saat usia anak di atas enam bulan,” ujarnya. 

Pada usia tersebut, Dr. Mas Nugroho Ardi Santoso anak sudah semakin membutuhkan nutrisi yang kompleks dan tidak cukup hanya diberikan melalui ASI. Anak sudah sangat perlu diberikan dukungan asupan lain melalui makanan pendamping ASI (MPASI).

“MPASI yang mendukung tumbuh kembang optimal adalah yang diberikan tepat waktu, cukup kalori, protein, lemak, vitamin, mineral, higienis dan responsif diberikan setelah bayi berusia enam bulan dan ASI dapat diteruskan sampai usia dua tahun,” paparnya.

MPASI yang kurang dalam kuantitas dan kualitas disebut dapat menyebabkan anak gagal tumbuh dan jika berlangsung dalam waktu lama akan menjadi pemicu malnutrisi dan stunting.

MPASI fortifikasi disebut dapat digunakan sebagai alternatif nutrisi pendukung tumbuh kembang oleh karena kelebihannya, yaitu sudah ditambahkan vitamin dan mineral sesuai kebutuhan harian. 

“Dalam berbagai penelitian lain juga telah dibuktikan bahwa nutrisi fortifikasi dapat mendukung pertumbuhan anak secara positif,” sebutnya.

Dr. Mas Nugroho meminta para ibu bijak dalam menyikapi nutrisi MPASI. Disamping itu juga para ibu disarankan untuk terus menambah wawasan terkait tumbuh kembang dari sumber-sumber yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga lebih bijak dalam mengambil keputusan.

“Fokus pada kebutuhan nutrisi seimbang anak, terlepas apakah berasal dari nutrisi olahan sendiri atau dibantu oleh nutrisi fortifikasi,” tutupnya.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved