Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Kisah Kurir Ian Bisa Antar 1000 Paket dalam Sehari, Lebaran Justru Landai: Orang Sekarang Pintar

Bagi Ian, setiap Ramadhan adalah ujian ketahanan, karena pekerjaannya bukan sekadar mengantarkan paket.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.com/SUCI RAHAYU
KISAH KURIR PAKET - Seorang kurir pick up barang, Ian Supriana, usai mengambil kiriman seller yang akan dikirimkan kepada pembelinya. Selama bulan Ramadhan ia mengaku sampai mengantarkan 1000 paket. 

TRIBUNJATIM.COM - Di balik toko-toko online yang berlomba mengirim pesanan yang akan digunakan pembeli untuk Lebaran, ada perjuangan kurir pick up barang.

Sosok yang seakan tak terlihat di balik kesuksesan belanja daring tersebut patut diapresiasi di tengah kesibukan jelang Lebaran.

Apalagi menjelang Lebaran, banyak pesanan yang membutuhkan jasa seorang kurir.

Baca juga: Pria Bawa Sajam Ngamuk Masuk Rumah Warga, Ngaku Anggota Karang Taruna Tak Terima Soal Penerimaan THR

Kurir tersebut salah satunya adalah Ian Supriana.

Ia sudah empat tahun bertahan dalam kerasnya dunia logistik, menjalani profesi sebagai petugas pick up barang SPX Express.

Menurutnya, hari-hari terakhir jelang Lebaran ini cenderung lebih tenang.

Ia telah melewati momen puncak pekerjaannya sejak awal Ramadhan yang membuat ritme kerjanya berubah drastis.

"Biasanya dalam sehari saya menangani 400-500 paket. Tapi tahun ini 800 sampai 1.000 paket," ungkapnya kepada Kompas.com, Jumat (28/3/2025) pagi.

"Apalagi pesanan paling banyak itu bahan kue, baju koko, dan gamis," lanjut pria yang biasa disapa Ian ini.

Ledakan pesanan ini tidak datang tiba-tiba, namun yang sesungguhnya datang saat momen promo besar.

"Orang-orang sekarang sudah lebih pintar memanajemen waktu," tutur Ian.

"Mereka enggak mau belanja di H-5 sebelum Lebaran karena tahu barangnya enggak bakal sampai tepat waktu. Jadi puncaknya itu di awal Ramadhan," kata dia.

"Tanggal kembar 3.3 yang bertepatan hari Senin dan Pay Day tanggal 25 itu parah," cerita Ian.

"Paket membeludak, pernah saya baru bisa pulang jam 12 malam karena enggak selesai-selesai," terangnya.

Ilustrasi berita wanita ngamuk maki kurir paket jasa ekspedisi. Ia menolak bayar paket COD yang sudah dibuka.
Ilustrasi kurir pick up barang (Eva.vn via Tribun Medan)

Meskipun Ramadhan tahun ini tidak seperti sebelumnya, karena daya beli masyarakat yang menurun.

"Banyak seller yang 'sambat' (mengeluh). Daya beli turun, sementara harga barang juga enggak bisa dinaikkan sembarangan. Kalau terlalu mahal, siapa yang mau beli?" jelasnya.

Menjalani profesi ini di saat berpuasa tentu bukan perkara mudah, terutama di tengah cuaca yang tak menentu.

Ia bekerja mulai siang hingga malam, dan tantangan terbesarnya bukan hanya fisik, tetapi juga waktu tunggu yang tak terduga.

"Bagian beratnya ada di sore hingga tengah malam. Begitu pulang, saya langsung istirahat total biar stamina tetap terjaga."

"Puasa saya enggak terganggu karena enggak banyak kena panas," beber Ian Supriana.

Baca juga: Kisah Alwi Mudik Modal Nebeng, Tempuh 500 Km Numpang Motor hingga Truk Orang, sempat Dibilang Gila

Biasanya, setiap seller hanya memiliki 10-50 barang, tetapi menjelang Lebaran, jumlahnya bisa melonjak hingga 200 per seller.

Hal ini membuat waktu pick up molor jauh dari biasanya.

"Biasanya selesai jam 7 malam, tapi karena packing belum selesai, bisa sampai tengah malam. Tapi ya, namanya layanan, mau enggak mau harus ditunggu," tutur dia. 

Selain kelelahan fisik, menghadapi seller yang rewel adalah tantangan tersendiri.

"Kadang mereka minta diambil malam, saya datang sesuai jadwal, tapi barangnya belum siap. Udah saya kasih waktu lebih, tetap aja harus nunggu."

"Kadang jumlahnya juga enggak sesuai, harusnya ambil tujuh paket, eh yang siap baru tiga. Alasannya macam-macam," tuturnya.

Baca juga: Desa Ini Viral Sudah Lebaran Idul Fitri sejak Kamis 27 Maret 2025, Warga Salam-salaman: Duluan Yah

Menjalani pekerjaan yang penuh tantangan ini, Ian Supriana tetap menemukan sisi positifnya.

Kebebasan mengatur waktu dan interaksi dengan banyak orang, menjadi hal yang sehari-hari dinikmatinya.

"Beda sama kerja kantoran yang harus duduk diam 8-10 jam," ujar pria yang berdomisili di Pakis, Kabupaten Malang, tersebut.

"Di jalanan saya bisa ketemu banyak orang, dengar cerita mereka, itu yang bikin kerja di jalan lebih berwarna," imbuhnya.

Namun, selama menjalani profesinya, ada satu musuh besar yang selalu mengintai, yakni cuaca, terutama saat musim hujan.

"Kalau panas, masih bisa diterjang. Tapi kalau hujan, ini yang bahaya. Paket bisa rusak."

"Makanya kalau hujan ya harus berhenti di mana saja, yang penting barang tetap aman," kata dia. 

Baginya, setiap Ramadhan adalah ujian ketahanan.

Karena pekerjaannya bukan sekadar mengantarkan paket saja, tetapi juga tanggung jawab, kesabaran, dan bagaimana tetap profesional dalam segala situasi.

"Yang penting amanah. Paket sampai tujuan dengan selamat, hati pun ikut tenang," pungkas Ian.

KURIR PAKET - Ian Supriana seorang pick up barang usai mengambil kiriman seller yang akan dikirimkan kepada pembelinya. Ia mengaku menangani 1000 paket sehari saat Ramadan, Jumat (28/3/2025).
Ian Supriana seorang pick up barang usai mengambil kiriman seller yang akan dikirimkan kepada pembelinya. Ia mengaku menangani 1000 paket sehari saat Ramadhan, Jumat (28/3/2025). (KOMPAS.com/SUCI RAHAYU)

Kisah lainnya datang dari Siti Maimunah yang menjadikan rumahnya sebagai tempat persinggahan bagi para pemudik yang terjebak antrean panjang menuju Pelabuhan Gilimanuk.

Rumah tersebut beralamat di Jalan Sadar Gang 2, Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Jembrana, Bali.

Wanita berusia 60 tahun tersebut menjadi pedagang makanan dadakan saat arus mudik.

Diketahui, Maimunah sehari-harinya bekerja sebagai pedagang sayur keliling.

Hanya saat musim mudik Lebaran saja ia berjualan kecil-kecilan di pinggir jalan.

"Saya jualan makanan ringan, minuman dingin, kopi, dan nasi," ujar Maimunah yang dikenal akrab sebagai Hj Mai.

Sejak Sabtu (22/3/2025) malam, Hj Mai mulai membuka usaha dadakan ini.

Tepatnya saat kendaraan pemudik mulai memenuhi jalan perkampungan yang menjadi jalur alternatif untuk mengurai kemacetan menuju pelabuhan.

Dari usaha musiman ini, Maimunah mengaku mampu meraih hingga Rp1 juta setiap harinya.

"Dalam sehari bisa sampai satu juta, untuk tabungan bekal hari tua," ujarnya.

Menurut Maimunah, produk yang paling diminati pemudik adalah nasi, minuman dingin, dan cemilan seperti tahu walik, tahu berontak, serta jajanan pasar seperti kue lanun.

Menariknya, produk-produk yang dijualnya tidak diproduksi sendiri, melainkan titipan dari tetangga yang ia jual kembali.

"Tidak masak sendiri, bagi-bagi rezeki dengan tetangga yang tidak kerja," tuturnya.

"Semua saya ngambil (dari tetangga) untuk bagi-bagi rezeki biar sama-sama makan," tambah Hj Mai dengan rendah hati.

Maimunah, pedagang dadakan di Gilimanuk, Bali, Kamis (27/3/2025).
Maimunah, pedagang dadakan di Gilimanuk, Bali, Kamis (27/3/2025). (KOMPAS.COM/FITRI ANGGIAWATI)

Meski sedang panen cuan, Hj Mai mengaku tidak mematok harga tinggi (getok harga) untuk pemudik dan justru menyediakan berbagai fasilitas gratis.

Ia menggratiskan air minum galon, toilet, hingga air untuk mandi bagi para pemudik yang kelelahan di tengah cuaca panas.

"Kita cari uang, tapi jangan keterlaluan, jangan menindas pemudik. Kasihan, orang kerja kok terlalu diperas."

"Saya tidak mau, mati tidak bawa harta, tapi bawa amal," kata Hj Mai dengan penuh empati.

Usaha dadakan yang dilakoninya ini diperkirakan akan berakhir pada Jumat (28/3/2025).

Sekaligus sebagai persiapan untuk menghormati umat Hindu yang akan merayakan Nyepi.

Maimunah pun selalu memberikan pesan kepada para pemudik untuk bersabar dan beristirahat saat lelah dalam perjalanan.

"Mudah-mudahan selamat sampai tujuan. Mudah-mudahan tahun depan kita ketemu lagi," doanya dengan senyum mengembang, melansir Kompas.com.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved