Lokalisasi Dolly di Surabaya Sudah Ditutup Sejak 2014, Inilah 4 Fakta yang Perlu Diketahui

Editor: Yudie Thirzano
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

(Foto Dokumentasi) Para pekerja seks kembali di Gang Dolly, Surabaya, Kamis (19/6/2014) malam, sehari setelah deklarasi penutupan lokalisasi tersebut, Rabu 18 Juni 2014.

SURABAYA, TRIBUNJATIM.COM - Bagi kamu yang tinggal Surabaya, pasti pernah mendengar nama lokalisasi Gang Dolly.

Sejak pertengahan tahun 2014 lokalisasi terbesar di Kota Surabaya, Gang Dolly resmi ditutup.

Berikut ini 4 fakta menarik yang dicatat TribunJatim.com setelah penutupan Lokalisasi Gang Dolly

1. Risma Gunakan Sepatu Buatan Dolly

Meskipun selalu identik dengan lokalisasi, namun penghuni eks Lokalisasi Dolly memiliki kreativitas tinggi.

Bahkan, barang-barang produksi warga Dolly, juga dikenakan oleh orang penting, seperti Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini atau Risma.

Sebab, Risma rupanya juga membeli, dan mengenakan sepatu buatan warga Dolly.

Sepatu itu digunakan oleh Risma saat dirinya dilantik kembali sebagai Wali Kota Surabaya untuk yang kedua kalinya.

Risma mengungkapkan, dia memilih sepatu itu karena harganya murah.

Harga sepatu yang dipakai Risma untuk pelantikan itu kurang dari Rp 200 ribu.

Proses pembuatan sepatu itu baru diselesaikan dan diserahkan ke Risma pada hari pelantikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Senin 15 Februari 2016.

"Harganya Rp 150 ribu, ukuran 37, warna putih," kata Risma di hari pelantikannya.

Demikian pula Wakil Wali Kota Whisnu Sakti Buana.

“Kalau Pak Whisnu pesan nomor 45, juga warna putih," kata Risma dikutip Tribunnews.

2. Dolly Pernah Jadi Alasan Teror Rumah Dinas Risma

Keputusan Penutupan Lokalisasi Dolly sempat digunakan sebagai alasan pelaku teror.

Bahkan, hal itu dijadikan oleh orang tak dikenal untuk melakukan teror di Rumah Dinas Tri Rismaharini yang terletak di Jalan Sedap Malam, pada 19 Oktober 2016.

Ancaman itu disampaikan seseorang melalui telepon.

Berdasarkan informasi yang dikutip dari Tribunnews, penelpon gelap itu meminta agar Risma membuka kembali lokalisasi Dolly yang telah tutup sejak tahun 2014.

3. PSK Dolly Pindah Operasi ke Lokasi Lainnya

Penutupan lokalisasi Dolly, rupanya tidak membuat praktik prostitusi hilang begitu saja.

Sebab, para pekerja seks yang biasa beroperasi di Gang Dolly, justru berpindah ke kawasan lainnya.

Hal itu disampaikan oleh Marsikan, fasilitator advokasi Yayasan Paramitra Malang, sebuah LSM yang bergerak bidang advokasi penyebaran HIV/AIDS di kalangan PSK di Malang.

"Ada puluhan PSK yang ditolak di Dolly dan memutuskan meninggalkan lokalisasi Dolly, yang kini pindah ke Malang," kata Marsikan, Rabu 15 Januari 2014.

4. Praktik Prostitusi e-Dolly

Praktik prostitusi berkembang dengan menggunakan tekonologi.

Bahkan, Tribunnews.com memberitakan praktik prostitusi berbasis teknologi itu dengan sebutan e-Dolly.

Mereka menggunakan perangkat elektronik dan teknologi informasi menawarkan jasa prostitusi.

“Dagangan (perempuan) mereka masih banyak."

"Cuma sekarang mereka tidak berani ke Dolly," tutur pelanggan Dolly yang tidak mau disebut namanya itu, beberapa waktu lalu.

Menurut pelanggan itu, biasanya para pekerja seks menawarkan diri melalui jejaring internet dengan menunjukkan foto-foto mereka. (TribunJatim.com)

Berita Terkini