Aura Mistis Telaga Buret di Tulungagung Sangat Terjaga, Sawah Empat Desa Tidak Kekurangan Air

Penulis: David Yohanes
Editor: Yoni Iskandar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dukun memandikan dan mendadani patung Joko Sedono dan Dewi Sri, lambang kemakmuran para petani.

 TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Iring-iringan warga empat desa, Sawo, Ngentrong, Gamping dan Gedangan Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung memasuki area Telaga Buret, yang berada di Desa Sawo.

Mereka membawa dua patung simbol Dewi Sri dan Joko Sedono. Dua patung batu tersebut kemudian ditaruh di atas altar, tepat menghadap Telaga Buret.

Ratusan warga empat desa tengah melakukan tradisi ulur-ulur. Tradisi ini diawali dengan ziarah ke makam Mbah Jigang Joyo, di sisi barat telaga. Mbah Jigang Joyo inilah yang disebut sebagai cikal bakal munculnya Telaga Buret.

Bermula dari kisah perjalanan serombongan orang berkuda dipimpin Jigang Joyo yang membawa seorang bayi. Mereka kelelahan, dan nyaris tidak kuat lagi meneruskan perjalanan. Sayangnya saat mereka beristirahat, tidak ada sumber air yang bisa diminum.

“Mbah Jigang Joyo kemudian terus menggali tanah, hingga mengeluarkan air. Sumber air itu yang kemudian menjadi Telaga Buret ini,” terang Ketua Paguyuban Sendang Tirtomulyo, Suparman.

Puncak tradisi ini adalah memandikan dua patung Dewi Sri dan Joko Sedono. Keduanya merupakan simbol kesejahteraan petani di empat desa. Berkat keberadan Telaga Buret, sawah di empat desa tersebut tidak pernah kekurangan air.

Ketua Kelopok Sadar Wisata (Pokdarwis) Telaga Buret, Karsi Nerro mengatakan, upacara ulur-ulur sengaja dilestarikan. Sekilas memang ada kesan mistis dalam upacara ini. Namun menurutnya, aura mistis tersebut sengaja diciptakan lelulur untuk memelihara alam.

“Kalau dulu memang tidak ada hukum tertulis, maka nenek moyang kita membuat cerita mistis. Misalnya siapa saja yang menebang pohon akan mengalami celaka,” terang Karsi.

Lanjutnya, aura mistis tersebut ternyata efektif untuk menjaga kelestarian Telaga Buret. Karena itu tradisi tersebut wajib dijaga, agar telaga “penghidupan” empat desa ini tidak mati. Sebab jika Telaga Buret rusak, maka tidak ada lagi air untuk mengaliri sawah.

Kini Karsi dan kawan-kawan berupaya memperluas area hutan lindung di sekitar Telaga Buret. Sebelumnya area telaga ini hanya sekitar satu hektar saja. Berkat lobi Pemkab Tulungagung ke Perhutani, kini luas totalnya mencapai 22 hektar.

“Kami akan berupaya meluaskan area hutan lindung ke arah timur dan ke selatan. Total wilayahnya mencapai 60 hektar. Semoga pihak terkait menyetujui rencana ini,” pungkas Karsi. (David Yohanes/Surya)

Berita Terkini