TRIBUNJATIM.COM, TUBAN - Petugas kepolisian membekuk pelaku pemalsuan dokumen otentik berupa sertifikat tanah, yang beroperasi di wilayah hukum Polres Tuban.
Dalam menjalankan modusnya, pelaku bekerja sama dengan seorang perempuan.
Kapolres Tuban, AKBP Sutrisno mengatakan, penangkapan pelaku ini atas adanya laporan dari para korban yang mulai curiga atas sertifikat yang digadainya.
Pelaku yang mencetak sertifikat bodong adalah Hengky Suyatmoko (50), warga kelurahan Doromukti, Kecamatan Tuban dan bekerja sama dengan Nani (45) kelurahan Gedungombo, Kecamatan Semanding, sebagai pemesan.
Baca: SBY Bersama Istri dan Anaknya Kunjungi Museum Majapahit di Kabupaten Mojokerto
Kepada Neni, Hengki menjual satu sertifikat tanah seharga Rp 300 ribu, kemudian disalahgunakan Neni untuk menipu sejumlah korban.
"Hengki ini residivis, sudah pernah ditahan dan kini ditangkap lagi bersama seorang perempuan," ujar Sutrisno di Mapolres, Senin (2/4/2018).
Mantan Kasat Intelkam Polrestabes Surabaya itu menjelaskan, kepada para korban Neni menggadaikan sertifikat bodong tersebut dengan nominal mencapai puluhan juta rupiah.
Korban yang rata-rata adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) hanya ditunjukkan sertifikat dan luasan tanah fiktif.
"Ya hanya bermodal sertifikat palsu dan luas lahan yang bukan sebenarnya, korban percaya begitu saja, digadai hingga Rp 35 juta per sertifikat," bebernya.
Setelah melapor ke polisi, petugas lalu berkordinasi dengan pihak badan pertanahan negara (BPN), untuk memastikan keaslian dokumen tersebut.
Baca: Inilah Tuntutan Driver Taksi dan Ojek Online di Surabaya
BPN menegaskan jika sertifikat yang digadai ke sejumlah BPR itu palsu, dan bukan produk keluaran pertanahan.
"BPR kita mintai sebagai ahli, karena kewenangannya adalah mengeluarkan sertifikat tanah. Dipastikan sertifikat itu palsu," tutup perwira berpangkat dua melati di pundak itu.
Sejumlah barang bukti telah diamankan di Mapolres, di antaranya dokumen sertifikat tanah palsu, stempel, print scan, dan laptop.
Akibat perbuatannya, kedua pelaku dijerat dengan pasal 378 atau 372 KUHP, ancaman hukuman 6-8 penjara.(nok)