TRIBUNJATIM.COM, PASURUAN - Antangin Bromo KOM Challenge 2018 yang diselenggarakan Azrul Ananda School of Suffering (AA SoS) dan didukung Mie Bola Mas, dan OtakOtak Event Organizer, Sabtu (21/4/2018) pagi di GOR Untung Suropati Kota Pasuruan mampu menarik perhatian dari cyclist profesional atau papan atas.
Cyclist itu sudah berpengalaman dan sudah banyak yang mencatatkan sejarah untuk Indonesia di dunia sepeda dunia. Dari catatan Surya, ada beberapa cyclist berpengalaman yang ambil bagian dalam even sepeda menanjak pertama kalinya ini.
Beberapa diantaranya adalah Robin Manullang dari MULA Cycling Team. Robin ini merupakan pembalap yang sudah berpengalaman di bidangnya.
Sederet prestasi sudah berhasil ia torehkan, diantaranya Juara 1 General Individu Asia Tour de Flores 2016, Juara 3 Men’s Team Pursuit 29th SEA Games Malaysia 2017, dan masih banyak lagi.
Baca: Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Arif Rahman Dinobatkan Sebagai Bapak Sepeda Jawa Timur
“Saya dan tim melihat bahwa ini adalah kompetisi yang bagus. Tujuannya hanya satu: Nanjak! Tidak perlu repot memikirkan strategi. Saya sudah punya gambaran akan melakukan ‘attack’ di kilometer berapa. Eksekusinya nanti tergantung situasi,” tutur pemegang medali emas time trial di SEA Games Singapura 2015 tersebut.
Selain Robin, ada nama Dadi Suryadi, rekan satu tim Robin. Dadi sempat menjadi Juara 1 Tour de Lombok 2017 Best Indonesian Rider.
Terbaru, pria ini sukses keluar sebagai juara 3 Tour de Indonesia 2018 Best Indonesian Rider. Prestasinya, masih ada banyak lagi.
Bagi Dadi, tanjakan Bromo itu berat untuk siapa pun, termasuk atlet elite. Walau jarak resmi lomba hanya 25 km (dari titik KOM Start ke Finish), semua tidak boleh meremehkan.
“Bromo ini yang pasti tidak boleh attack di awal. Harus hemat tenaga. Apalagi tanjakan terakhir ke finish-nya serem,” tandasnya.
Dari Jawa Timur lagi, tim BRCC (Banyuwangi Road Cycling Community) binaan Guntur Priambodo akan mengejar juara di berbagai kelas.
Baca: Azrul Ananda : Tanjakan Wonokitri Pasuran Seperti Naik Haji
“Sebagai tim balap, kami wajib mengikuti even keren ini. Apalagi beberapa tim balap hadir, sehingga kami juga bisa mengukur kemampuan,” ujarnya.
Warseno, salah satu andalan BRCC, siap mengharumkan nama klub.
“Baru kali ini even climbing serius dibagi kelas sehingga atlet juga bisa seimbang lawan tandingnya,” tutur climber yang akan turun di kelas Men Elite.
Menurut juara tiga Kejurnas ICF seri 2017 di Bandung ini, tanjakan Bromo termasuk paling ditakuti oleh goweser se-Indonesia. Termasuk atlet.
“Nggak curam tapi panjangnya itu yang membuat kita harus menata manajemen diri,” tukasnya.
Warseno sangat tertantang dengan lawan-lawan yang merupakan atlet beken Indonesia. “Lawannya berat, tapi sepadan dengan hadiahnya yang cash langsung,” pungkas Warseno, yang berharap Bromo KOM Challenge bisa diadakan tiap tahun.
Baca: Gara-Gara Dandan Seperti Ini, Mama Amy Malah Dikira Pengantinnya di Pernikahan Syahnaz-Jeje Govinda
Di kelas Men Elite sendiri, hadiah juara pertama adalah Rp 10 juta tunai. Ini merupakan hadiah tertinggi untuk even serupa di Indonesia.
Sementara itu, bagi ratusan peserta yang ikut peloton non-kompetitif, bukan berarti mereka bisa santai. Panitia menetapkan time limit empat jam (plus toleransi 15 menit untuk peserta perempuan), untuk mencapai Wonokitri. Mereka yang bisa menuntaskan rute sesuai batasan waktu akan mendapatkan medali finisher.
“Peserta non-kompetitif akan mendapatkan pengawalan dari road captain dan marshal. Serta disediakan dua area feed zone untuk mengisi botol minum dan menikmati snack,” kata Azrul Ananda, penggagas even climbing ke Bromo.
“Selama ini, even menanjak ke Bromo adalah acuan even-even serupa lain di Indonesia. Semoga format baru 2018 yang memasukkan elemen kompetisi akan membuat even ini lebih bergengsi lagi,” tambahnya. (lih)