Awalnya Dikira Kelelahan Biasa Usai Main, Arya Koma 14 Hari, Fakta Penyakitnya Diungkap Sang Ayah

Penulis: Januar
Editor: Januar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Arya, bocah yang koma selama 14 hari

TRIBUNJATIM.COM - Seorang bocah baru-baru ini harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.

Sudah empat belas hari Arjuna Arya Atarahman (Arya) terbaring koma di ruangan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Alat bantu pernapasan dan alat medis lainnya pun terpaksa harus menempel di tubuh mungil bocah berusia enam tahun itu.

Apit Sopian (34), ayah Arya, mengatakan, anak semata wayangnya menderita penyakit langka, yaitu Guillain Barre Syndrome atau penyakit GBS.

Baca: 7 Fakta Nining Sunarsih Ditemukan Hidup, Terungkap Hasill Pemeriksaan Dokter dan Pengakuan Keluarga

GBS adalah gangguan di mana sistem kekebalan tubuh menyerang saraf.

Kondisi ini dapat membuat saraf meradang yang mengakibatkan kelumpuhan atau kelemahan otot.

"Saya baru dengar nama penyakitnya. Yaitu GBS. Katanya penyakit langka," ujarnya saat ditemui Tribun Jabar di RSHS, Jalan Pasteur, Kota Bandung, Selasa (3/7/2018).

Apit tampak duduk setia menunggu bersama istrinya atau ibu Arya, Yani Suryani (30), di kursi tunggu yang tak jauh dari ruang PICU.

Baca: Lagi Viral Video Raja Sengon Ngaku Uangnya Tiap Hari Datang 16 Kontainer, Fakta Sebenarnya Terungkap

Dilansir dari TribunJabar, saat berbincang, sesekali dia mencoba melempar senyum seolah sedang menyembunyikan kesedihan yang begitu mendalam.

Ketika bercerita, tak jarang Apit dan Yani saling bertatapan.

"Jadi Arya itu sudah dari 8 Juni 2018 masuk RSHS. Saat itu, kondisinya memang sudah mengalami kelumpuhan. Hanya mata dan gerakan anggukan saja yang ada. Saat masuk, bahkan sudah memakai alat bantu pernapasan," kata Yani.

Setelah masuk instalasi gawat darurat, Arya langsung masuk ke PICU.

Baca: 3 Kejanggalan yang Dirasakan Sang Adik Saat Temukan Nining Sunarsih Usai Setahun Lalu Hilang

Kondisinya pun makin hari makin memburuk.

"Pada 20 Juni akhirnya Arya koma. Hingga hari ini sekarang masih koma," kata Apit dengan nada suara pelan.

Berbagai upaya sudah dilakukan pihak RSHS.

Bahkan, Yani mengatakan, anaknya sudah lima kali menjalani pengobatan plasmapheresis.

Baca: Ikan Arapaima Kembali Muncul di Mojokerto, Begini Cara Warga Menangkapnya, Sampai Gunakan Laser

"Biasanya setelah dua kali pengobatan plasmapheresis ada perkembangan ke arah yang lebih baik. Tapi ini masih koma," ujarnya.

Yani pun mengatakan, anaknya menderita GBS yang digolongkan berat.

Informasi mengenai penyakit itu dia dapatkan dari dokter yang menangani Arya.

"Setelah dua kali cek cairan tulang belakang, anak saya positif GBS. Katanya GBS-nya berat. Anak saya harusnya juga sudah CT-scan, tapi ditunda karena kondisinya belum memungkinkan," kata Apit.

Baca: Ditanya Soal Kabar Setya Novanto Saat Ini, Fahri Hamzah Berikan Malah Gambar Pasang Emoji Menangis

Saat ini, Yani dan Apit yang tinggal di Kampung Campaka, Desa Pangguh, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, sedang mengalami kendala biaya selama di rumah sakit.

Apit mengatakan, jika ditotalkan dari hari pertama masuk hingga saat ini, dia harus membayar lebih dari Rp 100 juta untuk pengobatan anaknya, di mana biaya Plasmapheresis sebesar Rp 50 juta, biaya obat-obatan dari depo sebesar Rp 50 juta, dan biaya ruang PICU selama 25 hari kurang lebih sebesar Rp 62 juta.

Padahal, Apit sehari-hari hanya bekerja sebagai guru honorer di satu SMP di Bandung dan Yani adalah seorang ibu rumah tangga.

Karena tak memiliki uang untuk membiayai pengobatan anaknya, dia pun sudah membuka donasi melalui laman Kitabisa.com di https://kitabisa.com/aryamelawangbs.

Arya tak kunjung sembuh dan tak bisa gunakan BPJS

Suami istri Apit Sopian (34) dan Yani Suryani (30) mengaku bingung mengenai kondisi anak semata wayangnya, Arjuna Arya Atarahman (6) yang menderita penyakit langka Guillain Barre Syndrome (GBS).

Sebelumnya diberitakan, Arya adalah bocah laki-laki asal Kabupaten Bandung yang sudah sejak 8 Juni 2018 terbaring di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung karena penyakit GBS dan saat ini sedang dalam kondisi koma sejak 20 Juni 2018.

"Bingungnya ya sudah dirawat sejak 8 Juni tapi masih koma. Lalu, kami juga bingung masalah biaya," kata Apit saat ditemui Tribun Jabar di saat ditemui Tribun Jabar di di RSHS, Jalan Pasteur, Kota Bandung, Selasa (3/7/2018).

Selama dirawat di PICU RSHS, Arya sudah menjalani lima kali pengobatan plasmapheresis.

Namun, belum ada tanda-tanda dia akan terbangun dari komanya.

"Padahal biasanya, dua kali plasmapheresis orang yang terkena GBS akan mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik, tapi ini belum. Dokter juga bilang semoga ada keajaiban dari Allah," ujar Apit dengan nada suara pelan.

Kemudian, selama ini, pengobatan Arya menggunakan jalur umum.

Pasalnya, awalnya Arya tidak memiliki BPJS.

"Setelah Arya dirawat, saya segera mengurus pembuatan BPJS. BPJS keluar pada hari setelah lebaran, tapi karena saat awal masuk Arya lewat jalur umum, maka BPJS tersebut tidak bisa digunakan," kata Apit menjelaskan.

Saat pendaftaran awal, dia juga sudah melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan akan mendapatkan bantuan dana 5 juta.

Tapi, karena ada kendala administrasi, Arya belum mendapatkan bantuan dana tersebut.

Di ruangan PICU, alat bantu pernafasan dan alat medis lainnya terpaksa harus menempel di tubuh mungil bocah berusia enam tahun itu.

Matanya terpejam, kepalanya tampak terbaring di atas bantal berwarna kuning.

Sementara, guling kecil berwarna merah muda terlihat ditempatkan di samping bocah asal Kampung Campaka, Desa Pangguh, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung,

Apit tampak duduk setia menunggu bersama istrinya, Yani, di kursi tunggu yang tak jauh dari ruang PICU.

Saat berbincang, sesekali dia mencoba melempar senyum seolah sedang menyembunyikan kesedihan yang begitu mendalam.

Ketika bercerita, tak jarang Apit dan Yani saling bertatapan.

Saat ini, mereka sedang mengalami kendala biaya selama di rumah sakit.

 Apit mengatakan, jika ditotalkan dari hari pertama masuk hingga saat ini, dia harus membayar lebih dari Rp 100 juta untuk pengobatan anaknya, di mana biaya Plasmapheresis sebesar Rp 50 juta, biaya obat-obatan dari depo sebesar Rp 50 juta, dan biaya ruang PICU selama 25 hari kurang lebih sebesar Rp 62 juta.

Padahal, Apit sehari-hari bekerja sebagai guru honorer SMP MTS di Bandung dan Yani adalah seorang ibu rumah tangga.

Dia pun sudah membuka donasi melalui laman Kitabisa.com di https://kitabisa.com/aryamelawangbs.

Kronologi

Arjuna Arya Atarahman (6), penderita penyakit langka Guillain Barre Syndrome (GBS), rupanya baru merasakan penyakit itu menyerang pada satu hari sebelum dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Sebelumnya diberitakan, Arya adalah bocah laki-laki asal Kabupaten Bandung yang sudah sejak 8 Juni 2018 terbaring di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSHS karena penyakit GBS dan saat ini sedang dalam kondisi koma sejak 20 Juni 2018.

"Dibawa ke rumah sakit itu kan tanggal 8 Juni. Nah, mulai terasa penyakitnya sehari sebelumnya, tanggal 7 Juni," ujar ibu dari Arya, Yani Suryani (30), saat ditemui Tribun Jabar di di RSHS, Jalan Pasteur, Kota Bandung, Selasa (3/7/2018).

Di kursi tunggu yang tak berada jauh dari ruang PICU, Yani tampak duduk setia menunggu bersama suaminya atau ayah Arya, Apit Sopian (34).

Saat berbincang, perempuan berkerudung ini sesekali mencoba melempar senyum seolah sedang menyembunyikan kesedihan yang begitu mendalam.

Ketika bercerita, tak jarang Apit dan Yani saling bertatapan.

"Anak saya kan baru SD kelas satu. Pada tanggal 7 Juni, pulang sekolah, dia minta bermain sama teman-temannya. Arya bilang 'Mah saya mau main sepeda', ya saya izinkan karena mainnya tak jauh dari rumah," ujar Yani lanjut bercerita.

Namun, tak seperti biasanya, beberapa kali Arya terjatuh dari sepedanya.

Padahal, sebelumnnya, Arya sudah mahir bersepeda.

"Temennya bilang Arya sering jatuh saat main sepeda, katanya kakinya kadang susah digerakkan. Akhirnya Arya pulang ke rumah," kata Yani.

Di rumah, Arya bahkan sempat terjatuh saat berjalan.

Akhirnya, Yani menyuruh Arya untuk istirahat saja.

"Ya saya kira awalnya cuma sakit biasa atau kelelahan, saya suruh tidur. Pas bangun keesokan harinya, tubuh Arya sulit digerakkan, suaranya sudah mulai berat, dan nafasnya sesak," kata Yani.

Arya pun langsung dibawa ke klinik terdekat dari rumah.

Rumah mereka berada di Kampung Campaka, Desa Pangguh, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung.

"Dari klinik bilang mereka tak sanggup menangani Arya. Akhirnya Arya dirujuk ke RSHS Bandung. Hingga sekarang dalam kondisi koma," ujar Yani.

Di ruangan PICU, alat bantu pernafasan dan alat medis lainnya terpaksa harus menempel di tubuh mungil bocah berusia enam tahun itu.

Matanya terpejam, kepalanya tampak terbaring di atas bantal berwarna kuning.

 Sementara, guling kecil berwarna merah muda terlihat ditempatkan di samping Arya.

Saat ini, Yani dan Apit sedang mengalami kendala biaya selama di rumah sakit.

Apit mengatakan, jika ditotalkan dari hari pertama masuk hingga saat ini, dia harus membayar lebih dari Rp 100 juta untuk pengobatan anaknya, di mana biaya Plasmapheresis sebesar Rp 50 juta, biaya obat-obatan dari depo sebesar Rp 50 juta, dan biaya ruang PICU selama 25 hari kurang lebih sebesar Rp 62 juta.

Padahal, Apit sehari-hari bekerja sebagai guru honorer SMP MTS di Bandung dan Yani adalah seorang ibu rumah tangga.

Dia pun sudah membuka donasi melalui laman Kitabisa.com di https://kitabisa.com/aryamelawangbs.

Berita Terkini