TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Minimnya penerimaan siswa di SMP swasta di Kota Surabaya berimbas pada pengurangan jam mengajar guru. Akibatnya, banyak guru yang tidak memenuhi 24 jam mengajar dalam seminggu.
Padahal jam mengajar 24 jam menjadi syarat pencairan Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) tetap sekolah swasta. Sementara bagi guru honorer jumlah jam mengajar ini menentukan honor yang diterima tiap bulannya.
Guru tetap SMP 17 Agustus 1945, Aditya Yoastara (35) mengungkapkan mulai tahun ajaran baru ini dirinya hanya mendapat 12 jam mengajar tiap minggunya. Padahal sebagai guru tetap yayasan, ia harus memenuhi 24 jam mengajar untuk mendapat TPP.
"Selama ini mengampu 24 jam, kelas 8 dan 9. Karena ada 2 guru jadinya dibagi dan saya kebagian 12 jam," ujarnya, Senin (16/7/2018).
Menurut Aditya, gaji yang diperolehnya sebagai guru yang baru diangkat tahun 2013 hanya sebesar Rp 1.500.000 tiap bulannya. Sehingga pencairan TPP sangat dibutuhkannya untuk menutupi kebutuhan keluarganya.
"Saya juga menjadi instruktur PKB (Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan), menurut permen bisa diakui sebagai jam mengajar tetapi tergantung dari Dinas Pendidikan kota kabupaten. Dan di Surabaya sayangnya tidak diakui sebagai jam mengajar," jelasnya.
Sehingga alternatif untuk memenuhi jam menfajar hanya bisa dilakukan dengan mengajar di sekolah swasta lain.
"Saya yakin nggak cuma saya yang mengalami masalah ini. Sejak tahun lalu saat banyak sekolah baru dibuka, sudah banyak guru swasta yang diberhentikan," keluh pria yang mengampu pelajaran Bahasa Inggris ini.
Penerimaan guru outsourching di sekolah negeri juga bukan solusi. Pasalnya para guru yang diberhentikan tidak semuanya fresh graduated, banyak yang telah mengabdi puluhan tahun. Sementara penerimaan outsourching Dinas Pendidikan biasanya dibatasi usia.
"Saya mikirnya sudah lama di sekolah ini,kompetensi juga lama disini. Masih ingin mengabdi. Kalau kebijakannya tidak berpihak pada kami para guru swasta ya repot. Mungkin tahun depan saya cari pekerjaan lain," urainya.
Kepala SMP Tag, Wiwik Wahyuningsih mengungkapkan kebijakan pengurangan jam mengajar hingga pemberhentian guru terjadi hampir di semua sekolah swasta yang kekurangan siswa.
Padahal menurutnya guru-guru di sekolah swasta memiliki kompetensi yang tak kalah dengan guru negeri.
"Kalau dibilang sandarnya sekolah swasta dibawah sekolah negeri ya salah, guru kami bisa ikut PKB juga. Yang ditunjuk Kementerian buat mengajar kompetensi guru lain," tegasnya.
Hal serupa diungkapkan kepala SMP Giki 2, Eni Kusjanti. Menurutnya jam mengajar guru harus berkurang, pembagian jam. Mengajar juga berdasarkan kualitas guru dan pelajaran yang diampu.
"Pengurangan jam mengajar pastinya berpengaruh ke semua guru, mereka juga kesulitan menambah jam di seolah lain. Karena sekolah lain juga kekurangan," tandasnya. (Surya/Sulvi Sofiana)