TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Kemarau panjang turut meningkatkan hasil panen tembakau di Kabupaten Tulungagung.
Namun, kualitas hasil panen dan peningkatan produksi justru memicu penurunan harga.
Penurunan harga ini bahkan dianggap paling buruk selama dua tahun terakhir.
Seorang petani di Dusun Kalituri, Desa Warung, Kecamatan Boyolangu, Ridwan, mengaku harga tembakau rajang dengan gula Rp 37.000 hingga Rp 42.000 per kilogram.
Padahal tahun sebelumnya harga per kilogram mencapai Rp 50.000, bahkan Rp 60.000.
“Kalau awal-awal panen harganya masih bagus. Sekarang semuanya panen hampir bersamaan, harganya jatuh,” ucap Ridwan.
Harga tembau daun juga turun Rp 350.000 hingga Rp 400.000 per kuintal.
Padahal sebelumnya harga bisa mencapai Rp 500.000 per kuintal, bahkan lebih.
• BNNP Jatim Musnahkan 5,8 Kg Sabu-Sabu Sitaan, Hasil Penangkapan 15 Tersangka Selama 3 Bulan
Sementara tembakau rajang tanpa gula turun dari Rp 85.000 per kilogram, menjadi Rp 60.000 per kilogram.
Sedangkan harga krosok, daun tembau bagian bawah yang berkualitas buruk, tetap stabil Rp 7.000 hingga Rp 8.000 per kilogram.
“Kalau krosok ini kan istilahnya limbah, harganya tidak bisa lebih dari itu,” tambah Ridwan.
• Kiper Arema FC, Utam Rusdiana Akui Tertekan Saat Bertanding Lawan Persebaya Surabaya
Bagi para petani, kondisi harga saat ini membuat serba salah.
Sebab jika tembakau tidak lekas dipanen, maka akan rusak.
Namun jika dipanen dan dirajang, butuh biaya lebih seperti biaya buruh dan pembelian gula untuk campuran.
"Mau tidak mau harus tetap dirajang. Tinggal nanti tunggu saja, semoga harganya lekas naik terus dijual," ujarnya.
Sebenarnya ada alternatif mengganti tanaman tembakau dengan tanaman palawija, seperti jagung.
Namun bagi para petani tembakau, tanaman palawija dianggap kurang mempunyai nilai ekonomis dibanding tembakau. (David Yohanes)