TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI menggelar sidang lima anggota Bawaslu Surabaya, Jumat (24/5/2019).
Berlangsung di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur, lima komisioner Bawaslu Surabaya hadir sebagai terlapor.
Ketua DKPP RI, Harjono hadir langsung dengan memimpin sidang ini. Sementara di antara terlapor yang hadir adalah Hadi Margo Sambodo, Ketua Bawaslu Surabaya.
• TERKUAK FAKTA Perempuan Pakai Serba Hitam Dekati Bawaslu RI, Tunjukkan Bom hingga Mengidap Depresi
• Polisi & TNI Gelar Patroli Skala Besar di Jember Pasca Kerusuhan di Jakarta, Siaga di KPU & Bawaslu
• 4 Fakta Demo di Bawaslu Ricuh, Massa Lempar Batu dan Beling hingga Sempat Ada Aksi Negosiasi
Selain Hadi Margo, hadir pula dari pihak yang dilaporkan, yakni Yaqub Baliyya, Usman, M Agil Akbar, dan Hidayat. Seluruhnya merupakan Komisioner Bawaslu Surabaya.
Pihak pelapor diwakili oleh Anas Karno, sebagai Badan Bantuan Hukum PDI Perjuangan Surabaya. Ia mewakili kuasa dari Whisnu Sakti Buana, Ketua DPC PDI Perjuangan sebagai pihak pengadu.
Anas Karno pada penjelasannya mengatakan ada dua hal pokok yang masuk dalam pelaporannya. Pertama, terkait dengan rekomendasi Perhitungan Suara Ulang oleh Bawaslu Surabaya. Kedua, dugaan keterlibatan penyelenggara pemilu untuk memenangkan salah satu caleg Partai tertentu.
"Indikasi yang kami temukan, ada ketidakprofesionalan yang dilakukan oleh penyelenggara. Kami menilai rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu untuk perhitungan suara ulang terlalu gegabah," kata Anas kepada jurnalis ketika dikonfirmasi seusai sidang.
Anas mencontohkan, rekomendasi untuk PSU seharusnya melalui beberapa tahapan. "Seharusnya, penyelesaian terhadap persoalan kecil di lapangan, cukup diselesaikan di TPS (Tempat Pemungutan Suara). Tidak perlu secara keseluruhan se-Surabaya," katanya.
Selalin itu surat rekomendasi bernomor 436/K.JI-r8/PM.05.02/IV/2019 itu dinilai bertentangan dengan kewenangan prosedural. "Sebab, rekomendasi itu dikeluarkan pada saat proses rekapitulasi masih berlangsung di PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) se-Kota Surabaya, dan belum seluruhnya selesai," jelasnya.
Sementara untuk dugaan keterlibatan penyelenggara mendukung salah satu caleg dibuktikan dengan adanya tangkapan layar (screenshot) percakapan di salah satu grup WhatsApp oknum Bawaslu. "Ada oknum Bawaslu yang terindikasi masuk di grup tim pemenangan salah satu calon dengan menjadi admin grup," katanya.
"Kami menemukan screenshoot dari laporan masyarakat yang ditujukan ke DPRD Surabaya. Ada saksi yang mengaku sempat mengetahui agenda pengondisian (dukungan) ke salah satu paslon," katanya.
Meskipun demikian, ia tidak mengetahui siapa pengirim yang melapor ke DPRD Surabaya tersebut. "Seharusnya, hal itu (pengirim screenshot) tidak dipersoalkan. Sebab, materi substansinya sudah jelas bahwa ada keterlibatan oknum penyelenggara," katanya.
Pihaknya membawa saksi yang membenarkan bahwa nomor yang masuk dalam grup tim sukses caleg tersebut adalah komisioner Bawaslu Surabaya, atas nama Muhammad Agil Akbar. Saksi ini adalah Alfa Firta Rachmawan, Mantan Kepala Sekretariat Bawaslu Surabaya.
"Selama di sekretariat Bawaslu Surabaya, kami pernah satu grup dengan Mas Agil. Sehingga, kalau beliau membantah bahwa bukan nomor beliau, tidak benar. Sebab, nomor itu sempat digunakan Mas Agil sampai 4 Maret 2019 sebelum saya dikeluarkan dari grup," jelasnya.
Margo bersama Agil dinilai telah mengonsolidasikan Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) se-Surabaya untuk memenangkan caleg tertentu di pemilihan legislatif. Bahkan, bukan hanya untuk pileg, para panwascam juga dikondisikan untuk pemenangan caleg tersebut di Pemilihan Walikota Surabaya, 2020 mendatang.
Mendukung laporan ini, pihak pengadu juga membawa saksi dari unsur Panwaslu. Yakni, Panwaslu Asem Rowo non-aktif, atas nama Irvan.
Terkait tuduhan tersebut, Margo menegaskan rekomendasi itu dikeluarkan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. "Kami menghormati putusan DKPP. Kami menunggu keputusan DKPP," katanya sambil berusaha menghindar dari kejaran awak jurnalis.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua DKPP RI, Harjono menyebut bahwa pihaknya masih akan membahas putusannya melalui sidang pleno. "Ini masih proses pemeriksaan. Nanti akan sidang pleno dulu di Jakarta. Kami presentasikan dengan komisioner yang lain," kata Harjono dikonfirmasi terpisah.
"Pengambilan keputusan kan melibatkan unsur Tim Penyelenggara Daerah (TPD). Ada dari unsur KPU dan Bawaslu Jatim. Sehingga, putusannya menunggu pendapat di pleno," katanya.
Pihaknya juga menegaskan bahwa sanksi terberat bisa berupa pemberhentian. "Kasus ini hanya kepada yang diadukan saja," katanya.
Selian itu, DKPP juga hanya akan memberikan sanksi kepada petugas pemilu, bukan peserta pemilu. "Peserta pemilu bukan ranah DKPP. Tapi ranah Bawaslu Jatim," katanya.