Kilas Balik

Kemarahan Soeharto ke Benny Moerdani Dibongkar Luhut Pandjaitan, Hal yang Terlewat Batas Jadi Sebab

Penulis: Januar AS
Editor: Sudarma Adi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kemarahan Soeharto ke Benny Moerdani Dibongkar Luhut Pandjaitan, Hal yang Terlewat Batas Jadi Sebab

Kemarahan Soeharto ke Benny Moerdani Dibongkar Luhut Pandjaitan, Hal yang Terlewat Batas Jadi Sebab

TRIBUNJATIM.COM - Presiden Kedua Republik Indonesia, Soeharto ternyata pernah marah kepada Benny Moerdani.

Kemarahan Soeharto kepada Benny Moerdani itu seperti yang dibongkar oleh Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan.

Luhut mengungkap hal itu melalui akun Fanpage Facebook miliknya, Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (22/7/2019).

Kekagetan Benny Moerdani Temui Peluru Kedaluwarsa Saat Kopassus Bebaskan Sandera, Aksi Nyaris Gagal

Agus Hernoto, Prajurit Kopassus Berkaki Satu Selalu Dicari Soeharto, Benny Moerdani Bela Mati-matian

Dalam akun itu, Luhut mengungkap momen jatuhnya kekuasaan Benny Moerdani di institusi ABRI setelah hubungannya dengan mantan Presiden RI Soeharto menjadi renggang.

Luhut yang pernah menjadi golden boys atau anak emas Benny Moerdani di lingkungan ABRI, mengungkapkan kabar “panas” dua sosok berpengaruh tersebut kala itu. Tepatnya, momen Soeharto tersinggung atas teguran Benny Moerdani di meja biliar.

Kisah Benny Moerdani Ogah Dilatih Komandan Pertama Kopassus Idjon Djanbi, Membangkang karena Curiga

Ketika itu, jenderal intelijen kawakan itu bermain biliar dengan Soeharto.

Di sela-sela permainan bola sodok itulah, Benny yang saat itu menjabat sebagai Panglima ABRI, memberi teguran halus kepada Soeharto atas bisnis putra-putrinya yang dianggap mulai meresahkan banyak kalangan.

Namun, teguran itu justru menimbulkan amarah Soeharto.

Kondisi Prabowo Pincang Diungkap Luhut Pandjaitan, Alasannya ke Luar Negeri Terjawab, Sandiaga Tahu?

Pak Harto langsung meletakkan stik biliar dan masuk ke kamar, meninggalkan Benny Moerdani sendirian.

Tak lama kemudian, Benny dicopot dari jabatan Panglima ABRI. Meskipun Pak Harto membantah jika pencopotan Benny akibat teguran di meja biliar tersebut.

“Saya datangi kantor beliau, dan menanyakan kepada Pak Benny, rumor yang beredar di luar bahwa beliau sudah “jauh” dari Pak Harto,” tulis Luhut dikutip dari laman Facebooknya, Senin (22/7/2019).

Kepada Luhut, Benny mengakui insiden tersebut dan kondisinya setelah kemarahan Soeharto.

“Benar itu Luhut..!” kata Benny terus terang kepada Luhut.

Benny Moerdani menjelaskan bahwa Presiden Soeharto marah kepadanya, ketika dengan cara halus mencoba mengingatkan bisnis yang dijalankan oleh putra-putrinya yang sudah kelewat batas.

“Pak Harto lalu tiba-tiba meletakkan stik biliar dan masuk kamar. Sejak itu, Benny Moerdani tidak pernah dekat dengan Presidennya,” kata Luhut.

Meski begitu, Luhut juga mengingat ucapan Benny saat itu soal loyalitas terhadap Soeharto yang tak pernah berubah.

“Tetapi asal kamu tahu ya Luhut. Apapun sikap beliau, saya tidak pernah kehilangan kesetiaan saya kepadanya…!” ucap Benny kepada Luhut.

Berikut ini adalah tulisan lengkap tersebut.

Tiba-tiba Saya Teringat Pak Benny.

"Suatu sore, saya tiba-tiba teringat kepada almarhum Jenderal TNI (Purn) Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani, salah satu jenderal tempur TNI yang saya kagumi. Saya memang sudah beberapa waktu tidak berziarah ke makamnya.

Saya pada suatu pagi minggu lalu memutuskan untuk berziarah ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Nasional Kalibata. Di pusara beliau saya memberi hormat penuh lalu mendoakan agar arwahnya diterima di sisi Nya sesuai dengan amal jasanya sewaktu masih hidup. Kemudian saya sentuh batu nisannya. Saya baca tulisan di nisan itu, beliau meninggal pada 29 Agustus 2004, setelah dirawat beberapa waktu di RSPAD Gatot Soebroto. Usianya 72 tahun. Relatif masih muda.

Beberapa lama saya pandang pusaranya yang sederhana, sesederhana ribuan pusara lain di TMP Kalibata yang seolah mengisyaratkan bahwa bila wafat, hanya gundukan tanah seluas 1 x 2 meter itulah yang tersisa. Betapa pun kayanya seseorang, betapa berkuasanya sewaktu masih sehidup; hanya tanah itu yang menandakan bahwa ada sesosok manusia yang pernah hidup di dunia.

Almarhum Pak Benny saya kagumi sejak saya masih perwira menengah TNI-AD. Saya mulai kenal beliau sejak saya berpangkat Mayor, sebelum saya bersama Kapten Inf Prabowo Subianto dikirim untuk belajar mengenai pasukan anti-teror di GSG-9 di Jerman Barat. Meski waktu itu Pak Benny berpangkat Letjen dan menjabat Asintel Hankam/ABRI, dari waktu ke waktu ia selalu minta saya berikan laporan kemajuan sekolah kami. Ia tidak malu menelepon saya dan mengajukan pertanyaan yang mendetail.

Setelah pulang dan saya mulai memimpin pasukan anti-teror pertama di Indonesia yaitu Datasemen 81 (Den-81), saya sering dipanggil menghadap Pak Benny di kantornya di Jalan Sahardjo (sekarang lokasinya menjadi Balai Prajurit TNI), entah menanyakan pelatihan pasukan yang baru itu, atau lain-lain. Dari situ saya mendapat kesan khusus mengenai betapa ia memiliki karakter yang sangat kuat. Auranya memancarkan wibawa ditambah dengan wajahnya yang keras dan jarang tersenyum. Saya kagum bahwa loyalitas kepada pimpinan negara dan NKRI tidak perlu dipertanyakan lagi. Setiap kata atau tindakannya mencerminkan, menurut istilah masa kini, kesetiaan yang tegak lurus ke atas.

Suatu hari sebelum saya mendapat penugasan memimpin operasi khusus mengamanan Presiden Soeharto dalam KTT ASEAN di kota Manila, Filipina, Pak Benny yang sudah jadi Panglima ABRI mengatakan dengan dingin, “Luhut, sejak dua atau tiga tahun lalu, sudah banyak yang antre untuk menggantikan saya, tetapi orang ini (sambil menunjuk foto Pak Harto di dinding) kalau terjadi sesuatu pada dirinya…Republik itu menjadi kacau…!” Ujarnya dengan tegas kemudian, “Jadi Luhut, taruhan keselamatan Pak Harto adalah lehermu..!” Sebagai perwira saya cuma menjawab, “Siap! Laksanakan!”

Akibat sering dipanggil ke kantornya, lama-kelamaan saya jadi risih. Kebanggaan dipanggil oleh Panglima ABRI mengecil, karena pasti banyak yang tahu, dan banyak pula senior saya yang tidak senang, mungkin juga jadi iri, seorang perwira menengah dipanggil oleh jenderal bintang empat berjam-jam. Suatu hari ketika mood Pak Benny sedang bagus, saya beranikan diri bertanya, “Pak, mohon izin, lain kalai kalua memanggil saya bisa kah melalui atasan saya?”” Saya curi pandang wajahnya, dan mukanya lalu mengeras. Kedua tangannya mulai menyapu-nyapu mejanya, dan saya menyesal koq berani-berani membuat beliau marah.

Tapi nasi sudah jadi bubur, saya pasrah. “Luhut!”katanya dengan nada dalam. “Saya jenderal bintang empat…!”sambil menunjukkan tanda pangkatnya di bahu “..dan kamu Letkol…!”Itu saja, dan saya sudah mengerti maksudnya. “Siap!” jawab saya. Sejak itu saya tidak pernah berani menanyakan lagi soal itu. Beberapa tahun kemudian ketika Pak Benny pensiun, saya menerima konsekuensi karena jadi golden boys Pak Benny. Tapi saya terima itu dengan besar hati. Tidak jadi Danjen Kopassus, tidak jadi Kasdam atau Pangdam; bagi saya itu harus bayar sebagai akibat kesetiaan yang tegak lurus. Dan saya bangga mampu menjalankan nilai-nilai yang diturunkan oleh Pak Benny kepada saya.

Beberapa tahun kemudian, Pak Benny sudah tidak punya power lagi, kecuali jabatan sebagai Menteri Hankam yang “tak bergigi”saya berpangkat Kolonel dan baru pulang dari pendidikan di NDU di Washington DC. Saya datangi kantor beliau, dan menanyakan kepada Pak Benny, rumor yang beredar di luar bahwa beliau sudah “jauh” dari Pak Harto. “Benar itu Luhut..!” katanya terus terang. Ia menjelaskan bahwa Presiden Soeharto marah kepadanya, ketika dengan cara halus mencoba mengingatkan bisnis yang dijalankan oleh putera-puterinya yang sudah kelewat batas di meja bilyar; Pak Harto lalu tiba-tiba meletakkan stik bilyar dan masuk kamar. Sejak itu, Benny Moerdani tidak pernah dekat dengan Presidennya. “Tetapi asal kamu tahu ya Luhut. Apapun sikap beliau, saya tidak pernah kehilangan kesetiaan saya kepadanya…!”

Saya ingat suatu hari tahun 1983, ketika hampir terjadi krisis keamanan yang melibatkan Prabowo, saya menyampaikan kasus itu kepada Menhankam/Pangab (waktu itu) Jenderal M. Jusuf yang juga saya kagumi. Beliau berkata pendek, “Luhut, saya percaya kesetiaan Benny, saya tidak ragukan dia…! Karena Pangab sudah memutuskan, maka permasalahan sensitif tersebut selesai dengan sendirinya.

Banyak pelajaraan mengenai kepemimpinan dan kemiliteran yang saya pelajari dari beliau. Dan saya akui, karena pengaruh Pak Benny itulah yang membuat saya tertarik pada masalah-masalah intelijen, diantaranya dalam memelihara jaringan (networking) dengan berbagai tokoh di dunia. Beliau mempunyai buku alamat kecil yang sudah lusuh karena penuh dengan nama-nama tokoh penting dan nomor telepon hot-line yang ia bisa hubungi 24 jam sehari.

Kenangan manis bersama Jenderal Benny Moerdani saya tuangkan dalam biografi saya nanti. Untuk sementara saya hanya bisa katakan, Rest in Peace Jenderal Benny! Hingga hari ini saya tidak mengecewakan harapan bapak!" tulis Luhut melalui akun tersebut.

Berita Terkini