TRIBUNJATIM.COM - Kehebatan 3 Pendekar Bentengi Kopassus dari Ilmu Hitam Musuh, Misi Bebaskan Sandera WNI di Mapenduma
Inilah kisah tiga pendekar hebat yang berhasil bentengi Kopassus dari ilmu hitam musuh saat misi pembebasan sandera WNI di belantara Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Tiga pendekar hebat yang ikut misi Kopassus itu berasal dari daerah Banten.
Simak kisahnya.
• Kisah Penguburan Satu Mayat Pasukan SAS Akibat Dilibas Kopassus, Padahal Senjatanya Kurang Canggih
Ya, sejarah pernah mencatat perjuangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menjalani misi pembebasan sandera dengan turut dibantu rakyat sipil.
Yang mana, rakyat sipil yang membantu pasukan elite TNI AD tersebut saat itu adalah pendekar dari Banten.
Bisa disebut jawara Banten, Kopassus pun melakukan kolaborasi apik melawan musuh yang juga dilindungi oleh ilmu hitam.
Kedatangan Jawara Banten melindungi Kopassus demi memberi tameng bisa Kopassus mendapat serangan ilmu gaib.
• Misi Kopassus Selamatkan 26 Peneliti di Papua, Bebas Pasca Disandera 130 Hari, 2 Nyawa Pun Hilang
Cerita satu ini dikutip TribunJambi.com (grup TribunJatim.com) dari seorang penulis bernama Ian Douglas Wilson.
Kala itu sebuah misi penyelamatan dibebankan oleh TNI baret hijau dan pasukan khususnya yang berbaret merah, yaitu Kopassus dalam menyelamatkan sandera.
Siapa sangka, di antara sepasukan berbaret hijau dan pasukan khusus berbaret merah itu, terdapat tiga orang sipil menjadi ujung tombak operasi pembebasan sandera di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Mereka, H Tubagus Zaini, Tubagus Yuhyi Andawi, dan Sayid Ubaydillah Al-Mahdaly merupakan jawara asal Banten.
• Kisah Kopassus Dikepung Warga Suku Kanibal, Tegang saat Kepergok, Semua Berubah Berkat Kotak Peluru
Ketiga jawara pemilik ilmu adikodrati tersebut, dianggap berguna untuk menghalau serangan ilmu hitam pihak musuh.
“Waktu itu kami diminta membantu. Tugas kami memberikan perlindungan spiritual para anggota pasukan. Termasuk menangkal illmu gaib yang mungkin dipakai para penyandera,” ungkap Sayid Ubaydillah, seturut dikutip Kompas, 9 November 1998.
TNI, termasuk Kopassus kala itu memang kesulitan menerabas lokasi penculikan di rimba belantara Mapenduma lantaran tak memiliki peta daerah.