TRIBUNJATIM.COM - Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah memergoki ada seseorang yang mengambil jatah hadiah lebih.
Padahal, saat itu ayah Yenny Wahid tersebut sama sekali tak melihat orang tersebut saat mengambil jatah hadiah yang lebih tersebut.
Cerita itu terjadi saat Gus Dur masih menjadi Presiden Keempat Republik Indonesia.
Kisah itu sebenarnya terjadi pada Imam Anshori Saleh.
• Awalnya Tak Dipercaya, Ucapan Gus Dur Terbukti Saat Habibie Jatuh dari Presiden, Tahu dari Bunga
Kenangan itu kemudian dituliskannya pada buku berjudul "Mata Batin Gus Dur, Cerita-Cerita Unik Bersama Sang Kiai", terbitan Gramedia tahun 2017 lalu.
Saat itu, pada suatu siang Imam Anshori Saleh bertemu Gus Dur di ruangannya pada suatu siang.
Dalam pertemuan itu hanya ada dua orang saja, yaitu Imam Anshori Saleh dan Gus Dur.
Sedangkan Paspampres, dan ajudannya berada di luar ruangan.
• Cerita Gus Dur Dimarahi Istri Protokol karena HP, Sang Suami Kaget Bukan Kepalang: Ma, Itu Presiden!
Gus Dur rupanya ingin memberikan hadiah dasi kepada Imam Anshori Saleh.
"Mas, saya punya dasi bagus-bagus. Mereknya Casio, dikasih orang. Sampeyan ambil dua ya," kata Gus Dur sambil menunjuk ke laci meja kerjanya.
Merasa mendapatkan hadiah dari sang presiden, Imam Anshori Saleh pun mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih, Gus. Kapan lagi punya dasi hadiah dari presiden," ucapnya sambil menuju laci meja yang ditunjuk Gus Dur.
Tanpa pikir panjang, Imam Anshori pun langsung mengambil dasi milik Gus Dur.
Namun, bukannya mengambil dua sesuai pesan Gus Dur, Imam Anshori Saleh justru mengambil tiga dasi.
Rupanya apa yang dilakukan oleh Imam Anshori Saleh itu diketahui oleh Gus Dur.
"Sampeyan kalau disuruh ambil dua ya dua saja, jangan tiga," kata Gus Dur lalu tertawa.
Mendengar perkataan Gus Dur seperti itu, Imam Anshori pun kaget bukan kepalang.
Dia tidak habis pikir bagaimana Gus Dur bisa memergokinya?
Padahal saat itu Gus Dur tidak melihatnya, dan sedang rebahan.
"Panjenengan kok tahu Gus saya nyolet satu. Pakai ilmu apa?" tanya Imam Anshori Saleh sambil bercanda.
Gus Dur pun langsung menjawabnya.
"Nggak pake ilmu apa-apa. Arek Jombang kan biasa begitu kelakuannya...hehehe..."jawab Gus Dur lalu tertawa lagi.
Sampai saat ini, Imam Anshori Saleh pun masih menganggap hal itu aneh, dan terus merasa penasaran.
Sementara itu, dalam kisah lainnya ada cerita soal Gus Dur dan Mahfud MD.
Mahfud MD menjadi salah satu orang yang dipercaya Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, untuk mengisi Kabinet Persatuan Nasional.
Pengalaman Mahfud ditunjuk sebagai menteri oleh Gus Dur ia ceritakan dalam bukunya "Setahun Bersama Gus Dur: Kenangan Menjadi Menteri di Saat Sulit" (2003).
Mahfud menceritakan, ia dipanggil dan menghadap Gus Dur di sebuah rumah di Jalan Irian Nomor 7, Jakarta Pusat.
Rumah tersebut memang dikenal sebagai tempat bertemunya Gus Dur dengan tamu-tamunya di luar jam kerja.
Setelah bertemu Mahfud, Gus Dur pun mengatakan bahwa di kabinetnya saat ini dibutuhkan tiga orang ahli tata negara yang tegas untuk jabatan menteri.
"Saya sudah punya dua, yaitu Marsillam (Marsillam Simanjuntak) dan Yusril (Yusril Ihza Mahendra). Satunya lagi saya minta Antum (Anda) bergabung di kabinet," kata Gus Dur.
Dilansir dari Kompas.com, Mahfud yang saat itu menjabat Rektor I Universitas Islam Indonesia lantas bertanya ke Gus Dur, di pos menteri apa ia akan ditempatkan.
Gus Dur menjawab dengan cepat, "menteri pertahanan".
Mahfud pun kaget mendengar jawaban tersebut.
Saking tidak percayanya, Mahfud bahkan merasa dirinya salah dengar.
Ia mengira yang dimaksud Gus Dur adalah menteri pertanahan.
Ia merasa jabatan menteri pertanahan lebih masuk akal karena masalah agraria banyak sekali bersangkutan dengan hukum administrasi negara yang merupakan cabang dari hukum tata negara.
Namun, Gus Dur menegaskan bahwa jabatan yang disediakan untuk Mahfud adalah menteri pertahanan.
Mahfud pun menyatakan kepada Gus Dur bahwa ia sama sekali tidak memiliki pengalaman di bidang militer dan pertahanan sehingga kurang tepat mengisi pos itu.
"Kalau cuma itu, Antum bisa tanya-tanya pada Pak Yudhoyono (Susilo Bambang Yudhoyono), sebab yang penting otoritas dan arah kebijakannya, bukan soal teknis kemiliterannya," ucap Gus Dur santai.
Tak puas, Mahfud pun masih mencoba menawar ke Gus Dur.
Ia meminta posisi menteri pertahanan diberikan saja ke Yusril, sementara ia mengisi menteri kehakiman.
Namun, Gus Dur menjawab bahwa Yusril lebih tepat menjadi menteri kehakiman.
Mahfud pun akhirnya mencoba menawar lagi.
"Kalau Yusril menteri kehakiman, saya jadi menteri muda urusan HAM saja, tidak apa-apa, toh sekarang ini saya adalah staf ahli menteri negara urusan HAM," kata Mahfud.
Namun, lagi-lagi Gus Dur menolak penawaran Mahfud.
"Ah, Kementerian HAM akan ditiadakan, disatukan dengan Departemen Kehakiman," kata Gus Dur.
Alwi Shihab yang saat itu mendampingi Gus Dur, sampai mencolek paha Mahfud sebagai isyarat agar ia tak bisa lagi menawar.
Akhirnya, Mahfud pun menerima tawaran Gus Dur.
"Kalau begitu, baiklah. Bismillah," ucap Mahfud.
Hampir mundur
Sejak awal, Mahfud sudah menduga penunjukan dirinya sebagai Menhan akan mengundang kritik keras.
Sebab, ia tidak mempunyai basis partai politik dan bukan pula pakar yang dikenal publik.
Namun, reaksi yang muncul benar-benar di luar dugaan Mahfud.
"Tidak sedikit yang mengecam Gus Dur dan melecehkan saya," kata Mahfud.
Salah satu komentar yang cukup keras, kata Mahfud, datang dari Amien Rais.
Amien menilai Mahfud MD adalah orang yang tidak mengerti masalah pertahanan.
Kalau lah mau diangkat menteri, Amien menilai bahwa Mahfud lebih pas sebagai menteri kehakiman.
Mahfud merasa keraguan Amien atas dirinya adalah hal yang wajar.
Sebab, Mahfud juga sempat mengalami keraguan yang sama terhadap dirinya saat pertama kali diberitahu Gus Dur mengenai jabatan menteri pertahanan.
Keraguan pun kembali menyelimuti hati Mahfud.
"Setelah mengikuti pemberitaan media massa, esoknya, saya menjadi ragu dan agak gamang. Ada sedikit penyesalan saya menerima jabatan itu," kata Mahfud.
Mahfud pun berpikir untuk meminta pembatalan pengangkatan kepada Gus Dur.
Ada dua alasan yang hendak ia kemukakan.
Pertama, agar kabinet benar-benar diisi oleh orang yang tepat.
Kedua, agar Gus Dur tak dihantam oleh kritik dari segala penjuru.
Jumat pagi, 24 Agustus 2000, Mahfud pun mengundang sejumlah rekan yang biasa memberinya saran dan masukan.
Pembicaraan Mahfud dengan para rekannya mendadak berhenti karena telepon genggam Mahfud yang berdering.
Telepon itu rupanya datang dari Gus Dur.
"Begini ya, Pak Mahfud. Antum jangan ragu, jangan berpikir untuk mundur. Kecaman dan kritik itu biasa dalam politik dan hanya akan berlangsung sebentar, kok," kata Gus Dur.
"Nanti Antum kalau sudah bekerja akan mendapat pujian. Pokoknya saya percaya Antum, dan semuanya saya yang tanggung jawab," kata mantan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama itu.
Mahfud agak heran karena Gus Dur seperti tahu persis bahwa ia sedang resah dan tengah berpikir untuk meminta pembatalan pengangkatan.
"Baik, Bapak Presiden, nanti siang saya berangkat ke Jakarta untuk pelantikan besok pagi. Saya sudah ditelepon oleh Sesneg," ucap Mahfud.
Akhirnya, pada 25 Agustus 2000, Mahfud MD resmi dilantik sebagai menteri pertahanan.
Di era pemerintahan Gus Dur, Mahfud MD menjadi salah satu kepercayaan cucu dari pendiri NU, Hasyim Asy'ari itu.
Meski Gus Dur dikenal sebagai presiden yang kerap merombak kabinet, namun Mahfud kerap bertahan.
Akan tetapi, Mahfud sempat mengalami perombakan.
Ketika itu, Mahfud tidak dicopot dari jabatan sebagai menteri pertahanan, tetapi digeser sebagai menteri hukum dan perundang-undangan.