Reporter: Willy Abraham | Editor: Heftys Suud
TRIBUNJATIM.COM, GRESIK – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) soroti angka kekerasan pada perempuan di Kabupaten Gresik.
Mereka menyuarakan hal itu dengan menggelar aksi damai di depan Kantor Bupati Gresik, Senin (8/3/2021).
Aksi damai ini mayoritas diikuti oleh para mahasiswi untuk memperingati Hari Perempuan International atau International Women’s Day.
Baca juga: 6 Zodiak Kurang Beruntung Hari Ini: Pisces Ada Konflik dengan Teman, Leo Jika Ragu Tinggalkan Saja
Baca juga: Porang Madiun Diakui Terbaik se-Indonesia, Petani Porang Lereng Gunung Pandan Bangga
Aksi tersebut menyuarakan beberapa tuntutan, salah satunya menyoroti tingginya angka kekerasan pada perempuan dipajang di kertas.
Dalam rilis yang diterima awak TribunJatim.com, mereka menyebut, setidaknya ada 551 korban kasus kekerasan perempuan dan anak di Jawa Timur.
Sedangkan di Kabupaten Gresik, selama 2020 tercatat ada 23 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilaporkan ke Polres Gresik.
“Bukan hanya itu, kekerasan perempuan juga terjadi di tempat kerja atau pabrik, seperti di salah satu pabrik ice cream, sejak tahun 2019 terdapat 15 kasus keguguran dan 6 bayi dilahirkan dalam kondisi tidak bernyawa,” kata koordinator aksi Ilham Ardiansyah.
Baca juga: Sakit Hati Gagal Balapan Liar, 2 Pemuda Tabrak dan Lempar Batu Batako ke Mobil Polresta Malang Kota
Baca juga: Kesal Dengan Ayah Korban, Pria Sumenep Tega Bunuh Bocah 9 Tahun Pakai Sebilah Pedang, Lagi Tidur
Menurut Ilham, ruang publik maupun ruang bekerja masih belum menunjukan arasa aman terhadap perempuan.
Untuk itu, dalam peringatan Hari Perempuan Internasional 2021 ia menyerukan agar pemerintah ikut andil dalam melindungi hak-hak perempuan.
Selain angka kekerasan, kesenjangan ekomi dan kesehatan juga menjadi masalah yang terus diabaikan.
Ilham menyebut, terjadi kematian pada ibu sekitar 305 dari 100.000 kelahiran hidup di tahun 2020. Sementara itu, di Gresik ada 58 bayi yang meninggal saat proses kelahiran dan 14 ibu yang meninggal dalam proses persalinan selama kurun waktu Januari-September 2020.
“Perempuan juga banyak terjebak perkawinan anak, tak lain dan tak bukan hanya karena ingin keluar dari kemiskinan sebab rendahnya tingkat pendidikan dan kesempatan kerja,” terangnya.
Tidak hanya itu, perempuan disebut juga telah didiskriminasi oleh undang-undang. Dalam data Komnas Perempuan menemukan ada 421 Perda diskriminatif, dan 333 Perda di antaranya membatasi atau menyasar perempuan.
“Seperti dengan aturan gaji dalam Omnibus Law pasal 88 B, ketika buruh perempuan mengambil cuti haid atau melahirkan, maka secara otomatis tidak mendapatkan gaji,” bebernya.
Sementara itu, dalam aksinya mahasiswa membawa 9 tuntutan. Antara lain, hentikan seluruh bentuk diskriminasi, terhadap kaum perempuan, sahkan RUU PKS, hentikan pembahasan RUU Ketahanan Keluarga, cabut UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan seluruh peraturan turunannya, hentikan Diskriminasi upah buruh perempuan dan buruh tani dan berikan kebebasan berorganisasi atau berserikat bagi kaum perempuan, terutama buruh dan tani perempuan di pedesaan.
Setelah melakukan orasi selama kurang lebih satu jam, masa aksi akhirnya ditemui oleh Wakil Bupati Gresik Hj Aminatun Habibah.
Dalam kesempatan itu, Wabup Bu Min bersama mahasiswa menandatangani surat pernyataan komitmen dukungan terhadap tuntutan mahasiswa, sekaligus memberikan respon seputar tuntutan yang dijadikan sebagai aspirasi.
“Kami mengucapkan terima kasih, dari aspirasi yang disampaikan kami telah menyetujui, dan ini mengapresiasi karena ini bentuk dari kepedulian mahasiswa terhadap kondisi di tengah masyarakat,” ujar Bu Min.
Usai ditemui Wakil Bupati Gresik, Masa aksi kemudian bergeser ke kantor DPRD Gresik untuk kembali menyuarakan tuntutannya.