Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA-Kanwil Kemenag Jatim menyayangkan adanya kasus kekerasan yang berujung tewasnya seorang santri asal Palembang, di Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Ponorogo, beberapa waktu lalu.
Kabid Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kanwil Kemenag Jatim Mohammad As'adul Anam mengatakan, pihaknya telah mengirim tim untuk melakukan penggalian informasi atas kejadian tersebut, kepada pihak pengurus Pondok Pesantren (Ponpes) Gontor Ponorogo.
Tim yang dimaksudnya itu merupakan gabungan dari pegawai pengawas di Bidang PD Pontren Kanwil Kemenag Jatim, dan Kasi PD Pontren Kanwil Kemenag Ponorogo.
Pada Senin (5/9/2022) siang kemarin. Tim tersebut berhasil menemui pihak pengurus Kuliatul Mualimin Islamiah (KMI) Pondok 1 Gontor, dan juga pengurus Yayasan Ponpes Gontor Ponorogo.
Hasilnya, Mohammad As'adul Anam mengungkapkan, kasus kekerasan tersebut melibatkan antar sesama santri. Dan tidak ada keterlibatan pihak pengurus struktural dari ponpes tersebut.
Baca juga: Pondok Gontor Sebut Kematian Santri AM Ayyamul Huzni: Kami Tidak Memungkiri
Sehingga, pihaknya tidak melakukan penerapan sanksi yang bersifat berat, apalagi sampai mencabut izin operasional ponpes.
"Jadi ini adalah kejadian murni dilakukan oleh santri. Oleh karena itu kami tidak mungkin melakukan pencabutan izin. Tetap berjalan sebagaimana mestinya. Tapi terkait manajemen tata kelola santri yang kemudian akan diperbaiki di sana," ujarnya di Ruang Pertemuan Kanwil Kemenag Jatim, di Sidoarjo, Selasa (6/9/2022).
Berdasarkan informasi yang telah dihimpun tim tersebut. Mohammad As'adul Anam menduga percekcokan yang melatarbelakangi tindakan kekerasan antar santri tersebut, dipicu kesalahpahaman seusai berlangsungnya acara Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum) yang digelar oleh Pengurus KMI Ponpes Gontor Ponorogo, pada Kamis (11/8/2022) dan Jumat (12/8/2022).
Korban yang tewas tersebut, ternyata merupakan ketua panitia acara tersebut. Diduga sempat terjadi kesalahpahaman saat mengembalikan perkakas peralatan perkemahan pada Sabtu (13/8/2022).
Menyebabkan sejumlah santri senior nekat melakukan penganiayaan terhadap korban, pada rentang hari Senin (15/9/2022) dan Selasa (16/8/2022).
"Di situlah terjadi percekcokan saat pengembalian alat alat perkemahan itu. Bagaimana kejadian detailnya (kekerasan sampai tewas) itu belum diketahui. Jadi kejadiannya (dalam konteks) terkait pengembalian peralatan perkemahan yang dilakukan pada Kamis dan jumat tersebut," jelasnya.
Mendasari informasi yang telah berhasil digali pihaknya. Pihaknya membuat sejumlah rekomendasi terhadap kasus kekerasan tersebut.
Pertama, mendukung proses hukum yang sedang dilakukan oleh pihak kepolisian. Agar, kasus kekerasan yang berujung tewasnya seorang santri ini dapat dipastikan faktor penyebab munculnya perilaku kekerasan yang berujung hingga tewasnya seorang santri.
"Pertama, mendukung penuh pihak berwenang, untuk menyelidiki kasus ini, dari pihak kepolisian yang akan menyelidiki kami akan dukung penuh. Karena itu salah satu cara mengungkap kebenaran peristiwa yang terjadi," katanya.
Kedua, mendorong pihak ponpes mengevaluasi sistem dan metode kepengasuhan yang berlaku dikalangan santri senior dan junior.
Sehingga pihak pesantren dapat meminimalisir bahkan meniadakan potensi tindakan kekerasan antar santri di dalam ataupun di luar lingkungan ponpes.
"Ini adalah sebuah kasus yang ada di pesantren Gontor 1. Artinya bahwa manajemen tata kelola sudah dikonsep pola asuh dan kemusrifan yang ada yang dilakukan saat ini, kira kira ruang rongga santri hingga bertindak seperti itu di titik mana," terangnya.
Ketiga. Memastikan tingkat kerawanan konflik antara santri senior dan junior, sehingga pihak pengurus ponpes dapat segera mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang.
"Berkaitan dengan pola komunikasi antara senior dan junior. Karena ini sampai terjadi pemberian kewenangan yang sangat tinggi kepada seniornya, bisa jadi karena mereka mengikuti perintah dalam menjalankan SOP mengenai kewenangan yang dimiliki senior, bisa terjadi proses pembullyan terhadap junior," pungkasnya.
Sekadar diketahui, dikutip dari Kompas.com, seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Ponorogo Jawa Timur berinisial AM tewas diduga dianiaya.
Kasus tersebut mencuat usai Soimah, ibu korban mencurahkan isi hatinya pada pengacara kondang Hotman Paris.
Pihak PMDG pun akhirnya mengakui ada dugaan penganiayaan dalam kasus kematian AM.
PMDG mengaku telah mengeluarkan beberapa santri yang diduga terlibat dalam penganiayaan.
Kasus ini kini ditangani oleh Satuan Reserse (Sat Reskrim) Polres Ponorogo.
Rangkaian Kejadian Tak Hanya Satu Titik
Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono mengatakan, polisi telah memeriksa sembilan saksi dalam kasus tersebut.
Sembilan saksi itu yakni dua santri, empat dokter, dan tiga pengurus pondok.
Jumlah saksi akan terus bertambah. Sebab, rangkaian kejadian dugaan penganiayaan tidak hanya di satu titik saja.
"Kemungkinan saksi diperiksa akan bertambah karena rangkaian kejadian tidak hanya satu titik saja," kata dia, Selasa (6/9/2022).
Adapun terduga pelaku berasal dari kalangan santri.
"Terduga pelaku dari kalangan santri juga," ujar dia.
3 Korban Penganiayaan
Kapolres mengatakan, korban kasus dugaan penganiayaan santri di Pondok Modern Darussalam Gontor berjumlah tiga orang.
"Untuk korban ada tiga. Satu meninggal dunia dan dua masih dirawat," kata dia.
Satu orang yang meninggal adalah AM, santri asal Palembang, Sumatra Selatan.
Olah TKP
Kapolres Ponorogo AKBP Catur mengemukakan, polisi melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) pada Selasa (6/9/2022).
Olah TKP dilakukan untuk memperkuat fakta dalam penyelidikan dan kasus akan naik ke tahap penyidikan.
Menurut Catur, barang bukti dugaan penganiayaan masih ada dan telah disita. Sedangkan peristiwa dugaan penganiayaan itu diperkirakan terjadi dua pekan lalu.
"Kegiatan hari ini, kami melakukan olah TKP di lokasi kejadian (Pondok Gontor)," kata dia.
Ibu Korban Mencurahkan Isi Hati
Kasus tersebut mencuat usai Soimah, ibu santri berinisial AM mencurahkan isi hatinya pada pengacara Hotman Paris.
Dia menyebutkan, anak sulungnya yang menempuh pendidikan kelas 5i atau setara SMA di PMDG Ponorogo meninggal dunia.
Dalam surat terbuka yang dia buat dan telah dikonfirmasi oleh Kompas.com, Soimah menulis putranya sempat disebut meninggal karena kelelahan mengikuti Perkemahan Kamis Jumat.
Namun ternyata saat melihat mayat anaknya, Soimah yakin AM tewas karena dianiaya.
“Sungguh sebagai ibu saya tidak kuat melihat kondisi mayat anak saya demikian begitu juga dengan keluarga. Amarah tak terbendung, kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima. Karena tidak sesuai, kami akhirnya menghubungi pihak forensik dan pihak rumah sakit sudah siap melakukan otopsi,” jelasnya.
Penjelasan Gontor
Juru Bicara PMDG melalui rilis tertulis menyampaikan dukacita dan permohonan maaf pada orangtua dan keluarga korban.
“Kami sangat menyesalkan terjadinya peristiwa yang berujung pada wafatnya almarhum. Dan sebagai pondok pesantren yang concern terhadap pendidikan karakter anak, tentu kita semua berharap agar peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari,” kata Noor Syahid.
Pihak Gontor menemukan dugaan penganiayaan dalam kematian AM.
Mereka pun telah mengeluarkan sejumlah santri yang diduga terlibat.
“Pada prinsipnya kami, Pondok Modem Darussalam Gontor, tidak memberikan toleransi segala aksi kekerasan di dalam lingkungan pesantren, apa pun bentuknya, termasuk dalam kasus almarhum AM ini,” jelas Noor Syahid.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com