Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Mochamad Sudarsono
TRIBUNJATIM.COM, TUBAN - Di era teknologi dan digitalisasi seperti ini, banyak sekali warung makan atau resto yang beradaptasi.
Mereka harus bermitra dengan platform pesan antar makanan atau go food, untuk memperluas jangkauan.
Namun itu tidak dilakukan warung legendaris Jangkar, yang berada di Tegalagung, Kecamatan Semanding.
Warung yang berdiri sejak 1994 itu meyakini punya pasar maupun pelanggan yang tetap.
"Tidak bekerja sama dengan platform online begitu," kata pemilik warung, Darsih (60) kepada wartawan, Selasa (25/10/2022).
Ia menjelaskan, jika warung miliknya sudah punya pelanggan sendiri dan lebih menggenggam erat sisi tradisional.
Baca juga: Mengintip Kuliner Legendaris Tuban, Dulu Dikenal Jual Tuak, Kini Warung Jangkar Sajikan Menu Khas
Artinya tradisional di sini mau makan datang langsung di warung, ada juga yang pesan melalui telfon karena pelanggan lama.
Untuk pemesanan itu biasanya dilakukan oleh pelanggan yang akan menjadikan menu jangkar sebagai oleh-oleh ke luar kota.
"Jadi yang pesan ini untuk keluarga atau temannya di luar kota, rata-rata begitu. Kalau untuk warga sini langsung datang," ujar pemilik warung yang aksesnya masuk gang sempit.
Ibu satu anak itu menjelaskan, warung jangkar dulu adalah warung tuak kini berubah jadi warung kuliner.
Saat warung baru berdiri kondisi belum seperti ini, melainkan masih gebyok kayu. Kini sudah berupa bangunan.
Ia pun mengungkapkan pemberian nama warungnya Jangkar.
Hal itu melekat pada suaminya Karsimen, yang sudah almarhum mendapat panggilan Jangkar dari para teman-temannya.
"Suami dipanggil jangkar, jadi bukan karena pelaut yang identik jangkar, bukan itu," terangnya.
Masih kata Darsih, untuk menyantap menu-menu yang disediakan di warungnya, pengunjung perlu tahu harga.
Untuk belut, lele, jeroan belut dan mentok Rp 15 ribu per porsi, becek mentok Rp 20 ribu, nasi jagung Rp 2 ribu, nasi putih Rp 5 ribu. Sedangkan untuk minuman kemasan Rp 5 ribu.
Disinggung kendala yang dihadapi selama warung berdiri, menurutnya biasa saja yaitu perputaran uang dan pasang surut pembeli.
Meski begitu ia bersyukur, setidaknya per hari bisa beromset jutaan rupiah dari hasil penjualan makanan.
"Paling khas di sini belut ada lele yang dibalut dengan sambal khasnya, alhamdulillah warung jangkar bisa mempekerjakan 6 orang warga sekitar lokasi," pungkasnya.
Baca juga: Chef Mili Ambil Alih’ Restoran Vasa Hotel Surabaya, Olah Kekayaan Indonesia Jadi Kuliner Modern
Sementara itu seorang pembeli, Rosi, menyatakan memang makanan di warung jangkar dikenal legendaris.
Menu-menu olahan yang disajikan tidak berubah rasanya sejak dulu, sehingga sepekan sekali ia bersama temannya berkuliner di warung jangkar.
"Sering seminggu sekali makan di sini bareng teman-teman, menu andalan ada lele dan belut," ungkapnya sambil menikmati makanan yang dihidangkan.
Sekadar diketahui, jika pada hari biasa warung jangkar mampu menghabiskan belut 40 kg, saat minggu 50-60 kg.
Untuk hari biasa lele 20 kg, saat minggu 40 kg, untuk unggas mentok 3 ekor, saat minggu 5 ekor.
Nasi hari biasa 15 kg, saat minggu 25 kg, nasi jagung 125 bungkus per hari, saat minggu bisa 200 bungkus.
Berita Tuban lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com