Laporan wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Constantine Koloway
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Permasalahan lingkungan masih menjadi pekerjaan rumah Pemkot Surabaya hingga saat ini. Di antaranya, kasus Buang Air Besar Sembarangan (BABS) yang hingga saat ini belum seluruhnya tuntas.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, 128 kelurahan berstatus Open Defecation Free (ODF) atau bebas BABS.
Dibandingkan jumlah seluruh kelurahan (154 kelurahan se-Surabaya), angka tersebut mencapai 83,12 persen.
Pencapaian tersebut lebih baik dibanding tahun 2021.
Pada tahun tersebut, baru 75 kelurahan (48,7 persen) yang sudah berstatus ODF.
Menyelesaikan masih adanya kelurahan yang belum berstatus ODF, Pemkot kerja keroyokan. Tahun ini, Pemkot menargetkan seluruh kelurahan mencapai status ODF.
Di antaranya, dengan memberikan edukasi penyuluhan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) kepada masyarakat. Masyarakat mendapatkan edukasi soal bahaya membuang air besar sembarangan.
"Tujuannya adalah menuju perilaku masyarakat agar berhenti buang air besar sembarangan/ODF,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Nanik Sukristina.
Baca juga: 132 Ribu Lebih Kepala Keluarga di Jember Belum Punya Jamban, Masih Buang Air Besar Sembarangan
Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat tegas mengatur hal ini. Pada Pasal 11 ayat 1 huruf K melarang BAB sembarangan.
"Aturan ini juga dipertegas dalam Perwali No. 32 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembuatan Jamban di Kota dan SE Walikota Surabaya Tahun 2022 tentang Percepatan Kelurahan ODF (Open Defecation Free) / Stop Buang Besar Sembarangan,” katanya.
Penyelesaian kasus tersebut juga akan mendukung Surabaya sebagai Kota Layak Anak (KLA). Terutama, menyangkut Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) bagi tenaga kesehatan, tenaga sanitarian, dan promosi kesehatan (promkes).
“Hal ini sejalan dengan program STBM stunting di Kota Surabaya untuk mendukung penurunan prevalensi stunting,” ucapnya.
Selain Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, ikut memetakan wilayah masing-masing kelurahan. Berdasarkan data DLH, 26 kelurahan tersebut tersebar di 6 kecamatan (19 persen dari 31 kecamatan di Surabaya).
Apabila DLH melakukan sosialisasi PHBS, DLH mempercepat penyediaan ribuan jamban. "Informasi dari Dinkes ada sekitar 6.000 titik yang belum berstatus ODF. Saat ini, DLH sedang mengerjakan itu,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro di Surabaya saat dikonfirmasi terpisah.
Pengerjaan telah dimulai sejak awal tahun. "Untuk bulan Januari 2023, kita sudah menyelesaikan 714 jamban," kata dia.
DLH menargetkan dapat menuntaskan 8.000 buah jamban, di atas angka usulan Dinkes. "Sehari harus menyelesaikan 30-40 pengerjaan jamban," katanya.
Dalam pembangunan jamban tersebut, sejumlah kendala ditemui selama proses pengerjaan. Di antaranya, sempitnya area rumah warga, lokasi pembuangan (sapiteng), hingga adanya anggota keluarga yang sedang sakit.
"Saat pengerjaan, para anggota keluarga harus mengungsi atau menginap sementara di Balai RW selama proses pengerjaan jamban," katanya.
"Masalah lainnya, ada saluran WC yang saluran pembuangan kotoran tersebut langsung menuju ke sungai. Yang demikian, kami tentu kolaborasi dengan semua stakeholder," katanya.
Pemkot optimistis, seluruh target dapat terealisasi di akhir tahun. "Warga menyambut baik program jambanisasi untuk penerapan PHBS agar berstatus ODF. Program ini gratis, jadi warga tidak dipungut biaya sepeserpun,” katanya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com