TRIBUNJATIM.COM - Dunia pendidikan di Indonesia bereaksi terhadap kecenderungan perilaku menyontek menggunakan Chat GPT.
Kemunculan alat berbasis kecerdasan buatan milik OpenAI ini disinyalir memunculkan perilaku atau gaya menyontek baru hingga godaan melakukan plagiarisme.
Apalagi jika kebiasaan itu dilakukan ketika ujian atau mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan melatih kemandirian berpikir siswa.
Menyontek merupakan bentuk kecurangan yang dilakukan pada saat tes dengan cara - cara yang bertentangan dengan peraturan guna memperoleh keuntungan, misalnya mendapat nilai bagus atau menguasai pelajaran dengan baik.
Banyak faktor yang mempenguruhi seseorang untuk menyontek, faktor tersebut terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri sendiri.
Lantas bagaimana dengan penggunaan Chat GPT di China, terlebih bagi para siswa?
Anak-anak sekolah di China mulai beralih ke Chat GPT, chatbot berbasis AI ( Artificial Intelligence /kecerdasan buatan), untuk memangkas waktu pekerjaan rumah mereka.
Para murid ini meloloskan diri dari "Great Firewall" China untuk menggunakan Chat GPT dalam menulis laporan buku dan meningkatkan kemampuan bahasa.
Dengan kemampuannya yang dapat menghasilkan esai, puisi, dan kode pemrograman kelas A dalam hitungan detik, Chat GPT telah menjadi perhatian dunia.
Namun, program itu juga menimbulkan kekhawatiran para guru atas kemungkinan kecurangan dan plagiarisme.
Di China, yang untuk mengakses Chat GPT hanya bisa dilakukan dengan VPN, lebih dari 12 murid mengatakan kepada AFP bahwa mereka menggunakannya untuk menulis esai, memecahkan soal sains dan matematika, serta membuat kode komputer.
Esther Chen (11) mengaku, Chat GPT bisa memangkas separuh waktu belajarnya di rumah, sedangkan saudara perempuannya yaitu Nicole menggunakannya untuk belajar bahasa Inggris.
Esther, yang sekolah di kota besar Shenzhen, biasanya menghabiskan empat hingga lima jam setiap hari untuk mengerjakan pekerjaan rumah sebelum ada Chat GPT.
"Ibuku akan begadang sampai aku menyelesaikan semua pekerjaan rumahku dan kami akan terus bertengkar," katanya.
"Sekarang, Chat GPT membantuku melakukan penelitian dengan cepat."
Beberapa murid mengatakan kepada AFP, mereka membeli nomor seluler asing secara online atau menggunakan VPN untuk lolos dari firewall dan mengakses Chat GPT.
Ada penjual yang membanderol nomor ponsel Amerika Serikat seharga hanya 5,5 yuan (Rp 12.200), kemudian nomor India harganya kurang dari 1 yuan (Rp 2.200).
Bagi yang tidak dapat mengakali firewall, AI Life di aplikasi WeChat yang popuker hanya mengenakan biaya 1 yuan untuk mengajukan pertanyaan kepada Chat GPT, seperti halnya layanan lainnya.
Chat GPT juga digunakan beberapa murid China untuk persiapan ujian Bahasa Inggris.
Biasanya, murid-murid belajar ribuan kata dengan hafalan bersama tutor mahal sebelum ujian masuk perguruan tinggi di Amerika Serikat, Inggris, atau Australia.
3 Dampak Buruk Ketergantungan Menyontek Gunakan Chat GPT
Mengutip dari eprints.mercubuana-yogya.ac.id, berikut sejumlah faktor internal dari menyontek:
1. Self Efficacy yang rendah
Self efficiacy merupakan keyakinan terhadap kemampuan dalam melaksanakan ujian dan menyelesaikan tugas. Siswa dengan self efficiacy tinggi biasanya lebih percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya dan menolak kegiatan mencontek. Sedangkan siswa dengan sel efficiacy rendah biasanya tidak memiliki percaya diri terhadap kemampuannya, sehingga lebih memilih jalan praktis dengan cara menyontek.
Jika sudah terjerumus dalam kebiasaan menyontek. Pelan-pelan rasa percaya diri akan hilang dan kamu sepenuhnya akan ketergantungan menyontek.
2. Menumpulkan Kemampuan Berpikir
Siswa dengan kemampuan akademik yang rendah akan lebih cenderung untuk menyontek dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi. Ketika siswa memperoleh hasil ujian yang rendah dengan kemampuannya sendiri, maka siswa menjadi malas belajar. Sehingga alasan tersebut mendorong siswa untuk menyontek.
Jika sudah kecanduan menyontek. Dikhawatirkan siswa bisa malas berpikir dan menyebabkan motivasi menguasai ilmu akan terkikis.
3. Menjadi Tidak Disiplin
Siswa kadang kesulitan untuk mengatur waktu belajar sehingga mendorong mereka untuk menyontek. Bila seseorang memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik maka dapat memprioritaskan pekerjaan mana yang diselesaikan terlebih dahulu, sehingga tidak perlu menyontek.
Adapun siswa yang sudah ketergantungan menyontek cenderung akan lalai dan berleha-leha karena menganggap menyontek bisa menyelesaikan masalah dengan cepat.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Berita Jatim dan Berita Viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com