TRIBUNJATIM.COM - Chief Technology Officer (CTO) OpenAI, Mira Murati tidak menyangka "anaknya" yakni Chat GPT akan disambut dengan antusias saat dirilis November tahun lalu.
Tetapi, dia khawatir chatbot itu akan disalahgunakan.
"Kami tidak mengantisipasi tingkat kegembiraan dari menempatkan anak kami di dunia.
Faktanya, kami bahkan merasa gentar untuk meletakkannya di sana," ujar Mira Murati yang juga sebagai pimpinan tim pengembang Chat GPT, dalam wawancaranya dengan Majalah Time.
Gentar
Mira Murati tidak menjelaskan bagaimana rasa gentar itu, namun, dia menambahkan, alat Kecerdasan Buatan (AI) ini harus diatur karena dapat digunakan oleh aktor jahat.
Di samping itu, Chat GPT mungkin mengarang fakta dengan percaya diri mengeluarkan kebohongan tanpa sedikit pun berhati-hati, sama dengan alat lain yang diberdayakan oleh AI berdasarkan model bahasa.
"Tantangan dengan ( Chat GPT ) adalah tantangan serupa yang kita lihat dengan model bahasa dasar yang besar, itu mungkin mengarang fakta," tegas Murati.
Chat GPT belakangan mendapat berbagai respons postif dan negatif dari beberapa kalangan sebagai masa depan segala sesuatu, mulai dari pencarian hingga pendidikan, dan masalah mengada-ada memang akan menjadi alasan yang penting untuk memiliki perasaan campur aduk tentang meluncurkannya ke publik.
"Penting bagi OpenAI dan perusahaan seperti kami untuk membawa ini ke kesadaran publik dengan cara yang terkontrol dan bertanggung jawab," ungkap Murati.
Kemudian, tentu saja, ancaman propaganda buatan AI yang murah dan efektif serta pagar pembatas yang umumnya tidak kuat juga tak membantu, seperti dikutip dari Futurism.
Komentar Mira Murati juga mengikuti laporan NYTimes yang mengungkapkan, OpenAI benar-benar membuat keputusan untuk merilis Chat GPT secara tiba-tiba, memberi karyawan waktu hanya dua minggu untuk mempersiapkan bot lalu meluncurkannya.
Diklaim, hal ini dalam upaya untuk memastikan perusahaannya, yang didirikan sebagai organisasi nirlaba dan berfokus pada keamanan AI, sebelum beralih ke model nirlaba pertama kali memasuki pasar.
"Ini adalah momen unik di mana kami memiliki agensi dalam membentuk masyarakat. Dan itu berlaku dua arah, teknologi membentuk kita dan kita membentuknya. Ada banyak masalah sulit untuk dipecahkan," ujar Mira Murati.
Dia menekankan, bagaimanapun, OpenAI akan membutuhkan semua bantuan yang dapat diperolehnya, termasuk dari regulator, pemerintah, dan semua orang. "Tidak terlalu dini untuk mengaturnya," tutup Mira Murati.
Lantas siapakah sosok Mira Murati sebenarnya?
Simak ulasan TribunJatim.com tentang sosok dan biodata Mira Murati dalam artikel berikut ini.
Biodata dan Biografi Mira Murati
Mira Murati merupakan wanita berusia 35 tahun yang lahir dan besar di San Francisco, Amerika Serikat (AS).
Ia memulai pendidikan strata satunya (S-1) di Thayer School of Engineering di Dartmouth College, AS, dan mendapat gelar Sarjana Teknik.
Menurut profil LinkedIn Mira Murati, dia sempat magang sebagai analis di firma keuangan AS, Goldman Sachs.
Kemudian, Mira Murati bekerja sebagai Senior Product Manager of Model X di Tesla selama tiga tahun, tepatnya 2013 hingga 2016.
Dua tahun setelahnya, Mira Murati bergabung ke perusahaan OpenAI pada Juni 2018.
Jabatannya saat itu adalah Vice President of Applied Artificial Intelligence and Partnership.
Sejak saat itu, Mira Murati bertanggungjawab menjadi Senior Vice President of Research and Product.
Pada Mei 2022 lalu, Mira Murati dipromosikan menjadi Chief Technologi Officer OpenAI yang berbasis di California.
Kenaikan jabatan itu membuat dirinya memimpin pengembangan produk dari chatbot Chat GPT.
Mira Murati juga bertanggungjawab sebagai ketua tim untuk proyek yang memungkinkan pengguna membuat karya seni realistis berbasis teks.
Proyek tersebut kini dikenal dengan DALL-E, mesin pembelajaran yang bisa mengolah data teks untuk dikonversi menjadi gambar.
Proyek Dall E dimulai pada 2021 sebagai hasil pengembangan lanjutan dari GPT-3 (generasi ketiga).
Dall E dapat menghasilkan gambar dari sekumpulan data teks yang dimasukkan pengguna.
Akurasi dan resolusi gambar yang bisa dihasilkan Dall E terus ditingkatkan hingga dirilisnya Dall-E 2 pada 6 April 2022.
Tanggapi kritikan terhadap Chat GPT
Seperti yang disebut di atas, Chat GPT mampu merespons, memberi sebuah jawaban terkait sebuah pertanyaan, hingga menyelesaikan ujian akademik.
Kemampuan tersebut sempat membuat orang takjub sekaligus khawatir.
Sebab, kehadiran teknologi tersebut secara tidak langsung membuat pada siswa ataupun mahasiswa di berbagai tingkat pendidikan menggunakan Chat GPT secara tidak bertanggungjawab.
Para siswa ataupun mahasiswa dapat menerima jawaban instan tanpa melalui proses belajar.
Menurut Murati, terlepas dari kemampuan Chat GPT yang sempat menuai banyak kritik negatif di media maya, kehadiran teknologi ini punya sisi positifnya.
Salah satunya mempermudah siswa ataupun mahasiswa memiliki gaya belajar yang baru dan lebih dipersonalisasi.
“Sekarang perusahaan sedang dalam tahap pengembangan dan penelitian. Jadi, saya tidak ingin memberi komentar lebih lanjut.
Namun, saya pikir kami ( OpenAI ) bisa melihat potensi untuk merevolusi cara kita belajar,” jelas Mira Murati kepada Time Magazine.
Sebab, pengguna dapat bertanya terkait sebuah topik, lalu Chat GPT akan memberikan jawaban untuk meningkatkan pemahaman pengguna.
Hal ini bisa menjadi potensi yang cukup besar untuk membantu sebagian orang di dunia pendidikan.
“Murid di kelas, katakanlah 30 orang. Mereka punya latar belakang yang berbeda, cara belajar yang berbeda, tetapi setiap orang menjalani kurikulum pendidikan yang sama,” jelas Mira Murati
“Dengan Chat GPT, Anda dapat berkomunikasi tanpa henti untuk meningkatkan pemahaman Anda (terhadap suatu isu). Ini punya potensi yang besar untuk membantu setiap orang di dunia pendidikan agar memiliki gaya belajar yang lebih dipersonalisasi,” lanjutnya.
Akan tetapi, Mira Murati mengaku bahwa Teknologi AI bisa memberi dampak negatif atau bahkan disalahgunakan.
Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk meningkatkan kesadaran dan mengedukasi pengguna terkait penggunaan AI dengan cara yang bermanfaat dan bertanggungjawab.
“Penting bagi OpenAI dan perusahaan lain seperti kami untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait penggunaan AI yang terkontrol dan bertanggungjawab. Namun, jumlah kami (karyawan di OpenAI) sedikit dan butuh banyak saran terhadap sistem kami, seperti dari pemerintah sebagai regulator ataupun masyarakat,” tutup Mira Murati, dirangkum KompasTekno ( TribunJatim.com Network ) dari International Finance, Sabtu (25/3/2023).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Berita Jatim dan Berita Viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com