Laporan wartawan Tribun Jatim Network, Imam Taufiq
TRIBUNJATIM.COM, BLITAR-Nasib pilu dialami oleh dua bocah di Blitar.
Mereka menjadi korban asusila tetangganya.
Semua bermula dari jaringan wifi yang lemot.
Perbuatan bejat atau cabul itu bisa dilakukan siapa saja, bukan cuma orang orang tua kepada anak kecil namun yang biasa terjadi itu si pelaku punya pengaruh atau kendali terhadap korbannya. Di Blitar, seorang tehnisi wifi, IR, pria berusia 36 tahun yang tinggal di Kecamatan Kanigoro ini dijebloskan ke sel Polres Blitar, Minggu (11/6/2023).
Itu karena pria sudah beristri dengan dua anak ini dilaporkan dua korbannya, yang masih di bawah umur, dengan dugaan pencabulan.
Yakni, Nh, siswi kelas 6 SD dan SS, siswi kelas 1 SMP yang tak lain tetangga desa pelaku sendiri atau berjarak sekitar 800 meter dari rumah kontrakkan pelaku yang ada di Desa Minggirsari.
Terkuaknya kasus ini langsung membuat gempar warga karena pelaku itu diketahui sering datang ke rumah kedua korbannya dengan berdalih memperbaiki jaringan wifi di rumah korban yang lemot.
Tidak disangkanya, itu hanya modus pelaku agar bisa melancarkan nafsu bejatnya.
"Modusnya, seperti itu. Pelaku memang dikenal sebagai tehnisi wifi sehingga tidak dicurugai dan ada alasan saat datang ke rumah korbannya," uhar AKP M Gananta, Kasatreskrim Polres Blitar.
Baca juga: Soal Kasus Pencabulan Murid Taekwondo Solo, Anak Petinggi Polri Diperiksa
Menurutnya, kasus dugaan pencabulan dua gadis yang rumahnya berdekatan itu terjadi sekitar akhir 2022 dulu.
Namun, itu baru terungkap beberapa pekan ini karena pengakuan salah satu korbannya, yang sepertinya keceplosan kepada orangtuanya ketika jaringan wifi di rumshnya lemot.
Oleh orangtuanya, korban disuruh menghubungi pelaku karena selain yang punya jaringan wifi yang disambung-sambungkan ke rumah warga, dia juga yang bisa memperbaikinya selama ada masalah dengan jaringan wifi yang terpusat di rumah kontrakan pelaku itu.
Namun, korban yang biasa menelpon pelaku jika wifi-nya lemot, kali ini tidak mau dan menyuruh orangtuanya sendiri yang menghubunginya. Alasan korban, cukup membikin kaget orangruanya.
"Kata korban, dirinya takut pada pelaku. Karuan itu membuat orangtuanya bukan sekadar kaget namun heran sehingga mendesak anaknya untuk bercerita, ada apa dengan pelaku," ungkapnya.
Karena terus didesak sehingga korban yang masih ingusan itu akhirnya mengaku kalau pernah diperlakukan tak senonoh oleh pelaku.
Itu terjadi di rumah korban masing-masing dan terjadi di saat pelaku sedang memperbaiki jaringan wifi yang lemot. Sebab, kedua korban itu menyalur wifi dari rumah kontrakan pelaku dengan tarif sekitar Ro 100.000 per bulan.
Dan, bisnis seperti pelaku itu cukup ngetrend di kalangan masyarakat. Itu bukan patungan menyambung namun pelaku menyambung wifi sendiri kemudian 'diperjualbelikan' ke warga lainnya. Otomatis, warga juga merasa ringan karena tak bayar penuh. Begitu juga pelaku untung karena wifi di rumahnya dibayari oleh orang yang minta sabungan itu.
"Kalau soal itu sih, tidak ada masalah wong namanya patungan wifi biar sama ringan. Namun, yang jadi masalah karena pelaku itu berbuat seperti itu," ungkapnya.
Sepintas, pelaku lumayan cerdas dalam berbisnis namun sayangnya kecerdikannya itu tidak bisa mengontrolnya.
Sebab, tahu kalau siang hari rumah korban sepi karena orangtuanya sedang ke tegalan, pelaku muncul niat jahatnya.
Ia mencari cara bagaimana bisa datang ke rumah kedua korban itu tanpa dicurugai orang lain, terutama orangtua korban dan malah korbannya sendiri yang menyuruhnya datang.
Setelah mengotak-atik caranya, yang dianggap paling aman dari kecurigaan orang lain, akhirnya pelaku menemukan modus yang jitu. Yakni, jaringan wifi yang tersambung ke rumah korban dibikin lemot sehingga mereka akan menghubunginya, untuk disuruh memperbaikinya.
"Ternyata, benar. Saat jaringan wifi di rumahnya lemot, korban memberi tahunya. Tanpa sadar kalau itu trik pelaku, korban minta segera diperbaiki. Namun, pelaku tak buru-buru datang melainkan menunggu saat orangtua mereka tak ada," ujarnya.
Tanpa rasa sedikit takut kalau dicurigai orang lain, pelaku yang punya istri dengan dua anak itu dengan santai dan 'senyam-senyum' dalam hati datang ke rumah korban yang sudah diincarnya.
Meski berpapasan dengan orang lain, bahkan disapa pun, ia dengan terus terang akan mengaku kalau akan ke rumah korbannya, untuk mempetbaiki jaringan wifi yang tiva-tiba lemot. Padahal, itu tak lain karena sengaja dibikin lemot oleh pelaku sendiri.
"Iya, memang begitu caranya," ujarnya.
Begitu sampai di rumah korban, pelaku pura-pura minta ditunjukkan tempat saluran kabel wifi yang ada di rumah korban.
Sambil melirik ke segala penjuru dalam rumah itu dan diketahui aman, pelaku langsung mengerayangi tubuh korban. Bahkan, bukan cuma itu, kepada kedua korbannya itu, meski belum sampai 'dibegitukan' namun perbuatan pelaku sudah kebablasan.
Sebab, korbannya dipaksa dengan diciumi lalu diancam agar tidak bercerita kepads siapapun.
Mungkin, memang karena benar-bebar ketakutan, sehingga korban tutup mulut selama beberapa bulan ini.
Baru kemarin itu, saat wifi di rumahnya lemot lagi, korban tak berani menelpon pelaku karena takut kalau pelaku datang, lalu kembali berbuat nakal lagi.
Kasus pencabulan juga terjadi di tempat lain, beberapa waktu lalu.
Seorang santriwati mengalami nasib pilu.
Santriwati tersebut tak kuasa saat pimpinan ponpes berbuat terlalu jauh.
Korban hanya bisa merintih pilu.
Pelaku membungkus aksi kejahatannya dengan ruqyah.
Teriakan pilu seorang santriwati pondok pesantren di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, dia menangis menceritakan apa yang dialaminya di Ponpes.
Dilansir dari TribunStyle, FA (13) mengaku dilecehkan oleh pimpinan pondok pesantren yang dipanggilnya Abah.
Berdalih meruqyah, sang pimpinan pondok pesantren justru meraba bagian sensitifnya hingga membuatnya berteriak.
Alih-alih dapat pertolongan, temannya justru mengira FA tengah kesurupan.
Lantaran takut kembali ke pondok pesantren, FA kemudian memilih kabur lewat jendela.
FA (13) santriwati pondok pesantren di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, sambil bergetar menceritakan kejadian dugaan kekerasan seksual yang dialaminya.
Kejadian pertama kali dialami pada Mei 2023. Saat itu pimpinan ponpes, yang dipanggil Abah, masuk ke dalam kamarnya.
Abah memanggilnya dengan alasan ingin memperlihatkan jam tangan.
"Saya lihat jam tangan kemudian Abah tiba-tiba ikuti dari belakang dan hendak masuk ke dalam kamar. Saya kaget dan langsung menutup pintu namun Abah paksa saya untuk buka pintu dan masuk ke dalam kamar asrama. Lalu Abah menutup pintu hingga saya terjatuh," kisah FA.
Ia tidak mampu lagi menahan tangis, air matanya jatuh begitu saja.
Saat masuk ke dalam kamar, Abah mengancam dan mendekati FA.
Terduga pelaku lalu memeluknya.
FA memohon agar Abah tidak melakukan perbuatan tidak senonoh kepadanya.
Karena dikuasai hawa nafsu, terduga tidak menggubris perkataan FA. Terduga membekap mulutnya.
"Saya mohon kepada Abah jangan ginikan. Masa depan saya masih panjang. Tapi si Abah tidak mau mendengarkan ucapan saya berkali-kali saya berteriak minta tolong sama teman-teman," ucap FA.
"Abah sempat memegang mulut saya, sambil berkata diam kamu. Namun dirinya terus berteriak dan membentak, lalu abah langsung keluar" katanya.
Pada malam hari Ia menceritakan hal tersebut kepada ustazah.
"Saya tidak mau lagi kembali ke pondok itu, takut," sambil terisak FA mengatakan ingin pindah sekolah.
"Saya dilecehkan, alasan Abah obati dengan ruqyah," kata FA.
Pada malam hari, ia menceritakan hal tersebut kepada ustadzah. Atas peristiwa tersebut, ia mengalami sakit dan Abah berpura-pura mengobatinya dengan dalih melakukan ruqyah.
"Abah pura-pura obati kaki saya. Abah pegang kaki saya dan tangan terus naik meraba tubuh ke atas. Saya berteriak," ucap FA.
Keesokan harinya, terduga pelaku kembali masuk ke dalam kamar asrama dan mencoba memeluknya. Ia berteriak lagi.
Namun temannya mengira ia kesurupan.
"Saya dikira kesurupan dan bercanda sama teman-teman," sebutnya.
Setelah itu, ia dan teman-temannya kabur dari ponpes lewat jendela.
Ancaman dari abah sempat dilontarkan ingin memukul.
"Saya tidak mau lagi kembali ke pondok. Saya takut di sana," Ia mengulang lagi kata yang sama.
Ia kembali mengingat kejadian pilu tiap kali berada di Pondok.
FA sudah tidak kuat lagi. Ia ingin bersekolah di tempat lain.
Tak disangka, apa yang dialami FA ternyata dialami pula oleh temannya yang lain.
Bahkan ada yang dipegang payudara hingga ditindih oleh pimpinan pondok tersebut.
Hingga kemudian mereka sepakat untuk kabur dari pondok bersama.
Sebelumnya, pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, diduga mencabuli 29 santriwati.
Mereka sempat kabur dari ponpes lewat jendela dan berlari ke rumah salah satu guru yang berlokasi di belakang pondok.
Saat ini terduga KH (36) selaku pimpinan pondok sudah diamankan di Polres Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com