TRIBUNJATIM.COM - Memberi jeda waktu makan selama lebih dari 10 jam memang terkesan ekstrem.
Tapi sebenarnya, kebiasaan ini sering dilakukan saat bulan puasa tiba.
Namun, siapa sangka?
Pola makan yang juga dikenal dengan diet intermittent fasting ini dipercaya memberi ragam manfaat baik.
Mengutip BBC Food, rencana puasa intermiten merupakan salah satu cara guna meningkatkan metabolisme tubuh.
Menurut Dr. Adam Collins, ahli nutrisi di University of Surrey, seseorang yang mengadopsi pola makan ini mempunyai waktu jeda makan idealnya selama 12 jam.
Makan dengan batasan waktu memang mendukung penurunan dan kontrol berat badan.
Beberapa orang secara sukarela, bahkan meningkatkan jeda waktu makannya menjadi 1-16 jam per hari.
Tetapi, perlu diketahui, semua pilihan asupan dan pola puasa itu harus dilakukan secara konsisten.
Lalu, muncul pertanyaan apakah jenis puasa intermiten ini mempunyai efek yang sama pada semua orang?
Collins menjawab, kalau hal itu tergantung kondisi tubuh dan seberapa aktif mereka dalam berkegiatan sehari-hari.
“Ini tergantung pada jenis asupan apa yang mereka konsumsi. Terlebih aktivitas tubuh juga sangat berpengaruh.
Apakah mereka cukup aktif atau tidak sama sekali.
Serta berapa banyak kalori yang sudah diterima sepanjang hari,” tutur Collins.
Selain itu, Collins juga tidak menyarankan pola makan intermittent fasting pada seseorang yang mengalami kekurangan berar badan.
Faktor lainnya yang ikut memaksimalkan efek dari intermittent fasting adalah ritme sirkadian dalam tubuh.
Ritme atau siklus tidur ini berperan penting, sebab semua proses pencernaan, metabolisme tubuh, dan seluler mengikuti efektivitas pola tidur tiap orang.
Kemudian, terkait jeda waktu yang cukup lama ini, menjadi pertanyaan selanjutnya yang patut diulik.
Mungkinkah ada manfaat sendiri bila kita tak terlalu sering memberi asupan pada tubuh?
Nyatanya, mengistirahatkan tubuh dari kegiatan makan memang dibutuhkan.
Tapi, lagi-lagi kegiatan ini harus dilakukan dengan konsisten.
Dalam keadaan intermittent fasting, seseorang diminta untuk tidak makan apa pun setelah jam makan terakhir mereka.
Biasanya, selama 10-12 jam ke depan, tubuh akan mulai kehilangan glukosa dalam darah.
Lalu, hati akan memecah lemak menjadi keton atau asam lemak.
Keton ini berperan sebagai bahan bakar tubuh.
Proses pemecahan itu dianggap sebagai perubahan metabolisme tubuh, membuat bobot atau berat badan akan perlahan menyusut.
Kendati, ilmu pengetahuan lainnya menyebutkan, puasa dapat mengaktifkan bahan kimia dan proses tertentu.
Layaknya mendorong pertumbuhan bakteri baik pada usus; yang tentunya dapat bermanfaat bagi tubuh.
Penelitian perihal intermittent fasting pun terkadang juga masih kurang dalam uji klinisnya.
Bahkan, sebagian besar penelitian hanya berpengaruh pada hewan.
Sedangkan, untuk manusia sendiri, manfaat maupun khasiatnya belum benar-benar bisa dipastikan.
Sehingga, disarankan untuk tetap melakukan konsultasi sebelum memilih menjalankan jenis diet satu ini.
Lantas, bagaimana cara memulai menu diet intermittent fasting?
5 cara intermittent fasting
Beberapa penelitian menunjukkan, intermittent fasting menawarkan sejumlah manfaat, seperti lemak berkurang, tubuh lebih sehat, dan panjang umur.
Metode diet ini diklaim lebih mudah diterapkan dan dipertahankan daripada diet tradisional berdasarkan jenis makanan.
Pola puasa intermiten merujuk pada jadwal dan tidak sembarangan.
Cara menjalani diet intermittent fasting juga berbeda untuk setiap individu, tergantung kenyamanan dan kecocokan masing-masing.
Berikut lima cara intermittent fasting yang dapat dicoba dan dicocokkan dengan masing-masing individu:
1. Puasa selama 12 jam sehari
Cara intermittent fasting pertama adalah berpuasa selama 12 jam sehari dan mengonsumsi makanan selama 12 jam sisanya.
Dikutip dari laman Medical News Today, puasa selama 10–16 jam per hari memicu tubuh mengubah simpanan lemak menjadi energi, yang melepaskan keton ke dalam aliran darah.
Kondisi tersebut lama-kelamaan akan mendorong penurunan berat badan.
Berpuasa selama 12 jam pun tergolong mudah, yakni dengan memasukkannya ke dalam periode tidur.
Misalnya, jadwal berpuasa dari pukul 07.00 malam hingga jam 07.00 pagi.
Sebelum waktu puasa, segera selesaikan makan malam dan berhenti makan hingga waktu berbuka.
Meski puasa, seseorang yang menjalani metode intermittent fasting masih bisa mengonsumsi air putih untuk mencegah dehidrasi.
Hal yang dilarang hanyalah mengonsumsi makanan, termasuk camilan dan makan makanan berat.
2. Puasa selama 16 jam
Pola 16:8 atau puasa selama 16 jam artinya hanya boleh makan selama delapan jam dalam satu hari.
Jenis puasa intermiten ini kemungkinan bermanfaat bagi seseorang yang telah mencoba pola 12 jam, tetapi belum melihat manfaatnya.
Pada metode ini, orang biasanya akan menyelesaikan makan malam pada pukul 08.00 malam dan melewatkan sarapan keesokan harinya.
Mereka juga tidak akan mengonsumsi makanan sampai waktu siang tiba, tepatnya pada pukul 12.00 siang.
3. Puasa selama 2 hari dalam seminggu
Berpuasa selama dua hari dalam seminggu atau 5:2 adalah cara intermittent fasting selanjutnya yang banyak diterapkan.
Metode ini mengharuskan seseorang untuk makan makanan sehat dan bergizi seimbang selama lima hari, dan mengurangi asupan kalori pada dua hari lainnya.
Selama dua hari "berpuasa" atau hari pengurangan asupan kalori, pria umumnya hanya akan mengonsumsi 600 kalori, sedangkan wanita sebanyak 500 kalori.
Biasanya, mereka akan memisahkan hari berpuasa dalam seminggu.
Sebagai contoh, berpuasa pada Senin dan Kamis, serta makan teratur pada hari lainnya.
Dengan demikian, ada setidaknya satu hari nonpuasa atau hari jeda di antara hari-hari berpuasa.
4. Puasa hari alternatif
Puasa hari alternatif merupakan cara intermitten fasting dengan berpuasa selama dua hari sekali dalam satu minggu.
Bagi sebagian orang, puasa alternatif artinya sama sekali tidak mengonsumsi makanan padat saat hari berpuasa.
Namun, sebagian lainnya tetap mengizinkan konsumsi makanan dengan batas maksimal 500 kalori.
Sementara itu, pada hari diperbolehkan makan, mereka akan mengonsumsi makanan padat sebanyak yang dikehendaki.
Sebagai catatan, puasa hari alternatif termasuk bentuk ekstrem dari intermitten fasting. Metode ini juga mungkin tidak cocok untuk pemula atau orang dengan kondisi medis tertentu.
Bukan hanya itu, metode diet ini juga lebih sulit untuk dipertahankan dalam jangka panjang.
5. Puasa mingguan selama 24 jam
Puasa sepenuhnya selama satu atau dua hari dalam seminggu dikenal sebagai diet Eat-Stop-Eat.
Metode ini mengharuskan seseorang untuk tidak makan makanan apa pun selama 24 jam setiap kali berpuasa.
Mereka umumnya akan memulai puasa dengan sarapan dan berbuka pada saat sarapan keesokan harinya.
Biasanya, orang-orang yang menjalani diet ini akan mengonsumsi air putih, teh, dan minuman bebas kalori lain selama masa puasa.
Pada saat hari tidak berpuasa, mereka mengurangi asupan kalori total, tanpa membatasi jenis makanan yang akan dilahap.
Kendati demikian, puasa selama 24 jam dapat menimbulkan beberapa efek samping, seperti kelelahan, sakit kepala, dan gampang marah.
Manfaat intermittent fasting
Penelitian terbaru menemukan puasa intermiten untuk menurunkan berat badan memiliki beberapa manfaat dalam jangka pendek.
Puasa dalam waktu singkat dapat memicu ketosis, yaitu proses saat tubuh tidak memiliki cukup glukosa untuk energi, sehingga memecah lemak yang tersimpan.
Kondisi itu menyebabkan peningkatan zat yang disebut keton. Bersama dengan sedikitnya kalori yang dikonsumsi, keton dapat menyebabkan penurunan berat badan.
Tidak hanya itu, penelitian lain mengungkapkan bahwa puasa sama efektifnya dengan diet rendah kalori dalam hal menurunkan berat badan.
Puasa juga memengaruhi proses metabolisme dalam tubuh, yang dapat bekerja untuk mengurangi peradangan dan meningkatkan regulasi gula darah.
Bahkan, metode diet ini dapat memperbaiki kondisi yang terkait dengan peradangan, seperti radang sendi, asma, dan multiple sclerosis.
Bagaimana dampak diet intermittent fasting pada usus dan pencernaan?
Di sisi lain, Profesor Tim Spector di King’s College London dalam buku Spoon-Fed, menjelaskan bila puasa singkat memberikan manfaat sendiri bagi mikroba usus.
Selama kita berpuasa, mikroba akan memakan karbohidrat di lapisan usus. Ini membuat sistem kekebalan pada usus bekerja lebih efisien.
Meski begitu, harus dipahami kalau tubuh setiap orang akan berbeda responsnya bila mereka mulai berpuasa.
Maka dari itu, Spector menyarankan, untuk menguji secara perlahan. Misal, lewatkan sarapan dan lihat efeknya selama beberapa jam ke depan.
Selain itu, ia juga menegaskan kalau sesekali menerapkan intermittent fasting, mampu meningkatkan suasana hati kita, lho.
Adanya perubahan tingkat energi,bisa memengaruhi kondisi atau mood.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Baca artikel terkait menu diet lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com