Berita Jatim

Banting Surat Tilang di Jembatan Suramadu, Pria Asal Sampang Kena Batunya, Kini Jadi Tersangka

Penulis: Ahmad Faisol
Editor: Januar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kanit PJR 8 Jatim Suramadu, AKP Farida Ariyani berupaya menarik baju pengemudi Suzuki Vitara yang bertindak arogan saat ditilang di pintu masuk Jembatan Suramadu sisi Bangkalan, Senin (4/9/2023) siang

Laporan wartawan Tribun Jatim Network, Ahmad Faisol

TRIBUNJATIM.COM, BANGKALAN – Masih ingat kasus pria yang banting surat tilang di Jembatan Suramadu?

Satreskrim Polres Bangkalan menetapkan seorang sopir Suzuki Vitara berinisial MH (35), Desa/Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang sebagai tersangka atas perkara kekerasan atau ancaman kekerasan melawan petugas.

Video MH sempat viral ketika bersitegang dengan Polisi Jalan Raya (PJR) Jatim VIII Suramadu di pintu masuk Jembatan Suramadu, Senin (4/9/2023).

Kapolres Bangkalan, AKBP Febri Isman Jaya mengungkapkan, kasus viral di Jembatan Suramadu antara inisial MH dengan anggota PJR Polda Jatim saat ini sudah naik ke tahap penyidikan.

Sebelumnya, MH hadir ke Polres Bangkalan untuk memenuhi serangkaian pemeriksaan.

“Kemarin (Kamis) ditetapkan tersangka, kami sudah gelar perkara dan memeriksa beberapa saksi termasuk MH,” ungkap Febri didampingi Kasatreskrim Polres Bangkalan, AKP Bangkit Dananjaya dan Kasi Humas Ipda Risna Wijayanti, Jumat (15/9/2023).

Seperti diketahui, perilaku arogan MH mulai dari cekcok, mencakar tangan petugas, hingga berupaya merobek lembaran tilang hingga membuang surat tilang direkam petugas PJR.

Beberapa jam berikutnya, Kanit PJR Jatim VIII Suramadu, AKP Farida Ariyani datang ke Polres Bangkalan untuk melaporkan peristiwa itu.

Farida mendampingi anggotanya sebagai pelapor sekaligus korban, Aipda Zainul tiba di Ruang SPKT Polres Bangkalan sekitar 21.00 WIB.

Baca juga: 9 Hari Operasi Zebra Semeru 2023 di Kota Malang, 350 Pelanggar Kena Tilang Elektronik

Sebelumnya, korban telah menjalani pemeriksaan medis untuk kepentingan visum di RSUD Syamrabu Bangkalan.

Atas tindakan arogan itu, MH dijerat Pasal 212 KUHP yang berbunyi barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas sah atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ratus ribu lima ratus rupiah.

“Namun MH tidak tahan karena di bawah 5 tahun,” pungkas Febri.

Kasus serupa juga pernah terjadi di tempat lain, beberapa waktu lalu.

Mulai diberlakukan polisi di beberapa wilayah Jakarta sejak Jumat (1/9/2023), banyak pengendara protes tilang emisi. 

Banyak pengendara yang protes karena tes uji emisi yang diikuti secara sukarela malah berujung pada sanksi tilang emisi.

Melansir Kompas.com, seorang pengendara mobil jenis Toyota Innova, Feri (45), dibuat heran saat dirinya dikenai tilang emisi.

Feri mengaku, kendaraan miliknya bukanlah mobil lama karena baru dibeli tahun 2019 silam.


"Saya pikir kan razia biasa aja karena kan bukan mobil tua ya," ucap dia di lokasi tes uji emisi, Jalan Industri Raya, Jakarta Pusat.

"Makanya enggak tahu juga ya, padahal kan mobilnya masih muda, belum lima tahun," imbuhnya.

Selain itu Feri mengaku juga sudah melakukan servis rutin dan mengganti oli kendaraannya setiap 10.000 kilometer.

Feri merasa pengetahuannya soal uji emisi ini masih sangat minim.

Sebab ia pun tidak tahu apa kriteria mobil yang lolos uji emisi.

Feri baru mengetahui itu dari hasil yang tertera dari secarik kertas hasil uji emisi.

"Kita kan enggak tahu juga nih, tahunya udah ditilang yah. Hasil uji lebih besar daripada ambang batasnya. Hasil uji 79, ambang batas 40. Iya jadi enggak lulus," paparnya.

Menurut Feri, mestinya bila dilakukan razia, polisi bisa memberikan teguran terlebih dahulu kepada pengendara yang baru pertama kali dikenai tilang uji emisi.

"Ini enggak tahu juga ya, mestinya ditegur dulu. Mungkin kalau awal-awal jangan langsung ditilang ya."

"Mestinya diperingatin dulu. Jadi kan juga kaget," ujarnya.

Sementara itu seorang pria bernama Dody (45) secara sukarela mengikuti uji emisi di kawasan Terminal Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat.

Dengan senang hati Dody mau mengikuti uji emisi karena melihat kegiatan tersebut tengah digelar petugas gabungan.

"Saya sebenarnya enggak berniat untuk ikut, tapi pas lihat ada yang gelar uji emisi di jalan, saya langsung masuk," kata Dody kepada wartawan.

Namun inisiatif Dody untuk mengecek kadar gas buang kendaraan roda dua miliknya berakhir nestapa.

Motor Yamaha Nmax yang dikendarainya dinyatakan tak lulus uji emisi usai diperiksa oleh petugas Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Selatan.

Kendaraan roda dua Dody memiliki kadar Hidrokarbon (HC) di atas 4,5 dan Karbon Monoksida (CO) di atas 2.000, yang mana itu melebih ambang batas maksimal emisi gas buang kendaraan.

"Salah saya juga pakai knalpot modif, jadi saya gagal lolos saat uji emisi," tutur dia.

Lebih lanjut, Dody cukup menyesal berinisiatif ikut uji emisi.

Sebab, pihak kepolisian tak berniat untuk memberhentikan kendaraannya ketika melintas di Jalan Iskandarsyah Raya.

"Perasaannya agak nyesel sih, ya. Tapi mau bagaimana lagi," tutur Dody sambil tertawa.

Penyeselan serupa juga dialami pengendara motor bernama Andi (60) juga ditilang polisi karena kendaraannya tak lulus uji emisi dalam razia yang digelar di depan kantor Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya.

Andi bercerita, semula ia yang melintas dari arah Kuningan menuju Cawang di Jalan MT Haryono melihat adanya plang bertuliskan uji emisi gratis di depan Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya.

"Saya lewat sini ada plang uji emisi gratis, lalu saya ke sini secara sukarela tes, hasilnya tidak lulus dan saya dapat surat cinta (tilang). Apes banget," ucap Andi di lokasi.

Andi sengaja ikut uji emisi secara sukarela karena ia yakin kendaraan yang biasa digunakannya itu bakal lulus uji emisi.

"Tanggapan, saya apes saja, saya cuma tadi lewat saya lihat ada uji emisi gratis saya coba."

"Saya yakin lolos karena motor abis diservis minumnya Pertamax, saya pikir aman-aman saja, ternyata tidak aman," katanya lagi.

Sedangkan seorang pengendara ojek online bernama Wawan (40) mendapat nasib yang sama dengan Dody.

Ia tampak pasrah setelah dikenakan tilang lantaran motornya tidak lolos uji emisi, di tempat uji emisi Jalan Industri Raya, Jakarta Pusat.

Awalnya Wawan masuk ke arah tempat razia secara sukarela karena ia mengira ada uji emisi gratis.

Ia mengatakan, dirinya memang belum pernah ikut uji emisi dan merasa punya waktu yang tepat untuk ikut uji emisi sekalian berangkat ngojol.

"Saya kan mikir cuma nge-tes uji emisi, tahu-tahunya enggak lulus, langsung ditilang."

"Sebelumnya enggak pernah ikut uji emisi, makanya saya pikir 'ah ini uji emisi' tahu-tahunya kok sudah tilang," ujar dia pasrah di lokasi.

Karena motornya tak lulus uji emisi, Wawan mendapatkan selembar surat tilang.

Selain itu, SIM-nya juga ditahan dan harus membayar denda tilang ke kejaksaan.

Namun Wawan mengaku harus mengumpulkan uang terlebih dahulu untuk membayar denda tilang.

"Ya nunggu duit dulu, soalnya ini motor kan mau ganti kaleng juga. Soalnya saya juga lagi ngumpulin duit," ujar dia.

"Ini motornya (Vario) keluaran 2018. Bahan bakarnya Pertalite. Servisnya rutin, enggak tahu kenapa bisa enggak lolos."

"Kan komputer (yang periksa), kita enggak tahu juga," sambung dia lagi.

Lebih lanjut Wawan merasa denda tilang untuk razia uji emisi memiki jumlah yang besar baginya.

Ia berharap pemerintah bisa mengevaluasi lagi besaran denda tilang emisi.

"Ya keberatanlah untuk Rp250.000, itu kan ekonomi turun naik turun penghasilan dari ojol."

"Untuk itu biaya dendanya jangan terlalu besar lah. Warga kecil ini kan kebanyakan ekonominya ke bawah," ucap warga Kalideres ini.

Adapun besaran denda tilang untuk pengendara yang kendaraannya tak lulus uji emisi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pengendara yang sepeda motornya terbukti tidak lulus uji emisi akan ditilang dengan denda maksimal Rp250.000.

Sementara itu pengendara yang mobilnya tidak lulus uji emisi bisa dikenai denda maksimal Rp500.000.

Sanksi tilang ini diterapkan untuk mendorong masyarakat menguji emisi kendaraannya.

Uji emisi ini tengah digencarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka mengatasi masalah buruknya kualitas udara.

Sebab asap kendaraan bermotor dianggap menjadi salah satu penyumbang polusi udara di Ibu Kota.

Terkait banyaknya keluhan masyarakat, Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) Jawa Barat sekaligus pengamat kebijakan publik, Agus Subagyo, menanggapi.

Ia mengatakan jika pemerintah tak mempunyai konsep yang sistematis dalam pelaksanaan tilangnya.

"Terkesan pemerintah tidak responsif, namun reaktif. Setiap ada persoalan yang viral, baru semacam 'kebakaran jenggot' dengan tiba-tiba lakukan tilang emisi," ujarnya.

"Yang seolah-olah tidak punya konsep yang sistematis dalam pelaksanaan tilangnya," ujar Agus Subagyo saat dihubungi Warta Kota, Minggu (3/9/2023).

Menurut Agus, adanya tilang emisi seperti itu justru memungkinkan oknum aparat memanfaatkan hal tersebut untuk mencari uang di jalanan.

"Kebijakan tilang emisi ini menjadi semacam alat bagi oknum aparat untuk mencari uang di jalanan."

"Dan seolah-olah mencari kesalahan pengendara kendaraan, sehingga akhirnya berujung 'damai' di tempat," ujarnya.

"Jangan sampai tujuan kebijakannya bagus, namun praktik pelaksanaannya malah dimanfaatkan oknum aparat untuk mencari uang," lanjutnya.

Terlebih lagi, lanjut Agus, sasaran kendaraan yang diuji emisikan adalah kendaraan tua.

Tak ayal, banyak masyarakat menengah ke bawah yang justru menjadi sengsara atas kebijakan tersebut.

"Masyarakat bawah atau masyarakat miskin pasti punya kendaraannya adalah kendaraan tua, yang tentu harus lakukan uji emisi."

"Sementara masyarakat kaya mampu beli mobil keluaran baru, sehingga aman dari tilang emisi."

"Artinya yang kaya aman, yang miskin menjadi tidak aman," kata Agus.

"Apalagi beban masyarakat miskin semakin berat di mana harga sembako mahal pasca pandemi Covid-19," imbuhnya.

Oleh karena itu, Agus memandang jika pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang intensif terkait tilang emisi tersebut.

Yaitu soal berapa biayanya, di mana tempatnya, dan sistem penilangannya.

"Kebijakan uji emisi dari aspek tujuan sangat bagus, yakni mengurangi polusi udara di Jakarta dan ingin melindungi masyarakat dari ancaman kesehatan," jelas Agus.

"Namun dalam praktik pelaksanaan kebijakan perlu sosialisasi oleh pemerintah dan pihak terkait," pungkasnya.


Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkini