Laporan Wartawan TribunJatim.com, Kukuh Kurniawan
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Polresta Malang Kota menegaskan, tidak ada diskriminasi terhadap perlakuan tindak kejahatan.
Hal itu dilakukan, untuk merespons aksi sekelompok mahasiswa yang menyebutkan bahwa terjadi kriminalisasi korban penganiayaan.
Tim Hukum Malang Peduli Demokrasi (MPD), Gunadi Handoko mengatakan, tidak ada proses hukum yang janggal dalam kasus tersebut.
Bahkan, pihak kepolisian telah melakukan tugas penyidikan secara adil.
Hal itu diungkapkan setelah MPD melaksanakan audiensi dengan Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Budi Hermanto beserta jajaran pada Selasa (16/1/2024) siang
"Harapan kami terjaga ketertiban, keamanan, dan penegakan hukum. Kami berharap Polresta Malang Kota tetap di jalurnya, yaitu fungsi penyidik di mana selalu proporsional dan profesional," ujarnya.
"Tetap terapkan asas Equality Before The Law, yaitu setiap orang memiliki kesamaan di depan hukum. Dan kita sebagai warga negara Indonesia, tentunya mempunyai kewajiban untuk memenuhi hukum yang telah diatur oleh undang-undang," jelasnya.
Sementara itu, seorang ibu bernama Aisyah Najma asal Jakarta mengaku, anaknya yang berinisial HAD (18) menjadi korban pengeroyokan.
Korban yang merupakan mahasiswa perguruan tinggi negeri ini, cekcok dengan kakak tingkatnya pada September 2023 lalu.
Ketika itu, HAD cekcok di seberang Kafe Loteng Jalan Bandung Kota Malang.
Berawal dari cekcok itu, HAD dikeroyok sembilan orang sampai tulang pundaknya mengalami dislokasi.
Baca juga: Alasan Polisi Tak Menahan 17 Tersangka Kasus Pengeroyokan yang Mengakibatkan Santri di Blitar Tewas
"Setelah dikeroyok, anak saya mengalami beberapa luka, sampai tulang di pundaknya itu geser (dislokasi). Waktu itu, posisinya dijatuhkan ke trotoar, lalu dihajar ramai-ramai sekitar sembilan orang," ungkapnya.
Seluruh luka itu sudah divisum, dan kemudian dilaporkan ke Polresta Malang Kota.
"Semua bukti visum, mulai foto hingga dokumentasi kejadian saat pengeroyokan," tambahnya.
Kasus ini sudah diproses dan terdapat bukti-bukti hingga ditetapkan dua tersangka.
"Satunya anak dari polisi dan satunya lagi anak mantan pejabat pajak di Surabaya," tambahnya.
Diketahui, ternyata tersangka pengeroyokan itu juga melaporkan ke pihak kepolisian.
Dari awalnya dugaan penusukan, berubah menjadi laporan pemukulan.
"Inilah yang dijadikan alat kriminalisasi anak saya, yang sebenarnya adalah korban. Tentunya kami ingin memperoleh keadilan. Kalau anak kami tidak bersalah, jangan ditetapkan sebagai tersangka," terangnya.
Sebagai informasi, kasus inilah yang disuarakan oleh sekelompok mahasiswa beberapa waktu lalu.
Namun, dari hasil penyelidikan dan pendalaman pihak kepolisian, cekcok itu terjadi karena ada pertengkaran dan saling pukul dari kedua belah pihak.
Sehingga selain menetapkan dua tersangka, polisi juga menetapkan HAD sebagai tersangka.
Sementara itu, Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto menuturkan, kasus tersebut terus didalami Satreskrim Polresta Malang Kota.
"Tentunya saat ini, kasus tersebut sedang dalam pendalaman Satreskrim Polresta Malang Kota," tandasnya.