Guru SMP Kewalahan Banyak Siswanya Ternyata Belum Bisa Membaca, Singgung Kebijakan Kurikulum Merdeka

Penulis: Alga
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi siswa SMP ternyata belum bisa membaca, guru kewalahan

TRIBUNJATIM.COM - Seorang guru SMP curhat pilu karena mayoritas muridnya ternyata belum bisa membaca.

Lantas bagaimana siswa SMP tersebut bisa lulus SD hingga diterima di jenjang berikutnya?

Ternyata Kurikulum Merdeka disebut punya andil dalam kejadian seperti itu.

Melansir Kompas.com, kisah guru SMP yang mendapati mayoritas siswanya tak bisa membaca ini terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hal itu dialami guru-guru di sejumlah desa di Soe, Timor Tengah Selatan, NTT.

Kejadian ini pun membuat para guru SMP harus bekerja lebih keras karena mengajari anak didik membaca dari dasar.

Mereka kini harus menanggung beban ganda.

Pasalnya mereka harus putar otak bekerja dengan fasilitas seadanya.

Tak hanya itu, rendahnya kualitas peserta didik juga menjadi pekerjaan berat bagi mereka.

Seorang guru matematika di SMPN Teliu, Kecamatan Amanuban Timur, yang bernama Julieta Martins (25), mengungkapkan beratnya perjuangan.

Ia menyebut banyak anak didiknya yang kesulitan membaca.

"Di kelas VII ada 16 murid. Yang bisa baca dengan lancar itu lima orang saja ya," katanya.

"Sekitar 10 orang bisa membaca, tapi masih mengeja cukup lama," papar Julieta Martins.

"Satu murid betul-betul tidak bisa baca," ujar Julieta Martins saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (6/2/2024).

Baca juga: Siswa SMA Demo sampai Nyalakan Api di Sekolah, Gegara Kepsek Merokok? Hilangnya Rasa Kepercayaan

Ia tidak paham bagaimana anak-anak yang tidak lancar membaca ini bisa melewati Sekolah Dasar hingga lulus ke SMP.

Hal yang ia beserta guru-guru lainnya dapat lakukan, yakni terus memberikan pendampingan ekstra kepada peserta didik yang tidak bisa membaca, di luar jam belajar reguler.

"Saya sempat mengajar anak-anak ini, tapi mereka sulit sekali. Bahkan ada yang menyerah di kelas IX, lalu keluar, putus sekolah," lanjut dia.

Guru lain bernama Trifosa S A Nesimnasi (46) juga mengungkapkan hal senada.

Wanita yang sudah 16 tahun menjadi guru IPA di SMPN Oemaman, Kecamatan Kualin, ini mengungkapkan, anak didik yang tidak bisa membaca tersebar merata di setiap jenjang.

"Jumlah murid di sekolah kami ada 78 murid. Nah, anak yang tidak bisa baca tulis itu ada di kelas VII, VIII, dan IX," ungkap Trifosa.

Rinciannya, kelas VII sebanyak dua anak, kelas VIII ada tujuh anak, dan kelas IX ada tiga anak.

Demi menyiasati agar anak-anak tersebut mampu menyerap pelajaran, para guru biasanya mengajari mereka membaca terlebih dahulu dengan sabar sebelum mulai belajar.

Materi belajar membaca berkaitan dengan mata pelajaran yang akan diberikan setelahnya.

Ilustrasi anak-anak membaca buku (Freepik)

Guru IPA di SMPN Kie, Kecamatan Kie, bernama Defretis Salem (36) menambahkan, Kurikulum Merdeka yang menjadi acuan pembelajaran tak menyediakan ruang bagi anak didik untuk tidak naik kelas.

Oleh sebab itu, ada murid kelas VII dan IX yang tidak dapat membaca dan menulis.

"Kurikulum sekarang tidak memungkinkan anak yang tidak bisa itu tidak naik kelas."

"Jadi, meskipun dia sebenarnya tidak memungkinkan, tetap harus naik kelas," ujar Defretis.

Kendati begitu, ketika masih menggunakan kurikulum terdahulu, keadaan tidak jauh berbeda.

Di sekolahnya sendiri, ia tidak tahu persis berapa anak yang tidak bisa membaca.

Tetapi di kelasnya sendiri ada satu orang.

Justru menurutnya, banyak anak terpaksa berhenti sekolah karena tidak bisa membaca dan tidak naik kelas.

Baca juga: Meski Hibahkan Lahan Pribadi Jadi Sekolah, Guru Honorer 17 Tahun Dijanjikan PNS, Kesal ke Bupati

Julieta, Trifosa, dan Defretis pun berharap, peningkatan kualitas anak didik bukan hanya dibebankan kepada guru saja, tetapi juga orang tua di rumah.

"Di sini, kontrol orang tua lemah. Jadi, perkembangan pendidikan anak-anak tidak optimal."

"Kalau kami para guru, jangan ditanya lagi, pasti usaha terus," ujar Defretis.

Sementara mengutip data BPS NTT, Kabupaten Timor Tengah Selatan masuk ke dalam lima Kabupaten di NTT yang tingkat buta hurufnya tertinggi.

Menurut data terbaru 2021, urutan pertama kabupaten yang tingkat buta hurufnya tertinggi yakni Sumba Barat Daya, disusul Sumba Barat, Malaka, Timor Tengah Selatan, dan Sumba Tengah.

Ilustrasi membaca buku (PX.com via TribunSolo.com)

Sementara itu kisah lain datang dari Ali Suryaman yang kini banting setir jadi pengusaha kerupuk tulang ikan bandeng setelah keluar jadi guru honorer.

Keputusannya untuk berhenti jadi guru honorer ternyata tepat, pasalnya kini ia sebulan bisa meraih omzet belasan juta.

Ali Suryaman mengolah tulang ikan bandeng yang dianggap limbah menjadi kerupuk bernilai ekonomis tinggi.

Ali sendiri telah menjadi guru honorer SMA swasta di Kota Serang, Banten, selama 10 tahun.

"Menjadi guru honorer dari tahun 2013 sampai 2022, saya putuskan berhenti," ujarnya.

"Karena ingin fokus mengembangkan bisnis kerupuk tulang ikan bandeng ini," kata Ali saat berbincang dengan Kompas.com di rumahnya pada Jumat (15/12/2023).

Ali pun menceritakan, awal mula mempunyai ide membuat kerupuk tulang ikan bandeng karena banyak rumah produksi sate bandeng di daerahnya.

Pengusaha pembuatan sate bandeng tidak mengolah tulang, melainkan membuangnya karena dianggap limbah dan tidak bisa dimanfaatkan.

Lantas Ali pun meminta ijin untuk membawa tulang, dan diberi tulang sebanyak satu kilogram secara gratis.

Di rumahnya, di Lingkungan Benggala, Kecamatan Serang, Kota Serang, Banten, kemudian mencoba mengolah tulang yang diperolehnya menjadi kerupuk.

Uji coba dilakukannya tak langsung berhasil, hasil berkali-kali tak sesuai keinginannya, seperti rasa pahit dan berbau.

Tidak pantang menyerah, pria berusia 47 tahun ini meraciknya dan akhirnya memiliki takaran dan resep yang pas.

Kini kerupuk tulang ikan bandeng olahnnya memiliki rasa enak, gurih, empuk, renyah tanpa ada bau.

"Butuh waktu juga saya coba berkali-kali supaya rasanya sesuai keinginan. Sebulan lebih akhirnya bisa menghasilkan kerupuk yang pas, enak," ujar Ali.

Baca juga: Sosok Guru Nyaleg Relakan Jabatan Wakasek dan PNS, Istri Sangat Menentang, Jam Kerja Berubah Drastis

Kerja kerasnya merintis usaha kerupuk untuk menghidupi keluarganya membuahkan hasil dengan banyaknya pesanan.

Bahkan kerupuk yang diproduksi bersama kedua anaknya ini diminati, dan sudah pernah dipesan dan disukai warga negara Turki, Qatar, Yaman, Yordania, Singapura, Malaysia.

"Sekarang alhamdulillah orderan banyak, sampai saya kewalahan. Ini juga dibantu sama anak buat produksinya," ujar Ali.

Berkat ide yang kreatif dan inovasinya, kini Ali sudah memproduksi tujuh jenis varian kerupuk dari bahan baku yang tak lazim yang diberi merek 'Refisa Krubasan'.

Ketujuh kerupuk tersebut  dibuat dari bahan utamanya tulang ikan bandeng, jantung pisang, kerang, tutut, telur asin, lele, dan wortel.

Semua produk yang diproduksinya sudah memiliki legalitas baik sertifikat halal, lulus uji kandungan gizi, sertifikat produksi pangan industri rumah tangga, dan mendapatkan hak paten resepnya.

Ali Suryaman saat memperlihatkan bahan baku tulang ikan bandeng dan produk kerupuk siap saji di rumahnya di Lingkungan Benggala, Kota Serang, Banten (KOMPAS.COM/RASYID RIDHO)

Keputusan Ali berhenti menjadi guru honorer memang tak salah, dalam sebulan omsetnya sudah mencapai belasan juta.

Setiap produksi, dari satu kilogram tulang bisa menghasilkan 15 sampai 20 pcs kerupuk siap konsumsi.

"Produksi libur setiap Jumat, sekali produksi bisa menghasilkan 50 pcs. Per pcs dijual harga Rp12.500."

"Kalau omset per bulan yah bisa menyekolahkan anak," ucap Ali.

Meski sudah menguntungkan, dia terus mempromosikan produknya dari satu stand ke stand acara pameran UMKM baik di seputar maupun luar Banten.

Tantangan Ali saat ini yang dihadapi yakni bagaimana cara untuk meningkatkan jumlah produksi kerupuknya agar bisa memenuhi pesanan.

"Saya kan baru mulai terjun di pertengahan tahun 2022. Sekarang saya pakai peralatan sederhana, butuh peralatan produksi yang bisa menghasilkan banyak kerupuk," kata Ali.

"Malu kalau pesanan banyak tapi tidak terpenuhi. Nanti jelek nama saya," sambung dia.

Berita Terkini