TRIBUNJATIM.COM - Sikap Indonesia tegas soal pengiriman bantuan kemanusiaan menuju Palestina yang diblokade.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengutuk keras tindakan tersebut.
Ia mengaku prihatin dengan tindakan menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan yang dikirim ke Gaza Palestina.
Dari bantuan tersebut, termasuk juga terdapat bantuan dari Indonesia.
Baca juga: Presiden Turki Erdogan Sindir Netanyahu Sudah Bikin Hitler Iri, Imbas Genosida Israel ke Palestina
Hal itu disampaikan Retno di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat, (17/5/2024).
"Baru saja mengeluarkan statemen ya, lagi kita prihatin bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza dari waktu ke waktu dihambat, terakhir itu dirayah ya, di depan aparat israel, pembiaran ini terus dilakukan," kata Retno.
Menlu yakin aksi warga Israel menjarah bantuan tersebut sebagai upaya sistematis untuk menghambat masuknya bantuan ke Gaza.
"Kita keluarkan statement, kita kutuk keras hal hal yang terjadi seperti itu dalam artian menghambat bantuan kemanusiaan, karena bantuan kemanusiaan ini sangat diperlukan masyarakat Gaza saat ini," katanya.
Menlu meminta pelaku blokade bantuan tersebut ditindak. Ia meminta ada upaya untuk mencegah kejadian tersebut, agar tidak terulang kembali.
"Kita juga melakukan call ke dewan keamanan PBB agar hal serupa tidak terjadi lagi. Kami juga sampaikan agar bantuan keamanan jadi prioritas dan dilakukan disalurkan tanpa hambatan," pungkasnya.
Sementara itu, sebelumnya Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menyindir genosida yang dilakukan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Menurutnya, Netanyahu sudah membuat pimpinan Nazi Jerman, Adolf Hitler iri dengan genosida yang dilakukan Israel.
Erdogan juga membandingkan apa yang dilakukan Jerman di masa lalu dengan Israel yang saat ini menggempur Palestina.
Selain itu, ia juga mempertanyakan sikap Israel membuat orang yang tak bersalah ikut terkena imbas.
Baca juga: Pasokan Senjata Israel dari Amerika Disetop Sementara, Inggris Beda Pendapat, Bahas Kekuatan Hamas
“Apakah mungkin untuk melihat apa yang telah dilakukan Israel terhadap rakyat Gaza selama berbulan-bulan dan melihat sah-sah saja jika Israel mengebom rumah sakit, membunuh anak-anak, menindas warga sipil, dan membuat orang-orang yang tidak bersalah kelaparan, kehausan, dan kekurangan obat-obatan dalam berbagai bentuk alasan?" Anadolu Agency melaporkan.
"Apa yang dilakukan Hitler di masa lalu? Dia menindas dan membunuh orang-orang di kamp konsentrasi,” kata Erdogan kepada surat kabar Kathimerini Yunani dalam sebuah wawancara.
“Bukankah Gaza berubah menjadi penjara terbuka tidak hanya setelah 7 Oktober, tapi juga bertahun-tahun sebelumnya?"
"Bukankah orang-orang di sana dikurung dalam sumber daya yang terbatas selama bertahun-tahun, hampir seperti kamp konsentrasi?"
"Siapa yang bertanggung jawab atas pembunuhan massal paling brutal dan sistematis di Gaza setelah 7 Oktober?”
“Netanyahu telah mencapai tingkat yang membuat Hitler iri dengan metode genosidanya. Kita berbicara tentang Israel; yang menyasar ambulans, menyerang titik distribusi makanan, dan menembaki konvoi bantuan,” ujarnya.
Israel telah membunuh hampir 35.000 warga Palestina sejak serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 yang merenggut 1.200 nyawa.
Serangan gencar tersebut telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, selain menyebabkan kelaparan dan penyakit yang meluas di wilayah kantong yang diblokade tersebut sejak tahun 2007.
Mahkamah Internasional pada bulan Januari menyatakan “masuk akal” bahwa Israel melakukan tindakan yang melanggar Konvensi Genosida 1948.
Dalam perintah sementara, disebutkan bahwa Israel harus memastikan bahwa pasukannya tidak melakukan tindakan apa pun yang dilarang oleh konvensi tersebut.
Kasus yang diajukan oleh Afrika Selatan ini sedang berlangsung di Den Haag.
Presiden Erdogan mengatakan hak dan kebebasan masyarakat Gaza, terutama hak untuk hidup, telah dilanggar.
“Kami membela hak-hak mereka. Kami membela perdamaian. Israel, sebaliknya, terus melanggar resolusi PBB, hukum internasional, dan hak asasi manusia secara sembrono,” ujarnya.
Pemimpin Turki tersebut mengatakan perlawanan Palestina tidak akan diperlukan jika terdapat “negara Palestina yang berdaulat, merdeka, dan terintegrasi secara geografis, sesuai dengan perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.”
“Hamas juga telah menyatakan bahwa jika ini terjadi, mereka akan membubarkan sayap bersenjatanya dan melanjutkan partai politiknya. Solusi berdasarkan dua negara adalah cara yang efektif untuk menjamin perdamaian abadi dan berkelanjutan,” kata Erdogan, seraya menambahkan bahwa kelompok Palestina menyetujui perjanjian gencatan senjata, namun Israel “tidak menginginkan” gencatan senjata karena ingin “menduduki wilayah tersebut.” seluruh Gaza.”
“Kekejaman dan pembantaian terus berlanjut. Kami terus mengupayakan solusinya. Mereka yang mendukung Israel perlu memikirkan kembali semua peristiwa ini dan berada di pihak yang membela perdamaian dan ketenangan dengan rasa tanggung jawab historis,” katanya.
Hamas pekan ini menyetujui usulan mediator Qatar dan Mesir untuk menghentikan perang yang telah berlangsung selama tujuh bulan, namun Israel menolaknya dan melancarkan operasi di Rafah, tempat 1,4 juta warga Palestina mengungsi.
(Sumber: Middle East Monitor)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com