TRIBUNJATIM.COM - Kisah wanita mabuk selama 2 tahun meski tak minum alkohol viral di media sosial.
Ia sudah tujuh kali mendatangi unit gawat darurat (UGD) dua tahun terakhir dengan keluhan yang sama yakni keracunan alkohol.
Wanita tersebut diketahui berusia 50 tahun asal Toronto, Kanada.
Dikutip dari artikel yang diterbitkan di Canadian Medical Association Journal pada Senin (3/6/2024), perempuan itu pergi ke rumah sakit dengan kondisi seperti mabuk.
Dia tampak mengantuk, bicara dengan tidak jelas, dan napasnya bau alkohol.
Padahal, perempuan tersebut mengaku tidak mengonsumsi alkohol selama beberapa tahun terakhir, karena keyakinan agamanya.
Setelah menjalani sejumlah pemeriksaan, perempuan didiagnosis mengalami Auto-Brewery Syndrome, sindrom yang membuat tubunya mengandung alkohol meski tidak mengonsumsinya.
Baca juga: Kisah Pria 5 Tahun Tinggal di Toilet Umum Bersama Istri & Anaknya, Rela Tidur di Kloset Sempit
Tidak minum alkohol, tapi kecanduan
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (5/6/2024), sebelum berhenti minum alkohol, perempuan asal Kanada tersebut sering minum segelas anggur saat hari libur.
Kebiasaan itu membuatnya menderita infeksi saluran kemih berulang dan penyakit refluks gastrointestinal.
Untungnya, dia menjalani pengobatan dan berhenti minum alkohol selama beberapa tahun terakhir.
Akan tetapi, perempuan itu mulai mengalami perasaan mengantuk berlebihan dan bahkan tertidur saat bekerja atau menyiapkan makanan selama dua tahun terakhir.
Dia memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan lesu dan rasa kantuk berlebihan, ucapan tidak jelas, napas bau alkohol, serta tidak napsu makan.
Dia lalu didiagnosis mengalami keracunan alkohol.
Selama berobat, kadar alkoholnya tercatat sebesar 39 mmol/L dan meningkat hingga 62 mmol/L.
Untuk diketahui, tubuh normal hanya memiliki kadar alkohol kurang dari 2 mmol/L.
Padahal, perempuan itu mengaku tidak mengonsumsi alkohol paling tidak sejak lima tahun lalu.
Dia juga menjalani pemeriksaan bersama psikiater untuk mendapatkan perawatan terkait kecanduan.
Hasilnya, dia terbukti tidak mengalami gangguan penggunaan alkohol dan dinyatakan sehat secara mental.
"Kami setuju dengan diagnosis Auto-Brewery Syndrome, berdasarkan gejala keracunan berulang dengan peningkatan kadar etanol dan pelaporan diri tentang tidak mengonsumsi alkohol," tulis para peneliti dalam jurnal tersebut.
Perempuan Kanada tersebut lalu menjalani diet rendah karbohidrat, mengonsumsi obat antijamur flukonazol dan probiotik, serta mengikuti esophagogastroduodenoskopi dan kolonoskopi.
Dia juga diberi asupan glukosa oral.
Hasilnya, gangguan yang dirasakan perempuan tersebut baru hilang.
Tubuhnya juga terdeteksi tidak memiliki kadar alkohol yang tinggi.
Baca juga: Pantas Ditusuk Malah Pisaunya Patah Jadi 2, Sosok Mak Titin Ternyata Sakti, Lawan Remaja Mabuk: Heh
Auto-Brewery Syndrome
Meski tidak minum alkohol, perempuan Kanada tersebut menderita Auto-Brewery Syndrome sehingga tubuhnya mampu memproduksi alkohol secara otomatis.
Diberitakan CNN, Senin (3/6/2024), Auto-Brewery Syndrome juga dikenal sebagai sindrom fermentasi usus.
Sindrom tersebut merupakan kondisi sangat langka yang terjadi ketika bakteri dan jamur di saluran pencernaan mengubah karbohidrat dalam makanan sehari-hari menjadi etanol.
Para ilmuwan meyakini, sindrom terjadi ketika bakteri dan jamur tertentu memenuhi usus kecil secara berlebihan.
Kondisi ini kebanyakan diakibatkan pertumbuhan dua spesies jamur Saccharomyces dan Candida.
Candida hidup di tubuh, mulut, saluran pencernaan, dan vagina, serta sering kali mengambil alih ketika banyak bakteri menguntungkan mati akibat antibiotik.
Orang yang menderita sindrom tersebut biasanya dapat beraktivitas secara normal.
Namun, mereka baru menyadari kondisinya saat menjalani pemeriksaan.
Baca juga: Sosok Mak Titin yang Ditusuk Remaja Mabuk Berkali-kali Tak Terluka, Pisau Malah Patah, Pelaku Takut
Penderita Auto-Brewery Syndrome berisiko besar mengalami diabetes, penyakit hati, penyakit radang usus, dan sindrom usus pendek.
Namun, dokter penyakit menular dari Toronto University, Rahel Zewude menegaskan bahwa kondisi itu belum tentu dialami semua orang.
“Hal ini memerlukan banyak faktor risiko yang berinteraksi dan menciptakan badai metabolisme agar sindrom ini muncul pada seseorang," lanjutnya.
Salah satu hal yang dapat memicu kondisi tersebut adalah mengonsumsi minuman beralkohol.
Di sisi lain, sindrom itu membuat tubuh butuh banyak asupan karbohidrat agar menghasilkan alkohol.
Karena itu, gejalanya akan memburuk seiring banyak makan karbohidrat.
“Jika dia tidak makan banyak karbohidrat, gejalanya tidak terlalu buruk,” kata Zewude.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com