TRIBUNJATIM.COM - Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2024 tengah menjadi sorotan publik.
Belakangan, sejumlah pejabat ketahuan titipkan anaknya dalam PPDB 2024.
Fakta itu, di antaranya diungkap Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng).
Lantas, bagaimana nasib mereka?
Melansir dari Kompas.com, Sekretaris PPDB Disdik Kota Semarang Fajriah mengatakan, pejabat tersebut melobi dirinya saat pendaftaran PPDB di tingkat sekolah dasar atau SD.
"Insyaallah kami bersih. Siapapun akan kita perlakukan sama," jelas Fajriah saat dikonfirmasi kompas.com, Selasa (25/6/2024).
Dia menegaskan, semua oknum yang berusaha menitipkan anaknya dalam PPDB Kota Semarang tak ada yang berhasil.
Tak terkecuali pejabat.
"Ya namanya berusaha banyak jalan menuju Roma. Tapi kan tak ada yang berhasil satupun," paparnya.
Untuk itu, dia enggan mendata siapa saja pejabat yang ingin menitipkan anaknya agar bisa masuk di sekolah yang diinginkan.
"Kalau pejabat kita tak mendata. Pokoknya kalau datang maksudnya itu (menitipkan anak), langsung kita tolak," ucap dia.
Baca juga: Kecewa Anaknya Tak Lolos PPDB Zonasi, Orang Tua Ukur Jarak Rumah ke Sekolah Pakai Kayu: Keadilan
Modus yang dilakukan calon wali murid untuk menitipkan anaknya pun bermacam-macam.
Mulai dari mengirimkan pesan WhatsApp, menelepon, hingga bertemu tatap muka di Posko PPDB.
"Sampai detik ini kami tidak terima satu pun, rekomendasi dari siapa pun, tidak akan kami loloskan," katanya.
Di sisi lain, sejumlah SD kekurangan jumlah pendaftar PPDB 2024.
Fajriah mengatakan, kendala saat sistem pendaftaran PPDB berlangsung salah satunya sekolah yang kekurangan pendaftaran.
"Ya ada, ada yang pendaftar lebih kecil daripada penampung. Kenyataannya ada kalau yang SD," jelas Fajriah saat dikonfirmasi kompas.com, Senin (24/6/2024).
Baca juga: Penjelasan Kepsek soal Siswi SMA Tak Naik Kelas karena Ayah Laporkan Pungli, Sebut Tak Masuk 52 Hari
Meski demikian, dia berani menjamin tak ada kendala kekurangan jumlah pendaftar untuk SMP pada PPDB tahun ini.
"Tapi kalau yang SMP saya jamin tak ada. Karena SMP ada 198 yang negeri hanya 46," paparnya.
Sementara, jumlah SD negeri di Kota Semarang lebih dari 300-an. Hak itulah yang menyebabkan sejumlah SD negeri kekurangan pendaftaran.
"Itu yang mempengaruhi, pendaftar lebih kecil daripada kuota tampung itu ada," ucap dia.
Adapun sekolah SD negeri yang kekurangan pendaftaran berada di Kecamatan Mijen, Kecamatan Gunungpati dan Kecamatan Ngaliyan.
"Saya tak hafal, harus bukak kepekan (data)," kata dia saat ditanya soal lokasi sekolah yang kekurangan pendaftar.
Kekurangan pendaftar SD negeri juga bisa disebabkan karena di zonasi tersebut anak usia produktif berkurang.
Selain itu, di tiga kecamatan tersebut banyak peminat melanjutkan sekolah ke madrasah yang di bawah Kementerian Agama (Kemenag).
"Program KB berhasil berarti. Kebetulan di daerah-daerah itu mereka lebih suka ke madrasah yang di bawah Kemenag" imbuhnya.
Seperti diketahui, PPDB Kota Semarang 2024 untuk SD sudah ditutup pada Sabtu (22/6/2024) dan akan diumumkan pada Selasa (25/6/2024).
Baca juga: Nasib Siswi SMA Tak Naik Kelas karena Ayah Laporkan Kepsek Pungli, Heran soal Absen, KPAI Bertindak
Sementara itu di Bogor, banyak orang tua yang protes anaknya tak diterima sistem PPDB zonasi.
Melansir TribunnewsBogor.com, sejumlah orang tua mendadak datangi SMAN 3 Kota Bogor pada Kamis (20/6/2024) pagi.
Orang tua ini mendatangi SMAN 3 Kota Bogor lantaran tidak terima dengan hasil penerimaan peserta didik baru sistem zonasi.
Perwakilan orang tua yang datang ini sampai melakukan aksi mengukur manual menggunakan meteran kayu.
"Saya rumah itu di Ciheuleut. Ya jaraknya 650 meter lah kalau ke sini (SMAN 3)," ucap Slamet, orang tua salah satu calon murid SMAN 3 Kota Bogor yang tidak diterima sistem zonasi.
"Tapi, anak saya enggak keterima zonasi," imbuhnya.
Slamet melanjutkan, ia merupakan warga asli Ciheuleut.
Baca juga: Ditutup Nanti Malam, Sejumlah SMA di Blitar Sudah Penuhi Kuota Pendaftaran PPDB Jalur Akademik
Sudah 23 tahun ia tinggal bersama keluarganya di kawasan tersebut.
"Anak saya juga kelahiran asli sini kok," tegasnya.
Ia pun merasa ada kejanggalan dengan sistem zonasi ini.
Slamet mengaku memiliki data bahwa ada dugaan kecurangan menumpang kartu keluarga (KK) yang tidak sesuai.
Jadi disebutnya, ada anak yang menumpang KK agar bisa ikut seleksi PPDB zonasi.
Selain itu, ia juga merasa ada jarak yang lebih jauh dari titik kordinat rumahnya namun diterima di sistem zonasi ini.
"Ya ada sih. Setahu saya temen anak saya itu cuma dua orang. Ada juga yang jaraknya 700 meter tapi diterima," tegasnya.
Di media sosial, aksi orang tua lain yang nekat ukur jarak antara rumah ke sekolah secara manual juga sorotan.
Pasalnya ayah di Bogor tersebut kecewa anaknya tak berhasil lolos PPDB zonasi.
Ia merasa ada kecurangan yang membuat anaknya tak lolos PPDB zonasi.
Tingkah orang tua yang kecewa lantaran buah hatinya tak berhasil lolos itu pun menuai sorotan usai diunggah akun instagram @folkshitt, Jumat (21/6/2024).
Orang tua kecewa anak tak lolos PPDB zonasi, nekat ukur manual jarak rumah dan sekolah (Instagram/folkshitt)
Dalam video tersebut, tampak seorang pria yang tampak memegang batang pohon dengan panjang sekitar 1 meter.
Sembari berjalan kaki, pria tersebut secara perlahan menggulingkan batang pohon yang dipegangnya ke jalanan.
Rupanya pria tersebut sedang mengukur secara manual jarak antara rumah dan SMAN 3 Bogor usai anaknya dinyatakan gagal lolos PPDB jalur zonasi.
Baca juga: Orang Tua Protes Anak Tak Lolos PPDB Zonasi, Curiga Praktek Numpang KK, Pihak Sekolah: Nitip Boleh
Diketahui, pria tersebut bernama Billy Adhiyaksa.
Ia mengukur sendiri panjang jalan dari rumah menuju SMAN 3 Bogor dengan menggunakan ranting pohon.
Padahal diterangkan Billy Adhiyaksa, jarak antara rumahnya dengan sekolah sangatlah dekat, bahkan kurang dari 1 km.
"Saya mau memastikan bahwa rumah saya dan sekolah itu jaraknya hanya 10 menit kalau berjalan kaki," katanya, mengutip Banjarmasin Post.
Billy Adhiyaksa hanya ingin ia mendapatkan haknya yaitu sang buah hati bisa sekolah dekat rumah.
"Saya harap kami sebagai warga di sekitar sini punya hak bersekolah di sini tapi ternyata kamu tidak mendapat keadilan," imbuh Billy Adhiyaksa.
Setelah mengukur secara manual, didapat jarak antara rumah Billy Adhiyaksa dan sekolah hanya berjarak 702 meter.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com