Berita Viral

Curhat Guru Honorer Kena 'Cleansing', Kerja Lebih Berat Dibanding Status PNS: Tua-tua Diam Doang

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi guru honorer demo. Seorang guru honorer kena dampak kebijakan cleansing. Ia mengaku kerjanya lebih berat dibanding guru berstatus PNS.

TRIBUNJATIM.COM - Kebijakan cleansing membuat ratusan guru honorer terdampak.

Mereka semakin tertekan memperjuangkan keadilannya akibat kena kebijakan cleansing.

Dilansir dari Kompas.com, 107 guru honorer ini dipecat secara "halus" di tahun ajaran baru karena kebijakan tersebut.

Nasib para guru honorer itu pun makin terlunta-lunta.

Seperti dialami oleh guru honorer sebut saja Kevin (nama samaran).

Akibat kebijakan tersebut, ia termasuk yang terkena pemutusan kontrak massal sehingga ia tak bisa lagi mengajar.

Baca juga: Curhat Guru Honorer Kerja Lebih Berat dari PNS, Tahun Ajaran Baru Mendadak Dipecat: Kayak Sampah

Padahal, tupoksi mereka bisa dibilang lebih berat dibanding yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

Kevin, seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah negeri di Jakarta, menumpahkan keluh kesahnya menjadi salah satu guru yang diputus kontrak secara sepihak.

Ia telah mengabdi selama 4,5 tahun.

Tugasnya ternyata lebih dari hanya mencerdaskan anak bangsa.

Ia kerap disuruh-suruh karena statusnya sebagai honorer.

"Tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) kami (sebagai) guru honorer, lebih-lebih (banyak)."

"Kalau lagi disuruh-suruh, ya saya sindir, ‘Babu nih’."

"Soalnya pekerjaannya lebih-lebih dari orang (guru berstatus) PNS," kata Kevin kepada Kompas.com, Kamis (18/7/2024). 

Ilustrasi - Ratusan guru honorer dipecat akibat "Cleansing" di Jakarta, pertanyakan nasi hingga mengaku punya tupoksi yang lebih berat dari Guru PNS. (Tribunnews)

Nyatanya, tenaga pengajar yang berstatus PNS justru bermalas-malasan.

Beda halnya dengan guru honorer yang sigap bekerja ini dan itu.

"Yang (statusnya) PNS (malah) malas-malasan. Apalagi yang tua-tua, diam doang, duduk, WhatsApp, suruh kerjain. Kenyataannya kayak gitu,” lanjut Kevin.

Bukan maksud hati Kevin untuk merendahkan derajat guru berstatus lain.

Tetapi, ia menginginkan Pemprov DKI Jakarta membuka mata lebar-lebar dan melihat langsung realita yang ada.

Dengan adanya kebijakan tersebut, Kevin menilai Pemprov seolah memandang sebelah mata guru honorer.

"Jangan nanti (guru honorer) diibaratkan kayak sampah. Pengabdian kami lebih bagus dibandingkan (guru) PNS. Kalau disuruh, gerak cepat kami. Kalau ditanya kinerja, boleh diadu," ujar dia. 

Baca juga: Sosok Dono Guru Honorer Sudah 13 Tahun Mengabdi, Tahun Ajaran Baru Dipecat, Nasib Kini Cari Lowongan

Berdiam diri di rumah

Sebagai kepala rumah tangga yang menghidupi istri serta anaknya, Kevin kini hanya berdiam diri di rumah usai dipecat secara sepihak akibat kebijakan tersebut.

Kebijakan cleansing sangat berdampak bagi kehidupannya.

Kevin kehilangan sumber pendapatan untuk menghidupi keluarga.

"Ya pasti (dampaknya sangat besar). Saya kepala keluarga lho, saya punya anak dan istri. Kalau saya diam begini sambil cari pekerjaan, terus istri minta uang bulanan, saya harus jawab apa?" kata Kevin.

Kevin mengaku, namanya sudah tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Kevin juga mengaku memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). 

Namun, karena pada Desember 2023 tengah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Jakarta Selatan, urusan Dapodik milik Kevin akhirnya terbengkalai.

Baca juga: Rela Keliling Jualan Kerupuk sebelum Ngajar, Guru Honorer Pilu Gajinya Tak Mampu Sekolahkan Anak

Sementara itu kisah lainnya, seorang guru honorer bernama Pak Apip belakangan jadi sorotan setelah menceritakan nasibnya.

Apip guru honorer itu ternyata selama ini hanya dibayar Rp 300 ribu.

Bekerja sebagai tenaga pendidik honorer, Pak Apip enggan mendaftarkan diri sebagai pegawai negeri.

Hal tersebut lantaran dirinya merasa malu terhadap para saingannya yang punya status sekolah lebih tinggi.

Beberapa dari mereka bahkan berhasil mendapatkan gelar sarjana.

Akhirnya Apipudin, seorang guru honorer, kini telah memutuskan untuk pensiun dari pengabdiannya sebagai pendidik di sekolah dasar.

Dikenal akrab dengan sapaan Pak Apip, ia tinggal di Kampung Nyenang RT 4 RW 1, Desa Kalaparea, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Pria berusia 67 tahun ini memulai kariernya di SDN Anggarudin pada 2005 dan memutuskan pensiun pada pertengahan 2024 karena alasan kesehatan.

“Saya pensiun karena keinginan saya sendiri. Sekarang di rumah saja karena tidak bisa berjalan tanpa bantuan. Kaki sudah lemas,” kata Apip saat ditemui awak media di rumahnya pada Selasa (16/7/2024) sore, seperti dikutip TribunJatim.com via Kompas.com, Kamis (18/7/2024).

Bapak dari lima anak ini awalnya menerima gaji hanya Rp 300.000 per bulan.

Namun, seiring berjalannya waktu, penghasilannya meningkat meskipun tetap relatif kecil. Beberapa bulan sebelum pensiun, gajinya mencapai Rp 1,2 juta per bulan.

Meskipun penghasilan tidak besar, Apip tetap menyisihkan uangnya untuk merenovasi rumah.

“Dari uang hasil mengajar dikumpulkan untuk membangun rumah. Ada juga tambahan dari pinjaman,” ujar Pak Apip.

Selama 19 tahun menjadi guru, Apip tidak pernah mendaftar atau mengikuti tes seleksi CPNS dan PPPK.

Bukan tanpa alasan, Apip merasa minder karena hanya lulusan SMA sederajat, sementara banyak orang lain yang memiliki gelar sarjana.

“Belum pernah ikut seleksi CPNS dan PPPK karena minder dengan lulusan yang cuma SMA, sedangkan orang lain sarjana. Kalau keinginan mah ada, ingin jadi pegawai negeri,” ungkap Apip.

Kini, Pak Apip menghabiskan masa tuanya bersama sang istri di rumahnya.

Empat dari lima anaknya sudah berkeluarga, sementara putra bungsunya belum menikah.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Berita Terkini