TRIBUNJATIM.COM - Hidup Mbah Rupiah yang miris di masa lalu ternyata tidak membuatnya beroleh kehidupan layak di masa tua.
Mbah Rupiah merupakan satu di antara banyak contoh nenek yang hidupnya telantar menjelang usia tua.
Seorang nenek di Jombang Jawa Timur bernama Rupiah ternyata cukup miris.
Mbah Rupiah pernah sangat disakiti oleh adik kandung dan suaminya sendiri.
Kisah nyatanya yang mirip cerita 'Ipar Adalah Maut' itupun menyita perhatian.
Rupiah (80) asal Jombang, Jawa Timur, hidup sebatang kara di Nunukan, Kalimantan Utara.
Sudah lebih dari lima bulan, ia ditampung di rumah Ketua Paguyuban Keluarga Jawa (Pakuwaja), Purnomo Putro, di Sei Bilal, Nunukan.
Tidak ada yang tahu persis, cerita lengkap nenek Rupiah dan bagaimana bisa berada di perbatasan RI–Malaysia ini.
Orang hanya tahu bahwa nenek Rupiah tinggal sebatang kara di Nunukan, dan hidup bergantung dengan belas kasihan orang lain.
"Saya dari Desa Ngoro, Kecamatan Mbareng, Jombang," ujarnya saat ditemui, Senin (29/7/2024).
Baca juga: Sosok Alice Norin yang Disorot karena Mirip Davina Karamoy, Pemeran Rani di Film Ipar Adalah Maut
Mbah Rupiah menceritakan dulunya ia mengalami kehidupan yang sangat pahit.
Kehidupan pahit itu ternyata tidak berangsur baik setelah meninggalkan suami dan adik serta mengikhlaskan nasibnya itu.
Nenek Rupiah mengaku pergi merantau sejak berusia muda, usai diceraikan almarhum suaminya.
Ia menjadi korban cinta segitiga, antara dirinya, suami, dan adik kandungnya.
Kisahnya tak ubahnya film yang tengah viral berjudul Ipar Adalah Maut, di mana adik kandungnya merebut suaminya.
Rupiah menuturkan, suaminya diketahui menjalin hubungan terlarang dengan adik kandungnya.
Keduanya dipergoki Rupiah saat bermalam di salah satu penginapan di Jombang, Jatim.
"Begitu saya ketahui hubungan suami istri saya diganggu, saya marah, tapi suami saya malah ngasih saya surat pegat (cerai). Saya dipegat dan suami milih adik saya," katanya lagi, seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Selasa (30/7/2024)
Rupiah mengaku tidak ingat persis semua kisah hidupnya.
Penggalan kisah yang paling dia ingat dengan jelas adalah cerita asmara segitiga, yang membuat hatinya sakit dan cukup membekas.
Baca juga: Suami Hamili Saudara Kembarnya, Curhatan Wanita Ini Viral di TikTok, Seperti Film Ipar adalah Maut
Ia memutuskan pergi dari Jombang, untuk merantau ke Kalimantan dan mencoba menghapus luka yang diakibatkan orang-orang terdekatnya.
Rupiah pernah bekerja di sejumlah perusahaan di Kaltara sebagai tukang masak, sebelum akhirnya telantar di Nunukan.
Tak berselang lama, sekitar enam bulan dari cerita perceraiannya, mantan suaminya mengembuskan napas terakhirnya karena sakit dan merasa bersalah dengan Rupiah.
"Rumah di Ngoro Jombang, tanah dan semua harta mantan suami, diambil semua. Didol (dijual) semua oleh adik saya itu. Terus dia pindah ke Lampung. Jadi saya ini di Ngoro, Mbareng, tidak punya apa apa," lanjut Rupiah.
Kendati demikian, Rupiah mengaku tidak terlalu memikirkan harta tersebut, ia menyesalkan tidak tahu di mana para saudaranya berada.
Baca juga: Mbah Rohani Syok Tertembak Peluru Nyasar saat Asyik Masak di Dapur, Tembus dari Atap, Warga Heboh
Rupiah mengaku bahwa ia merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara.
Sejauh ini, Rupiah hanya tahu nama kota yang menjadi keberadaan adik kandung yang menyakiti hati dan perasaannya, yaitu Kota Lampung.
Sedangkan saudara-saudaranya yang lain, ia tidak ketahui di mana rimbanya.
"Ya wis tidak ingat lagi semua. Sudah nganu, kelalen (lupa). Kalau ke Jombang saya tidak ada yang dituju. Mungkin saja saudara saya sudah meninggal semua. Saya tidak tahu," kata Rupiah.
Baca juga: Nelangsa Mbah Sri Kotak Isi Perhiasan dari Tahun 1980 Raib Digondol Maling, Tetangga Sudah Curiga
Meski di usianya yang senja, Rupiah masih bisa mendengar dan melihat dengan jelas.
Hanya saja, terkadang ia mendadak pikun dan cukup merepotkan Purnomo Putro, yang selama ini menampungnya.
Purnomo menceritakan, ia menampung nenek Rupiah setelah dihubungi warga lantaran ada lansia dari Pulau Jawa yang telantar di Nunukan.
Ia pun mempersilakan untuk dibawa ke rumahnya, dan ditampung sementara, sembari menunggu tindak lanjut laporannya ke Dinas Sosial Nunukan.
Baca juga: Alasan 46 Orang Tinggali 1 Rumah Lapuk di Cimahi, Kamar Mandi Hanya 1, Mbah Sri: Sejak Dulu di Sini
"Waktu dibawa ke rumah, nenek Rupiah tidak bisa jalan karena habis jatuh. Jalannya ngesot. Saya panggilkan tukang urut, dua kali diurut, Alhamdulillah, sudah bisa jalan," ujar Purnomo.
Saking senangnya kakinya sembuh, nenek Rupiah bisa berjalan bolak balik keluar masuk rumah, puluhan kali.
"Kalau pas datang pikunnya, anak-anak saya yang masih kecil sering dibentak. Dia kasih tahu anak-anak jangan main ini itu, kalau gak nurut dia pukul sapu atau benda tumpul lain. Namanya orang tua, kami maklum dan sabar," katanya.
Selain itu, tak jarang nenek Rupiah buang air sembarangan, dan air seninya tercecer di beberapa ruangan dalam rumah.
Kotorannya di closet juga tidak dibersihkan.
Keadaan tersebut menjadi keluhan tersendiri.
Apalagi keluarga Purnomo membuka usaha menjahit.
Baca juga: Mbah Engkos si Penjual Tahu Nangis Kehilangan Rp 3 Juta, Tak Sadar Nurut Disuruh Penipu Cabut Rumput
Saat pesanan banyak dan badan lelah, mereka masih harus membersihkan kotoran nenek Rupiah, di samping mengurus empat anak mereka.
"Saya sering nanya juga ke Dinsos. Kenapa tidak dilakukan tindakan. Kami memang menampung dan membantu nenek Rupiah sebagai tanggung jawab saya karena sesama warga Jawa. Tapi kan pemerintah seharusnya melihat ini masalah serius. Saya harap ada tindakan dari Dinsos," katanya lagi.
Purnomo menegaskan, Pakuwaja sebagai komunitas warga Jawa di Nunukan, sering membantu orang-orang telantar yang berasal dari Jawa.
Terakhir, 2023 lalu, ada sekitar 16 orang telantar dipulangkan.
Baca juga: Mbah Sri Lemas usai Diajak Ngobrol Petugas DLH, Kaget Buka Lemari, Padahal Sudah Nabung Sejak 1980
"Ada satu keluarga anaknya stunting sampai lumpuh. Kita di komunitas tidak ada kas, dan tiket Pelni harganya Rp 800.000 per orang. Saya minta mereka bekerja di warung, dan yang laki-laki di besi bekas. Mereka kerja dua bulan, dan setelah terkumpul cukup uang tiket Pelni, mereka akhirnya bisa pulang," paparnya.
Namun, kasus nenek Rupiah sangat berbeda. Ia tidak punya keluarga, dan jalan satu satunya dikirim ke Panti Jompo.
"Makanya saya tanya ke Dinsos, masa iya tidak punya link untuk dimasukkan ke Panti Jompo. Kan tinggal koordinasi dengan Dinsos Jombang, bisa selesai urusannya. Mohon ini menjadi perhatian," tegas Purnomo.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com