Berita Viral

Nasib Dekan FK UNDIP Diberhentikan Sementara, Imbas Kematian Dokter Aulia, Diduga Ada Pemalakan

Editor: Olga Mardianita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) diberhentikan sementara buntut kematian dokter mudanya, Aulia. Inversitgasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menemukan adanya pemalakan.

TRIBUNJATIM.COM - Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip), Yan Wisnu, diberhentikan sementara menyusul kematian Dokter Aulia Risma Lestari.

Selain itu, aktivitas klinis juga dicabut.

Seperti diketahui, dokter muda ini diduga mengalami perundungan hingga memutuskan mengakhiri hidup.

Kini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menemukan titik terang dalam menginvestigasi kasus tersebut.

Dugaan pemalakan yang dilakukan oleh senior muncul dalam pemeriksaan itu.

Informasi berita menarik lainnya di Google News TribunJatim.com

Baca juga: Nasib Ibu Dokter Aulia yang Diduga Tewas Imbas Dibully, Anak Tiada Kini Suami Nyusul, Menkes: Berat

Adapun dekan FK Undip, Yan Wisnu diberhentikan sementara dari dokter spesialis onkologi di RSUP Dr Kariadi, buntut kematian Dokter Aulia Risma Lestari.

Seperti diketahui, kasus kematian Dokter Aulia Risma Lestari mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang tewas diduga akhiri hidup karena dibully dan dipalak senior menemukan fakta baru.

Kini, keputusan pemberhentian sementara Yan Wisnu tertuang dalam surat nomor KP.04.06/D.X/7465/2024 perihal penghentian sementara aktivitas klinis yang ditujukan kepada Dr dr Yan Wisnu Prajoko, M.Kes, Sp.B, Supsp.Onk(K). 

Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama RSUP Dr Kariadi, dr Agus Akhmadi, M.Kes pada 28 Agustus 2024. 

Wakil Rektor IV Undip Wijayanto menyayangkan pemberhentian itu karena investigasi oleh polisi belum usai. 

Apalagi, pembelajaran di PPDS juga diberhentikan sementara sejak 14 Agustus 2024. 

Hal ini dinilai tergesa-gesa dan merugikan masyarakat yang menjadi pasien maupun mahasiswa PPDS yang menjalani praktik di RSUP Kariadi. 

"Penutupan program studi itu tidak hanya merugikan 80-an para mahasiswa PPDS lainnya, namun juga masyarakat yang mesti panjang mengantre karena kelangkaan dokter di RS Kariadi," ungkap Wijayanto, dilansir Tribun-medan.com dari Kompas.com, Senin (2/9/2024).

Menurutnya, pemberhentian oleh direktur rumah sakit itu dilakukan karena direktur mendapat tekanan dari kementerian kesehatan untuk mengeluarkan keputusan itu. 

Baca juga: Buku Pedoman Dokter Residen Viral usai Kasus dr Aulia, Ada Tugas Junior ke Senior: Harus Manut

Padahal, dia menyebut jam kerja yang overload itu adalah kebijakan rumah sakit yang merupakan ranah kebijakan Kementerian Kesehatan. 

"Seorang residen, julukan untuk mahasiswa PPDS yang praktik di RS, mesti kerja lebih dari 80 jam seminggu. Tidur hanya 2-3 jam setiap hari. Kadang mesti bekerja hingga 24 jam alias sama sekali tidak tidur," ungkapnya. 

Dia melihat peristiwa ini ibarat puncak gunung es. Undip mendorong agar investigasi dilakukan secara tuntas. 

Sehingga akar struktural dan sistemik dari keadaan ini dapat menjadi modal pembenahan ke depan. 

"Undip sangat terbuka dengan hasil investigasi dari pihak luar, baik itu kepolisian maupun Kemenkes. Jika memang terbukti ada perundungan, hukuman untuk pelakukanya jelas dan tegas, drop out," tegasnya. 

Sebelumnya, hasil investigasi Kemenkes mengungkap adanya pungutan Rp20 hingga 40 juta per bulan oleh senior.

Pungutan di luar biaya akademik itu diduga menjadi awal mula dr Aulia depresi hingga akhirnya tewas di kamar kosnya pada 12 Agustus 2024 lalu.

Mahasiswi PPDS Anestesi Undip, almarhumah dokter Aulia Risma Lestari (kiri) dan Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko, M.Kes., Sp.B.Subsp.-onk (K) (Istimewa)

Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril mengatakan oknum-oknum senior PPDS Anestesi Undip diduga meminta bayaran di luar biaya pendidikan resmi kepada dr Aulia.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) temukan dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum senior kepada almarhum mahasiswi PPDS Anestesi Undip, dokter Aulia Risma Lestari.

"Permintaan uang ini berkisar antara Rp 20–Rp 40 juta per bulan," kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril.

Syaril mengatakan jika permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli hingga November 2022.

Adapun dr Aulia selama ini ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas mengumpulkan pungutan dari rekan seangkatan.

Uang hasil pungutan itu kemudian digunakan untuk berbagai kebutuhan non akademik. Mulai dari membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji office boy (OB), hingga membayar kebutuhan pribadi seniornya.

Baca juga: Keluarga Menyangkal Dokter Aulia Tewas Bunuh Diri, Polisi Beber Fakta Visum, Kemenkes Usut Kematian

Diduga, pungutan hingga Rp40 juta per bulan inilah yang menjadi awal mula depresi yang dialami dr Aulia.

Sebab, dr Aulia menempuh PPDS dengan bantuan beasiswa yang diberikan Kemenkes RI.

Pungutan tersebut dinilai berat untuk dr Aulia dan keluarga.

"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga."

"Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," kata Syahril.

Saat ini, bukti dan kesaksian tentang adanya pungutan liar itu sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut.

Syahril memastikan investigasi terkait dugaan bullying ini masih akan terus dilanjutkan oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian.

Ia juga menjelaskan alasan Kemenkes memberhentikan sementara PPDS Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi Semarang.

Syahri mengatakan, ada dugaan upaya perintangan dari oknum-oknum tertentu terhadap proses investigasi Kemenkes.

----

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com

Berita Jatim dan berita viral lainnya.

Berita Terkini