TRIBUNJATIM.COM - Pihak SMP IT Salsabila Magfirah Palembang langsung bertindak setelah hendak dilaporkan perkara suruh siswinya lepas cadar di sekolah.
Siswi itu diketahui berinisial NAA (13).
Orangtua NAA tak terima anaknya disuruh lepas cadar saat di sekolah hingga akhirnya hendak melapor ke Dinas Pendidikan, MUI, Komisi Perlindungan Anak, DPRD Kota Palembang dan Komnas HAM.
Kepala Sekolah SMP IT Salsabila, Ahmad Firdaus memberikan penjelasan.
Dikatakannya, peraturan dari pihak yayasan di SMP IT Salsabila soal cadar sudah diterapkan sejak lama bahkan sebelum siswi perempuan itu menduduki bangku sekolah kelas 7.
"Sosialisasi juga sudah kami dari pihak sekolah sampaikan terus kepada yang bersangkutan sejak kelas 7 sampai Kelas 8, agar membuka cadarnya ketika berada di dalam lingkungan sekolah," ujarnya.
Ahmad Firdaus mengakui, yang bersangkutan siswi yang bercadar itu juga sudah tertib mengikuti aturan buka cadar di sekolah.
"Tapi entah kenapa orang tuanya itu beranggapan yang tidak baik terhadap sekolah. Orang tuanya beralasan tidak mengetahui peraturan," jelasnya, melansir dari Sripoku.
Baca juga: Klarifikasi Sekolah Soal Siswi SMP Disuruh Sekolah Lepas Cadar, Kepsek Beri Penjelasan, Ortu Kecewa
Pihak sekolah SMP IT Salsabila, lanjut Ahmad Firdaus, sangat menyayangkan kalau hal ini menjadi laporan yang justru akan memperpanjang masalah.
Pihaknya bahkan ingin mengembalikan semua uang yang dibayar siswi itu untuk sekolah.
Namun orangtua siswi itu menolak.
"Kami ingin masalah ini cepat selesai, kemarin dari yayasan juga kami sudah berkomitmen untuk mengembalikan seluruh pembiayaan yang sudah di setorkan oleh orang tua siswa itu jika merasa dirugikan, tapi semua ditolak," terangnya.
Baca juga: Ayah Tak Terima Putrinya Disuruh Sekolah Buka Cadar, Kepsek SMP Heran: Beralasan Tidak Tahu Aturan
Sebelumnya, orangtua NAA, Reza Maulana (39), ditemani sang istri Sinta Dewi (39) di dampingi kuasa hukumnya yakni Turiman, mengaku kecewa lantaran mengapa tidak dari awal anaknya bersekolah dan saat pendaftaran di SMP IT Salsabila Magfirah tersebut adanya larangan untuk tidak memakai cadar.
Akibat permasalahan ini membuat sang NAA pun terpaksa memilih pindah bersekolah di IT Auladi, Jakabaring.
" Saya selaku orang tua, ayahnya tidak terima, anak saya disuruh untuk melepas cadar saat di sekolah atau di lingkungan sekolah ," ungkap Resa kepada Sripoku.com, Kamis (19/9/2024).
Lanjut Reza, dari awal anaknya bersekolah di sana dan saat mendaftar sekolah tidak ada larangan memakai cadar.
"Sangat disayangkan, mengapa tidak ada awal saat daftar larangan ini disampaikan dan baru kelas VIII diberikan tahu kepada kami," kata Reza.
Selaku orangtua, Sambung Reza, dirinya sudah mendidik anaknya dari kecil untuk menutup aurat.
"Nah mengapa ketika anak saya sudah melaksanakan hal itu, di sini sekolah ini dilarang. Apakah salah memakai cadar, ini sunah muakad," jelasnya.
Senada juga apa yang diutarakan Sinta Dewi (39), awalnya ia yakin memasukan NAA ke sekolah tersebut karena mengetahui di sekolah itu telah diadakan pemisahan kelas antara perempuan dan laki-laki, dan sangat yakin jika sekolah tidak melarang siswa perempuan menggunakan cadar.
"Karena pada saat mendaftar, test dan wawancara anaknya sudah menggenakan cadar tidak mendapat larangan oleh pihak sekolah. tidak pernah dijelaskan adanya aturan sekolah yang melarang penggunaan cadar," bebernya.
Lanjutnya, setelah mendapat informasi tentang adanya perintah pelapasan cadar dari anak dan adanya pelarangan penggunaan cadar di lingkungan sekolah dari Ahmad Firdaus, selaku Kepala sekolah SMP, orang yang memerintah anaknya untuk melepaskan cadar.
"Kami sangat kecewa mendengarnya ada larangan ini. Selama ini tidak ada," ungkapnya.
Sementara itu, Kuasa hukum, Turiman mengatakan, kedua orang tua NAA dan keluarga mengatakan pihak sekolah telah dengan sengaja melanggar hak asasi anak dalam memeluk agama dan beribadah menurut agamanya
Lanjutnya, hak anak untuk bebas beribadah menurut apa yang diyakini, hak untuk bersekolah dan menentukan sekolah yang disukai dengan cara memerintahkan anak untuk melepas cadar selama berada disekolah dan melarang penggunaan cadar di lingkungan sekolah.
"Padahal pada saat mendaftar, test dan wawancara anak menggunakan cadar dan tidak dilarang serta selama ini tidak pernah ada informasi terkait adanya larangan penggunaan cadar di SMP Yayasan Islam Terpadu Salsabila Magfirah," tutupnya.
Kasus Lainnya
Sementara itu dalam kasus lainnya, seorang kades usir kepsek dan palang pintu sekolah.
Peristiwa ini terjadi di SD 34 Halmahera Barat, Maluku Utara.
Dalam video yang viral, tampak si kepala sekolah membuat palang di pintu sekolah yang mengakibatkan kegiatan belajar mengajar terganggu.
Kades tersebut mengamuk dan minta gaji anaknya yang merupakan guru honorer di sekolah itu segera di bayar.
Soal ini, Kepsek SD 34 Halmahera Barat Darwis Hamisi mengatakan, sekolah tak lagi membayar gaji anak kades tersebut karena sudah tak lagi mengajar.
K, anak kades tersebut sebelumnya mengajar di SD 34 Halmahera Barat sejak tahun 2022 hingga 2023.
"Namun, di tahun 2023 juga K berhenti mengajar karena pindah ke SMPN 18 Halmahera Barat," jelasnya, Sabtu (14/9/2024).
"Terus kami mau bayar gaji honornya bagaimana? Sedangkan dia sudah tidak mengajar di SD," sambungnya, melansir dari Kompas.com.
Baca juga: Nasib Siswi Disuruh Sekolah Buka Cadar, Biaya Telanjur Disetor Dikembalikan Kepsek, Ortu Menolak
Ia mengungkapkan, kepala desa yang berinisial M itu juga mendesak agar gaji honor anaknya selama satu tahun ini segera dibayar.
"Kades datang di sekolah ketemu saya, desak agar gaji honor anaknya itu segera dibayar kalau tidak sekolah akan diboikot," ungkapnya.
"Bahkan saya diminta tidak lagi menjalankan tugas di SD 34, saya datang ke sekolah kades kembali mengusir saya," tambah dia.
Darwis menjelaskan, M tak hanya mengancam dirinya, tetapi semua guru SD 34 Halmahera Barat.
"Kades juga mengancam pihak guru agar tidak serta merta membuka palang yang ia boikot," ucapnya.
Darwis menuturkan, sejak Senin (9/9/2024) kemarin proses belajar mengajar terganggu. Ia mengaku, siswanya ketakutan karena ulah kades tersebut.
"Memang satu minggu ini proses belajar terganggu. Anak-anak tidak belajar karena ketakutan dengan tindakan kepala desa," tandasnya.
Sementara, sang kepala desa saat dikonfirmasi melalui via telepon mengatakan, aksi yang terekam video itu adalah urusannya dan menolak memberikan keterangan karena sedang sibuk.
"Itu urusan saya, nanti sudah," singkatnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com