TRIBUNJATIM.COM - Penyebab guru honorer di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara dinonaktifkan mendadak terungkap.
Guru bernama Sartika mengungkap kronologi saat namanya sudah dikeluarkan dari data pokok pendidikan (Dapodik).
Padahal, saat itu Sartika masih mengajar di Sekolah Dasar Negeri 2 Kabangka.
Tepatnya ia masih hadir pada Senin (1/10/2024).
Dalam pengakuannya, saat di jam istirahat, Sartika mengecek akun info GTK dan mendapati statusnya berubah menjadi tidak aktif.
"Hari Senin itu saya masih masuk mengajar, saat jam istirahat, saya cek sendiri akun info GTK, saat saya cek langsung merah dan tidak aktif," ungkap Sartika saat dihubungi via telepon, Sabtu (5/10/2024).
Kekhawatiran Sartika semakin meningkat setelah ia mengetahui Dapodiknya dinyatakan tidak aktif.
"Saya kan pegang kelas, kelas 2, jadi saya setiap hari pergi sekolah. Tiba-tiba saya kaget dapodikku langsung begitu (non aktif)," ujarnya, melansir dari Kompas.com.
Dia sempat menanyakan hal ini kepada operator sekolah, namun operatur tersebut mengaku bingung mengenai status Dapodik itu.
Baca juga: Kades Ngamuk Usir Kepsek dari Sekolah, Minta Gaji Anaknya yang Guru Honorer Dibayar, Siswa Ketakutan
Sebelum kejadian ini, ternyata kepala sekolah pernah mengingatkan Sartika mengenai keterlibatan suaminya dalam politik.
Ia menduga bahwa pengeluaran Dapodiknya berkaitan dengan pilihan politik suaminya, yang mendukung salah satu pasangan calon bupati Muna.
"Ada memang diwanti-wanti sebelumnya oleh kepala sekolah, dia sampaikan bagaimana suamiku, dia ikut terus politik. Saya bilang suami juga (pilihannya), saya ikut (pilihan) bapak saja, suamiku kan bukan ASN," jelasnya.
Hingga saat ini, Sartika belum kembali mengajar di SDN 2 Kabangka.
Sementara itu, Kepala Sekolah SDN 2 Kabangka, La Ganefo, saat dihubungi mengaku bingung dengan situasi ini.
Ia juga mengaku terkejut mengetahui masalah Dapodik Sartika yang sudah viral di media sosial.
"Sudah ditangani organisasi PGRI dengan Diknas. Kita bingung juga ini, sudah diingatkan oleh organisasi PGRI kalau konfirmasi sudah lengkap di sana," kata La Ganefo.
Baca juga: Nasib Guru Sartika Dinonaktifkan saat Masih Mengajar di Sekolah, Kepsek Bingung: Saya Tak Terlibat
Ia menegaskan bahwa di sekolahnya tidak ada anjuran untuk terlibat dalam politik.
"Sebenarnya kalau masalah begini tidak, di sekolah itu (saya) tidak pernah anjurkan begini-begini. Saya memang kepala sekolah tapi tidak terlalu (terlibat) dengan politik," jelasnya.
Walaupun demikian, La Ganefo tidak membantah bahwa ia pernah mengingatkan Sartika mengenai keterlibatan suaminya dalam politik.
"Termasuk keponakan, tapi herannya kenapa langsung lempar (di medsos) tanpa konfirmasi," ujarnya. Dia meminta adanya klarifikasi lebih lanjut mengenai masalah ini agar dapat ditangani dengan baik.
Sebelumnya, 107 guru honorer di Jakarta dipecat secara "halus" di tahun ajaran baru karena kebijakan "cleansing".
Pemutusan kontrak massal ini membuat para guru honorer tak bisa lagi mengajar.
Padahal, tupoksi mereka bisa dibilang lebih berat dibanding yang berstatus PNS.
Kevin (bukan nama sebenarnya), seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah negeri di Jakarta, menumpahkan keluh kesahnya menjadi salah satu guru yang diputus kontrak secara sepihak.
Ia telah mengabdi selama 4,5 tahun, tugasnya ternyata lebih dari hanya mencerdaskan anak bangsa.
Ia kerap disuruh-suruh karena statusnya sebagai honorer.
"Tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) kami (sebagai) guru honorer, lebih-lebih (banyak)."
"Kalau lagi disuruh-suruh, ya saya sindir, ‘Babu nih’."
"Soalnya pekerjaannya lebih-lebih dari orang (guru berstatus) PNS," kata Kevin kepada Kompas.com, Kamis (18/7/2024).
Nyatanya, tenaga pengajar yang berstatus PNS justru bermalas-malasan.
Beda halnya dengan guru honorer yang sigap bekerja ini dan itu.
"Yang (statusnya) PNS (malah) malas-malasan. Apalagi yang tua-tua, diam doang, duduk, WhatsApp, suruh kerjain. Kenyataannya kayak gitu,” lanjut Kevin.
Bukan maksud hati Kevin untuk merendahkan derajat guru berstatus lain.
Tetapi, ia menginginkan Pemprov DKI Jakarta membuka mata lebar-lebar dan melihat langsung realita yang ada.
Dengan adanya kebijakan tersebut, Kevin menilai Pemprov seolah memandang sebelah mata guru honorer.
"Jangan nanti (guru honorer) diibaratkan kayak sampah. Pengabdian kami lebih bagus dibandingkan (guru) PNS. Kalau disuruh, gerak cepat kami. Kalau ditanya kinerja, boleh diadu," ujar dia.
Baca juga: Nasib Guru Asniani Diminta Kembalikan Uang Negara Rp 75 Juta, Tak Tahu Harus Pensiun Umur 58 Tahun
Sebagai kepala rumah tangga yang menghidupi istri serta anaknya, Kevin kini hanya berdiam diri di rumah usai dipecat secara sepihak akibat kebijakan tersebut.
Kebijakan cleansing sangat berdampak bagi kehidupannya.
Kevin kehilangan sumber pendapatan untuk menghidupi keluarga.
"Ya pasti (dampaknya sangat besar). Saya kepala keluarga lho, saya punya anak dan istri. Kalau saya diam begini sambil cari pekerjaan, terus istri minta uang bulanan, saya harus jawab apa?" kata Kevin.
Kevin mengaku, namanya sudah tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Kevin juga mengaku memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
Namun, karena pada Desember 2023 tengah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Jakarta Selatan, urusan Dapodik milik Kevin akhirnya terbengkalai.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com