TRIBUNJATIM.COM - Inilah sosok guru SA yang diminta bayar denda adat imbas sebarkan video siswi gambar alis ke medsos.
Denda adat yang diminta tak sedikit, yakni Rp 100 juta.
Bagaimana kisah ini bermula?
Kini nasib guru SA membuat rekan sejawatnya merasa iba.
Sebanyak 3.500-an guru menggalang aksi donasi sebagai bentuk solidaritas kepada rekan sejawatnya di SMP Negeri 3 Sorong yang didenda adat senilai Rp100 juta.
Awalnya, guru SMP Negeri 3 Kota Sorong berinisial SA diberi sanksi berupa denda senilai Rp 100 juta gegara upload video siswi yang gambar alis ke media sosial.
Gerakan solidaritas 3.500 guru ini diinisiasi oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Sorong, guna membantu SA yang didenda adat oleh keluarga ES (13).
Baca juga: Sosok Hotman Paris yang Siap Berikan Bantuan Hukum ke Guru Supriyani, Dijuluki Celebrity Lawyers
Ketua PGRI Kota Sorong Arif Abdullah Husain menjelaskan, kasus ini berawal dari oknum guru SA videokan ES yang tengah menggambar alis menggunakan alat tulis.
"Sesuai informasi yang kami dapat bahwa siswa ini gambar alis saat guru SA tengah membawa mata pelajaran di dalam kelas," ujar Arif di Kota Sorong, Rabu (6/11/2024).
Melihat hal itu, lanjut dia, guru SA yang tengah dalam posisi mengajar di kelas delapan langsung mengambil gambar dan upload ke akun media sosial hingga jadi viral di Instagram.
Arif menyadari, dalam persoalan ini guru SA salah sebab lansung menyebarkan video siswa ES ke media sosial tanpa diberi tahu kepada yang bersangkutan terlebih dahulu.
"Kami ikut perihatin dengan kejadian yang dialami oleh rekan sejawat kami, kami minta kalau bisa jangan jerat guru dengan denda adat ketika ada persoalan begini," katanya.
Baca juga: Cobaan Bertubi Guru Supriyani Kini Disomasi Bupati, Buntut Mengaku Terpaksa Damai dengan Aipda WH
Ia menjelaskan, setiap persoalan sebaiknya dibicarakan lebih dulu dan jangan langsung terapkan aturan adat, sebab posisi guru ini juga sebagai orangtua anak di sekolah.
Menurutnya, orangtua murid bisa tahan diri dan musyawarah dengan orang tua murid di sekolah, sehingga tidak sampai masuk pada denda adat ke guru di dalam sekolah.
Arif menyatakan, PGRI Kota Sorong tetap menjunjung tinggi hukum adat Papua, namun perihal sanksi adat tidak boleh diberlakukan ke dewan guru di daerah.
"Kasian kalau berlakukan sanksi adat ini kepada guru di Kota Sorong, maka 3.500 orang di Sorong ini mau ke mana," jelasnya.
Ia menyarankan, kasus ini dibicarakan secara baik sebelum langsung ke denda dan guru yang bersangkutan hanya diberi teguran pertama dari pihak sekolah.
Baca juga: Denda 2 Persen Menanti, 13.698 Wajib Pajak di Kota Blitar Belum Lunasi PBB Jelang Jatuh Tempo
Patungan Bayar Denda Adat
Meski didesak dengan denda Rp100 juta, Ketua PGRI itu berkomitmen mendorong seluruh guru di Kota Sorong agar kumpul donasi untuk membantu guru SA.
"Gerakan donasi ini kami sudah sepakat tiap guru dibebani dengan Rp30 ribu, dan harus diserahkan pada 9 November," ungkapnya.
Ia menyadari, posisi guru juga dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, sehingga tak bisa dipidana jika dia melakukan tindakan kekerasan di kelas.
Kendati demikian, jika dalam persoalan ini justru pihaknya menyanggupi agar bayar denda sebab kasus terkait dengan video hingga stigma netizen ke siswi tersebut.
"Kalau setahu kami gerakan solidaritas ini guru SA dan sekolah sudah siap Rp30 juta, kami dari PGRI akan bantu lewat patungan seluruh guru di wilayah Sorong," jelasnya.
Ia berharap, kasus ini akan menjadi contoh dan tidak boleh lagi terjadi, sehingga nanti guru di Kota Sorong bisa diberi sanksi adat
Artikel ini telah tayang di TribunSorong.com
Berita Viral dan Berita Jatim lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com