TRIBUNJATIM.COM - Begitu sial nasib seorang mantan guru honorer SD di Jawa Barat ini.
Nasibnya bahkan sampai membuat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ikut pilu.
Mengetahui kondisi memilukan tersebut, Dedi Mulyadi langsung menawarkan bantuan.
Sosok mantan guru honorer itu adalah Panji.
Panji, seorang mantan guru honorer SD di Babakan Selakaso, Jawa Barat.
Pria berusia 34 tahun ini harus kehilangan pekerjaannya.
Bak jatuh dan tertimpa tangga, Panji yang sudah kehilangan pekerjaan karena aturan baru pemerintah juga tertipu.
Diketahui Panji tertipu program umroh gratis hingga merugi lima juta rupiah.
Kisahnya menjadi perhatian Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang bertemu langsung dengan Panji dalam sebuah pertemuan yang terekam di akun Instagram resmi @dedimulyadi71.
Panji sebelumnya sempat viral karena mengajar dengan kondisi sepatu bolong.
Baca juga: Cuma Digaji Rp300 Ribu Sebulan, Guru Honorer Rela Jalan Kaki 6 Km ke Sekolah Lewati Hutan: Demi Anak
Saat itu, ia masih aktif sebagai guru kelas 4 SD dengan gaji honorer sebesar Rp 300.000 per bulan.
“Saya cuma punya satu sepatu, Pak, itu juga bolong di bagian bawah. Tapi masih bisa dipakai,” ujar Panji sambil menahan tangis saat menyampaikan kisahnya kepada Gubernur Dedi, seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Selasa (15/4/2025).
Namun, masa kerjanya tak berlangsung lama.
Ia diberhentikan setelah satu tahun enam bulan mengajar karena tidak memenuhi syarat sebagai tenaga pendidik sesuai aturan terbaru.
“Jadi guru sekarang harus sarjana pendidikan, sementara saya lulusan D3 Manajemen Informatika,” jelas Panji.
Kisah getirnya tak berhenti di situ.
Setelah sempat viral, Panji mendapat tawaran umroh gratis dari sebuah biro perjalanan di Surabaya.
Namun setahun kemudian, pihak travel meminta tambahan biaya sebesar lima juta rupiah. Uang itu sudah disetorkan, bahkan Panji sudah menjalani manasik dan vaksinasi meningitis. Sayangnya, keberangkatan tak kunjung terjadi hingga lima tahun berlalu.
“Lima juta hilang, Pak. Umrah nggak jadi, kerja juga nggak ada,” keluh Panji.
Baca juga: Pilu Nenek Penjual Kopi di Banyuwangi, Perhiasan Hasil Menabung Raib Dicuri Pembeli
Kini, Panji berjualan keliling. Bersama sang ibu dan adik, ia memproduksi sendiri dagangan untuk menghidupi keluarga.
Gubernur Dedi yang mendengar langsung kisah ini tak tinggal diam. Meski mengaku belum bisa memberikan janji besar, ia langsung memberikan bantuan konkrit.
“Saya belum bisa janjikan apapun. Tapi uang yang ketipu itu, saya ganti. Itu dulu ya. Buat modal jualan, dipakai dengan baik,” ujar Dedi menenangkan.
Ia menegaskan bahwa yang terpenting saat ini adalah melakukan sesuatu yang bisa langsung membantu Panji bangkit kembali.
“Saya harus lakukan yang bisa saya lakukan dulu,” pungkasnya.
Panji pun menyambut bantuan itu dengan penuh haru dan bertekad untuk tetap berdagang sambil menunggu peluang mengajar kembali terbuka di masa depan.
Guru honorer lainnya juga ternyata mengalami kerasnya hidup.
Guru bernama Vinsensia Ervina Talluma (32) tersebut harus menempuh jarak sejauh enam kilometer atau selama tiga jam ke sekolah.
Setiap kali mengajar, ia harus melewati hutan dan melintasi sungai.
Baca juga: Dedi Mulyadi Sentil Kades Wiwin Berpenampilan Glamor Gegara Tak Ada Suami, Minta Ubah: Ngartis
Vinsensia Ervina Talluma merupakan guru honorer yang mengajar di SDK 064 Watubala di Desa Wairterang, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, NTT.
Sejak menjadi guru honorer pada 5 Februari 2024, setiap harinya ia harus menempuh perjalanan enam kilometer ke sekolah.
Dengan hati tulus, dirinya mengajar anak-anak di dusun terpencil yang merupakan sekolah jarak jauh dari SDK 064 Watubala.
Di sekolah jarak jauh Wairbukang dari SDK 064 Watubala ini terdapat delapan siswa kelas satu yang belajar.
Mereka belajar di bawah pondok bekas bangunan mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) yang sebelumnya digunakan untuk taman baca.
Sementara itu, untuk kelas 2-6 harus menempuh perjalanan 6 kilometer ke sekolah induk di SDK 064 Watubala di Desa Wairterang, Kecamatan Waigete.
Setiap pagi, Ervina berangkat ke sekolah pada pukul 06.30 WITA, agar sampai ke sekolah tepat waktu.
Perjalanan panjang dari rumah ke sekolah melewati hutan, mendaki bebatuan, dan kadang harus menyeberang kali apabila terjadi banjir.
Di saat musim hujan, anak-anak diberi tugas dan belajar di rumah karena akses ke sekolah tidak bisa dilalui.
"Jalan kaki menuju sekolah ini enam kilometer jaraknya, dengan melewati hutan, kali, dan melewati bebatuan," katanya.
Meski demikian, Ervina hanya diberi gaji 300 ribu per bulan.
Rinciannya yakni dari komite dibayar Rp150 per bulan dan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp150 ribu sebulan.
Kondisi gaji 300 ribu per bulan ini, kata Ervina tidak mencukupi biaya hidup sehari-hari.
Apalagi dirinya juga sudah berkeluarga.
Dengan kondisi gaji demikian, Ervina mencari alternatif pendapatan lain seperti berjualan sembako di rumah.
"Gajinya itu dari Komite dikasih dengan Rp150 ribu per bulan. Terus dari dana BOS dapat Rp150 ribu per bulan, jadi digabung Rp300 ribu," beber Ervina.
"Kalau kondisi seperti ini untuk kami yang sudah berkeluarga memang sangat tidak cukup."
"Tapi mau bagaimana demi anak-anak, tugas kami tetap jalankan seperti biasanya," ujarnya kepada Pos Kupang, Rabu (26/2/2025).
Sejak menjadi guru honorer, Ervina yang berlatar belakang guru pendidikan guru sekolah dasar (PGSD) ini hanya punya satu komitmen hanya untuk mencerdaskan anak bangsa.
Ia mengaku belum mengetahui pemotongan anggaran untuk pendidikan di Kabupaten Sikka NTT.
Ervina hanya berharap kepada pemerintah untuk memperhatikan kondisi sekolah jarak jauh Wairbukang dari SDK 064 Watubala, meliputi perbaikan gedung sekolah, alat tulis, dan akses jalan.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com