TRIBUNJATIM.COM - Polemik tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya menjadi sorotan tajam.
Sejumlah aktivis lingkungan hingga aktris turut menyuarakan penolakan terhadap aktivitas tambang nikel di Raja Ampat.
Di antaranya, aktris Cinta Laura Kiehl.
Melalui sebuah video singkat Instagram, ia menyampaikan pesan tegas dan emosional tentang pentingnya melindungi lingkungan dari ancaman eksploitasi tambang.
Dalam video berdurasi satu menit itu, Cinta menegaskan Raja Ampat bukan sekadar destinasi wisata.
Melainkan salah satu surga terakhir dunia yang kini terancam oleh industri pertambangan.
Baca juga: Curhat Cinta Laura Soal Artis Bawa 7 Asisten, Akui Tak Alami Hal Sama, Ngerasa Hampir Kayak Tuhan
“Perusahaan-perusahaan tambang merobek hutan, mencemari air, dan mencekik terumbu karang,” ujarnya dikutip pada Selasa (10/6/2025), dikutip dari Kompas.com.
Ia mempertanyakan klaim soal “kemajuan” yang dibawa tambang tersebut.
“Katanya ini kemajuan, tapi kemajuan untuk siapa?” ucapnya tajam.
Cinta juga menyoroti dampak sosial yang ditanggung warga lokal akibat aktivitas tambang.
Ia menyebutkan masyarakat adat Papua kini mengalami krisis air bersih, gangguan kesehatan, dan kehilangan sumber daya laut yang selama ini menjadi penopang hidup mereka.
Padahal bagi masyarakat Papua, tanah, hutan, dan laut adalah keluarga.
Tapi karena tambang, ilmu yang diwariskan orang tua ke anak tentang laut dan hutan sudah tidak relevan lagi.
Cinta pun mengajak publik untuk lebih kritis terhadap kebijakan yang merugikan lingkungan dan rakyat kecil.
"Kita masih punya pilihan. Bersuara sekarang atau jelasin suatu hari nanti kenapa kita diam saja," ujarnya dengan tegas.
Unggahan Cinta langsung dibanjiri dukungan dari warganet.
Banyak yang mengapresiasi keberaniannya bersuara dalam isu lingkungan yang kerap dianggap tabu oleh sebagian figur publik.
Tagar #SaveRajaAmpat pun kembali menggema di media sosial sebagai bentuk solidaritas terhadap alam dan masyarakat Papua.
Cinta Laura memang dikenal konsisten mengangkat isu lingkungan dan kemanusiaan.
Tak hanya melalui media sosial, ia juga aktif terlibat dalam diskusi publik, kampanye sosial, dan berbagai inisiatif pelestarian alam.
Baca juga: Kapal Pengangkut Nikel Raja Ampat JKW dan Dewi Iriana Diduga Milik Jokowi, Bahlil: Enggak Ada
Selain Cinta, penolakan juga datang dari anggota DPR RI dari Komisi XII, Ratna Juwita Sari.
Ia mendesak pemerintah untuk mencabut izin tiga perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, selain PT Gag Nikel.
Adapun ketiga perusahaan tersebut yakni PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP).
Langkah yang dilakukan oleh Ratna tersebut, mendapat pujian dari netizen.
Ratna Juwita Sari saat ini menjabat sebagai Anggota DPR RI untuk Komisi XII yang membidangi Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Lingkungan Hidup, dan Investasi.
Sebelumnya, Ratna juga pernah menjabat sebagai Anggota Dewan di Senayan untuk Komisi VII dari fraksi PKB.
Ratna tercatat pernah menjadi Direktur Faleeha Food tahun 2015-2017 dan Direktur II CV. Sinta Jaya tahun 2018-2023.
Untuk latar belakang Pendidikan, ia telah menyelesaikan studi S2 dan saat ini menyandang gelar Magister Manajemen dari STIE Mahardhika.
Baca juga: Sosok Pemilik Kapal JKW & Iriana di Raja Ampat, Diduga Angkut Nikel, Sempat Dikaitkan dengan Jokowi
Diketahui, Ratna Juwita Sari mendukung langkah pemerintah menghentikan sementara operasional sejumlah perusahaan tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Terlebih, ada temuan pelanggaran dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) atas perusahaan-perusahaan tersebut.
"Saya tentu mengapresiasi langkah cepat pemerintah menghentikan operasional PT Gag Nikel, meski cuma sementara,” kata Anggota Komisi XII DPR RI itu, saat dikonfirmasi oleh wartawan pada Minggu (8/6/2025).
Selain PT Gag Nikel, ia juga meminta pemerintah menghentikan operasional perusahaan tambang nikel lain seperti PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP).
Ratna menilai, PT ASP melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengolahan air limbah larian.
"KLH sudah memberikan laporan pengawasan bahwa ditemukan kolam settling pond jebol akibat curah hujan tinggi. Dari visual menggunakan drone terlihat pesisir air laut terlihat keruh akibat sedimentasi. Ini yang merusak Raja Ampat," jelasnya.
Di samping itu, Ratna mengatakan, PT KSM dan PT MRP diduga juga membiarkan adanya sedimentasi yang dapat merusak lingkungan sekitar akibat aktivitas pertambangan nikel tersebut.