TRIBUNJATIM.COM - Karena status pernikahan orang tuanya, seorang bocah berusia delapan tahun di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, terancam tidak bisa bersekolah.
Putra pasangan suami istri Muhammad Jakfar dan Nayati, warga Desa Sumberkolak, Kecamatan Panarukan, ini terkendala administrasi kependudukan.
Adminiduk ini padahal dibutuhkan sebagai syarat masuk sekolah.
Baca juga: Selamat dari Bacokan Keponakan, Sanimin Berharap Keringanan Biaya Rumah Sakit Rp10 Juta: Cari Uang
Atas persoalan tersebut, seorang pendamping sosial bernama Jumadi, berinisiatif mendatangi kantor DPRD Situbondo, Kamis (12/06/2025).
Kedatangannya ke kantor wakil rakyat tidak lain meminta dukungan agar bocah bernama Siti Norfatilah bisa bersekolah.
Jumadi mengatakan, dirinya mendatangi Komisi IV ingin menyampaikan aspirasi dari masyarakat yang anaknya belum besekolah.
"Makanya saya datang ke Komisi IV meminta dukungan atau solusi bagaimana anak itu bisa masuk sekolah, karena usianya sudah delapan tahun," ujarnya.
Saat ditanya alasan tidak bisa bersekolah, Jumadi mengatakan, pada saat mau mendaftar sekolah diminta persyaratan akta kelahiran dan kartu keluarga.
Sedangkan orang tuanya tidak memiliki administrasi kependudukan tersebut.
"Status perkawinan orang tuanya itu nikah siri," katanya.
Namun, kata Jumadi, karena tidak memiliki akte lahir dan KK, anak tersebut ditolak dan tidak bisa besekolah.
"Ya karena tidak ada akte dan KK itu ditolak, makanya saya mengawal anak itu agar bisa bersekolah," harapnya.
Anggota Komisi IV DPRD Situbondo, Janur Sasra Ananda mengatakan, pihaknya berharap agar anak tersebut bisa segera bersekolah, karena sekarang masih dalam masa proses penerimaan siswa baru.
"Jika tidak bisa sekolah, maka itu tertunda lagi dan usianya bertambah lagi menjadi sembilan tahun," katanya.
Politisi Partai Demokrat ini lalu mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan terkait sekolah mana yang masih membuka pendaftaran siswa secara offline.
"Dari koordinasi itu, ternyata masih ada sekolah yang membuka pendaftaran dan anak itu bisa diterima," ujarnya.
Terkait kelengkapan tersebut, Janur mengatakan, administrasi kependudukan yang belum ada diproses dan diselesaikan, karena dibutuhkan pada penentuan ijazah.
"Intinya saya harap anak itu sekolah, urusan administrasi nyusul," pungkasnya. (Izi Hartono)
Baca juga: Diutangi Rp1,7 M, Wanita Mengira Pelaku Orang Berada & Rekan Politisi: Rumahnya Saja di Graha Family
Sementara itu di Jawa Tengah, orang tua calon murid baru (CMB) mengaku sempat kaget saat melakukan pendaftaran sekolah pada SPMB 2025 di SDN 01 Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.
Ketika mendaftarkan sang anak, Dwi Ayu Mawanti terkejut data Nomor Induk Kependudukannya (NIK) tak ada dalam sistem pendaftaran online.
Ia kemudian meminta bantuan pantia SPMB SDN 01 Sekaran untuk melakukan pendaftaran online.
Diketahui, warga asal Ngijo tersebut mendaftarkan sang anak pada hari pertama pendaftaran online SPMB 2025, Selasa (10/6/2025) kemarin.
"Kendala kami kemarin itu, NIK anak saya ternyata belum terdaftar di Dukcapil," kata Dwi kepada Tribun Jateng, Rabu (11/6/2025).
"Mungkin terlewat atau petugasnya salah ketika input data di sananya," imbuhnya.
"Tapi akhirnya waktu kemarin pihak ke sekolah mengajukan alhamdulillah sudah terverifikasi dan sudah terdaftar sekarang," ujar Dwi.
"Sekarang sudah masuk dalam data nominasi SDN 01 Sekaran," tuturnya.
"Sekarang sudah aman, kemarin diproses, hari ini saya datang lagi ke sini, alhamdulillah sudah terverifikasi. Mudah-mudahan bisa lolos di sini," terang Dwi.
Dwi yang datang ke sekolah ditemani sang suami mengaku antusias pada SPMB 2025 ini.
Bagaimana tidak, ini merupakan pengalaman baru dan pertama kali mendaftarkan buah hati ke sekolah negeri.
Beberapa berkas yang mereka siapkan meliputi fotokopi KK, fotokopi akte, dan fotokopi KTP kedua orang tua CMB.
"Karena baru pertama masukkan anak di sekolah negeri, tentu banyak kekhawatiran," kata Dwi.
"Takut datanya tidak keinput atau apa, kemudian banyak belum tahu juga mengenai alur pendaftarannya," terangnya.
"Biar lebih jelas langsung saja minta tolong ke sekolahnya," ungkap Dwi.
"Teman-temannya waktu TK banyak yang memilih masuk sekolah di sini, makanya anak saya juga minta ikut di sini," tandasnya.
Dari pihak sekolah, Ketua SPMB 2025 SDN 01 Sekaran, Muhammad Faizun menuturkan, proses pendaftaran dapat dilakukan secara online.
Namun, mayoritas orang tua calon murid memilih SDN 01 Sekaran sebagai pilihan satu pada SPMB 2025 ini, lebih mantap datang langsung ke sekolah.
"80 persen mereka datang ke sekolah. Kadang orang tua itu dia lebih mantap ke sekolahan," kata Faizun.
Selain pada database NIK yang dialami Dwi, kendala lain yang ditemui pihak panitia SPMB SDN 01 Sekaran yakni data sekolah TK yang belum masuk dalam database dinas Pendidikan Kota Semarang.
Hal ini membuat nilai ijazah tak masuk dalam database pendaftaran online.
Imbasnya, berpengaruh dalam peringkat nominasi sejumlah calon murid yang kategori usianya sudah memenuhi syarat.
Baca juga: Pria Didenda Rp1 Juta usai Gelar Hajatan Pakai Musik Remix, Dianggap Mengundang Tindak Kejahatan
Untunglah, masalah ini cepat diketahui sehingga segera tertangani.
"Kasus lain di hari pertama kemarin, yang dari TK, yakni madrasah RA ada yang belum masuk dalam database pukul 08.000, akhirnya orang tua pada bingung, ini bagaimana?"
"Ya kita minta untuk mereka tetap tenang, alhamdulillah pukul 10.00 sudah bisa. Kita ada enam Kelurahan, yakni Sukorejo, Sekaran, Kalisegoro, Ngijo, Patemon, Mangunsari, dan Pakintelan," jelasnya.
"Beberapa orang tua dia daftar mandiri, tapi orang tuanya kaget ini anaknya dari segi umur harusnya masuk di urutan atas, kok justru ada di urutan bawah. (Rupanya) ijazah TK belum dimasukkan."
"Akhirnya setelah database sekolah TK-nya masuk, CM yang bersangkutan naik ke peringkat atas."
"Memang untuk poin umur memang berpengaruh sekali," tutur Faizun.
Pada hari kedua pendaftaran online, Faizun menyebut sudah ada 64 pendaftar jalur domisili dan lima pendaftar jalur afirmasi.
"Kalau ada orang tua minta bantuan terkait pendaftaran online, kami tetap bantu fasilitasi," pungkasnya.