Berita Viral

Ironi Beras Bulog Sisa Impor Tahun Lalu Bau Apek Tapi Stok Pasaran Langka, Ombudsman: Masih Bisa

Editor: Torik Aqua
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

STOK BERAS - Ilustrasi beras bulog. Ombudsman sebut stok beras sisa impor tahun lalu masih tersimpan di gudang Bulog, namun bau apek.

TRIBUNJATIM.COM - Nasib beras bulog sisa impor tahun lalu kini kondisinya bau apek.

Hal itu diungkap Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.

Ia menyebut jika masih ada stok beras sisa hasil impor.

Stok itu masih tersimpan di gudang Perum Bulog namun kondisi bau apek.

Baca juga: Beras SPHP Dijual Murah di Banyuwangi, Warga Antusias Serbu Tiga Titik Lokasi

"Sebagian beras yang ada di Bulog itu kan beras impor tahun lalu. Ada yang berumurnya sudah 1 tahun lebih (dari) Februari 2024. Otomatis pasti, mohon maaf, bau apek," kata Yeka kepada wartawan di Jakarta, dikutip Sabtu (9/8/2025).

Yeka menyampaikan hal ini saat menjelaskan pentingnya pelaku usaha menyerap beras yang dikuasai Bulog.

Pasalnya, pada tahun ini Bulog telah membeli beras dalam jumlah besar dari petani lokal.

Namun, penyerapan beras Bulog oleh pelaku usaha terhambat oleh Peraturan Badan (Perbadan) Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023.

Salah satu aturan di dalamnya adalah pelaku usaha dilarang mengolah atau menggunakan beras apek sebagai bahan baku untuk trading beras.

Menurut Yeka, larangan ini menjadi kendala karena sebenarnya beras apek masih bisa diolah dan layak dikonsumsi.

"Kalau bau apek itu masyarakat masih bisa konsumsi karena bisa diolah lagi, bisa diproses lagi. Jadi, jangan dipikir bahwa nanti beras apek, lantas konsumen akan tidak (bisa mengonsumsinya). Itu persoalan penyimpanan saja," ujar Yeka.

Akibat aturan tersebut, pelaku usaha tidak bisa menyerap stok beras apek di gudang Bulog. 

Akibatnya, beras menumpuk, sedangkan stok di pasaran justru langka.

Yeka berharap Badan Pangan Nasional lebih fleksibel dalam menerapkan Perbadan Nomor 2 Tahun 2023, khususnya terkait standar mutu dan label beras.

Adapun Yeka menyarankan agar pelaku usaha menyerap beras yang dimiliki Perum Bulog agar stok di pasaran bisa kembali terisi.

Saat ini, berdasarkan temuan pihaknya, stok beras di pasaran sedang dalam kondisi kelangkaan.

"Kalau menurut saya, pemerintah harus betul-betul memitigasi terkait persoalan ini dan waktunya tidak banyak. Saya sendiri melihat ini sudah genting, sudah perlunya jalan pintas untuk mengatasi kelangkaan beras," ucap Yeka.

Kelangkaan beras ini tidak lepas dari kasus beras oplosan yang sedang ramai.

Berdasarkan temuannya, penggiling padi di Indonesia kini mulai takut berjualan akibat kasus beras oplosan.

Imbasnya adalah kelangkaan beras di pasar tradisional serta pasar modern.

Ketika sedang sidak di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menemukan stok beras menipis di penggilingan padi.

Dari total 23 penggilingan padi di wilayah tersebut, Yeka menemukan 10 di antaranya sudah tutup.

Sementara yang masih beroperasi, stok beras yang tersisa hanya 5–10 persen dari jumlah normal.

Jadi, kalau misalnya biasanya mereka punya rata-rata stok beras 100 ton, sekarang mereka hanya punya 5 ton.

"Nah, kami tanya, kenapa seperti ini? Mereka menjawab takut. Ada ketakutan yang luar biasa dalam menjalankan usaha ini," kata Yeka.

Kondisi serupa terjadi di penggilingan besar.

Yeka menyebut, biasanya mereka menyimpan hingga 30 ribu ton beras, tetapi kini hanya sekitar 2 ribu ton atau 7,5 persen dari stok normal.

Kelangkaan stok ini akhirnya berdampak ke pasar tradisional dan modern.

Di pasar tradisional, aktivitas jual-beli beras berakhir lebih cepat.

Jika dulu pasar ramai hingga pukul 14.00, kini pukul 10.00 sudah sepi.

Di pasar modern, beras juga terjadi kelangkaan.

Yeka bilang rak-rak yang biasanya dipakai untuk menjual beras, sekarang diganti untuk menjual air minum dalam kemasan.

"Tadi saya terjunkan (tim) untuk melihat beras di pasar modern retail market. Kosong, bahkan raknya sudah berganti yang tadinya rak beras, sekarang sudah berganti jadi rak Aqua," kata Yeka.

Kelangkaan beras ini sudah ia konfirmasi langsung kepada para pengusaha.

"Kami (telah) undang pelaku usaha dan ternyata kelangkaan ataupun ketiadaan stok itu terkonfirmasi," ujar Yeka.

Yeka meminta pemerintah segera memberikan rasa aman dan nyaman bagi seluruh pelaku usaha beras, mulai dari penggilingan kecil hingga besar, serta dari pedagang pasar tradisional hingga modern.

Kalau pelaku usaha beras sampai merasa seperti menjual barang ilegal atau haram, Yeka menilai ini merupakan masalah besar.

"Jadi, pemerintah harus segera membuat rasa aman dan nyaman," ujar Yeka.

Kasus Beras Oplosan

Kasus beras oplosan yang marak di pasaran menyita perhatian publik.

Sebab, praktik penipuan itu merugikan konsumen hingga triliunan rupiah.

Beras oplosan memiliki warna yang tidak seragam, butiran yang berbeda ukuran, dan tekstur nasi yang lembek setelah dimasak.

Para pelaku mencampur beras premium dengan medium, kemudian menjualnya dengan harga yang mahal.

Padahal, beras yang diperjualbelikan harus sesuai dengan standar mutu yang telah diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020, yaitu beras premium berkadar air maksimal 14 persen, butir kepala minimal 85 persen, dan butir patah maksimal 14,5 persen.

Sementara itu, beras medium berkadar air maksimal 14 persen, butir kepala minimal 80 persen, dan butir patah maksimal 22 persen.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Berita Terkini