Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Setelah Durian Bido, Kini Matoa Wonosalam Jombang Panen Raya, Hasil Produksi Melonjak 2 Kali Lipat

Musim buah di kawasan Wonosalam, Kabupaten Jombang, kembali membawa berkah bagi para petani Setelah durian bido yang sempat menjadi primadona

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM/ANGGIT PUJIE WIDODO
PETANI MATOA - Heri Susanto, salah satu petani asal Dusun Pucangrejo, Desa Wonosalam, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur saat memanen buah matoa di kebunnya, Selasa (11/11/2025). Pakai teknik pembungkusan buah menggunakan jaring cegah serangan hewan perusak sekaligus membuat proses panen lebih mudah. 
Ringkasan Berita:
  • Komoditas: Buah Matoa varietas Matoa Kelapa.
  • Lokasi Panen: Wonosalam, Kabupaten Jombang (Lereng Gunung Anjasmoro).
  • Peningkatan Produksi: Meningkat dua kali lipat (5 kuintal menjadi 1 ton per petani).

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Musim buah di kawasan Wonosalam, Kabupaten Jombang, kembali membawa berkah bagi para petani. Setelah durian bido yang sempat menjadi primadona, kini giliran buah matoa yang mencuri perhatian.

Tahun 2025 menjadi masa panen terbaik bagi petani setempat, dengan hasil yang meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya.

Heri Susanto, salah satu petani asal Dusun Pucangrejo, Desa Wonosalam, Kecamatan Wonosalam mengaku bersyukur atas hasil panen kali ini. Menurutnya, produksi matoa tahun ini meningkat hampir dua kali lipat dari tahun lalu.

"Kalau dulu hanya sekitar lima kuintal, sekarang bisa tembus satu ton. Alhamdulillah, hasilnya sangat bagus," ucap Heri saat dikonfirmasi TRIBUNJATIM.COM pada Selasa (11/11/2025).

Baca juga: Berawal dari Resolusi Jihad hingga Era Reformasi, 3 Pahlawan Nasional dari Rahim Tebuireng Jombang

Cuaca Stabil Jadi Kunci Kualitas dan Kuantitas Panen

Ia menjelaskan, kondisi cuaca yang cenderung stabil justru memberi keuntungan bagi tanaman matoa. Hujan tidak terlalu deras, sementara sinar matahari cukup untuk membantu proses pematangan buah.

"Sekarang satu pohon bisa menghasilkan lebih dari 200 kilogram. Tahun kemarin paling tinggi 100 kilo," ujarnya.

Untuk menjaga kualitas panen, para petani di Wonosalam menerapkan teknik pembungkusan buah menggunakan jaring. Cara ini efektif mencegah serangan hewan perusak sekaligus membuat proses panen lebih mudah.

Heri menyebutkan, panen matoa biasanya terjadi tiga kali dalam setahun, dengan puncak pada November hingga Desember. Buah matoa hasil kebun Wonosalam dijual dengan harga bervariasi, antara Rp 20 ribu hingga Rp 35 ribu per kilogram tergantung kualitasnya.

"Matoa super harganya bisa sampai Rp 35 ribu per kilo. Kalau yang biasa mulai Rp 20 ribu," tuturnya.

Baca juga: Rumah Aman Pertama Korban, Fatayat NU Jombang Kukuhkan 38 Kader Pendamping Lindungi Perempuan & Anak

Dalam proses budidaya, perawatan menjadi kunci utama agar pohon tetap produktif. Heri mengandalkan pupuk organik untuk menjaga kesuburan tanah dan kualitas buah.

"Perawatannya harus rutin, terutama pemupukan. Kalau musim panas panjang, tanaman bisa stres dan hasilnya turun," ungkapnya.

Tingginya hasil panen membuat permintaan terhadap buah matoa asal Wonosalam meningkat pesat. Tak hanya diborong warga lokal, pembeli dari luar daerah seperti Surabaya, Sidoarjo, dan Jakarta juga turut memesan.

Jenis matoa yang dibudidayakan Heri adalah Matoa Kelapa, varietas yang dikenal memiliki rasa manis legit dengan aroma khas perpaduan antara rambutan, leci, dan durian.

Sania Nur Aini (23), wisatawan asal Kediri, mengaku baru pertama kali mencoba buah tersebut saat berkunjung ke Wonosalam.

"Rasanya unik, mirip rambutan tapi lebih legit dan wangi seperti durian. Saya langsung beli beberapa kilo buat oleh-oleh," pungkasnya. 

Dengan hasil panen yang melimpah dan minat pasar yang terus meningkat, para petani di lereng Gunung Anjasmoro optimistis matoa akan menjadi komoditas andalan baru setelah durian bido.

Deskripsi Tanaman Matoa (Pometia pinnata)

Matoa adalah tanaman buah khas Papua, namun tersebar luas di berbagai wilayah Asia Tenggara hingga Pasifik dan mampu beradaptasi dengan baik di banyak daerah di Indonesia, termasuk Jawa Timur.

1. Morfologi Pohon

Ukuran: Tergolong pohon besar (evergreen). Tinggi rata-rata di habitat alami mencapai 12-20 meter, bahkan bisa tumbuh hingga 50 meter.

Batang: Berbentuk silinder, tegak, dan kokoh. Kayunya keras sehingga sering dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi atau log berkualitas.

Daun: Daun majemuk, tersusun berselang-seling. Saat muda berwarna merah cerah, berubah menjadi hijau saat dewasa.

2. Buah Matoa

Bentuk: Bulat atau agak lonjong, panjang buah sekitar 5-6 cm.

Rasa dan Aroma: Unik dan khas. Sering dideskripsikan sebagai perpaduan antara rambutan, kelengkeng, leci, dan durian (manis legit dan wangi).

Musim Buah: Umumnya berbuah sekali dalam setahun. Berbunga sekitar bulan Juli hingga Oktober, dan berbuah tiga sampai empat bulan kemudian.

Jenis Utama:

Matoa Kelapa: Daging buah (salut biji) kenyal dan mudah lepas dari bijinya (nglontok), seperti selaput kelapa muda. (Jenis ini banyak dibudidayakan di Jawa Timur).

Matoa Papeda: Daging buahnya agak lembek dan lengket, mirip tekstur papeda (makanan khas Papua).

3. Syarat Tumbuh Ideal

Matoa relatif mudah dibudidayakan karena toleran terhadap berbagai kondisi lingkungan, namun tumbuh optimal di:

Iklim: Tropis, hangat-panas, dengan kelembaban tinggi.

Curah Hujan: Tinggi (disarankan lebih dari $1200 \text{ mm}$ per tahun).

Ketinggian Tempat: Idealnya $0-500 \text{ meter}$ di atas permukaan laut (mdpl), tetapi diketahui mampu tumbuh hingga $1200 \text{ mdpl}$ bahkan $1700 \text{ mdpl}$.

Tanah: Kondisi tanah kering (tidak tergenang) dan memiliki lapisan tanah yang tebal.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved