Berita Viral
ART Curi Beras hingga Teh di Depan Majikan karena Gaji Tak Dibayar 3 Bulan: Buat Bayar Kontrakan
Tengah viral di media sosial video asisten atau ART ambil beras hingga teh di depan majikan.
TRIBUNJATIM.COM - Tengah viral di media sosial video asisten rumah tangga atau ART ambil beras hingga teh di depan majikan.
Dalam video itu tampak ART itu bertengkar sengit dengan majikannya.
Video tersebut di antaranya diunggah akun @lambehofficial.
Terlihat si ART terlihat sedang mengemas sejumlah barang milik majikannya ke dalam tas.
Ia mengaku tindakan itu bukan tanpa alasan, melainkan sebagai bentuk kompensasi atas gaji yang belum dibayarkan selama tiga bulan.
Rekaman berdurasi sekitar satu setengah menit itu memperdengarkan suara sang majikan, seorang pria yang tampak marah besar sambil terus merekam ART-nya.
Ia menuduh perempuan yang telah bekerja di rumahnya itu mencuri barang-barang miliknya.
"Balikin barang-barang saya! Ini pembantu nggak tahu diri ngambil barang-barang saya," teriak pria tersebut di awal video, melansir dari TribunStyle.
Ia pun mendesak agar semua barang yang diambil, termasuk beras dan bahan makanan lainnya segera dikembalikan.
Namun sang ART tidak tinggal diam.
Dengan nada tenang namun penuh tekanan, ia berusaha menjelaskan alasan di balik tindakannya.
"Kan Bapak udah nggak bayar saya tiga bulan," ujarnya.
Baca juga: TKW Indramayu Lusita Depresi, 9 Tahun Kerja di Singapura Hanya Digaji Majikan Rp12 Juta
Ia menambahkan bahwa barang-barang itu diambil semata-mata karena kebutuhan mendesak.
"Jadi saya bawa beras sama teh buat anak saya makan sama bayar kontrakan," lanjutnya dengan nada getir.
Dari pengakuannya, terlihat jelas bahwa ia berada dalam posisi sulit, haknya sebagai pekerja belum terpenuhi, sementara kebutuhan hidup untuk anak dan tempat tinggal tidak bisa ditunda.
Meski begitu, sang majikan menolak alasan tersebut dan tetap menyebut perbuatan ART-nya sebagai tindakan kriminal.
"Apakah dibenarkan? Anda ngambil-ngambil barang saya, itu kriminal," hardik pria itu.
Ia berdalih bahwa ia sebenarnya berencana membayar gaji yang tertunda minggu depan, meski janji itu tampaknya tak lagi berarti bagi sang ART yang sudah terdesak oleh keadaan.
Ketegangan mencapai puncaknya ketika sang ART balik menantang majikannya.
"Saya juga bisa nuntut Bapak balik kalau Bapak tiga bulan nggak bayar," tegasnya.
Baca juga: Fatima Minta Pulang Malah Terima Dugaan Kekerasan dari Majikan Arab Saudi, Sempat 2,5 Bulan Tertahan
Video ini dengan cepat menyebar luas dan menimbulkan perdebatan di kalangan warganet.
Banyak yang menyuarakan simpati kepada sang ART, menilai tindakannya sebagai bentuk perlawanan atas ketidakadilan setelah hak dasarnya sebagai pekerja diabaikan.
Sebagian lainnya berpandangan bahwa apa pun alasannya, mengambil barang tanpa izin tetap tidak dapat dibenarkan secara hukum dan bisa dianggap pencurian.
Peristiwa ini akhirnya membuka kembali diskusi publik mengenai perlindungan hak-hak pekerja domestik di Indonesia, serta mengingatkan pentingnya kesadaran hukum bagi para pemberi kerja untuk memenuhi kewajiban mereka tepat waktu.
Peristiwa Lain yang Serupa
Sejumlah Asisten Rumah Tangga (ART) ramai-ramai menyampaikan keluh kesah pengalamannya saat bekerja dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).
Baleg memang tengah menyerap aspirasi ART untuk dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
RUU PPRT telah diajukan sejak 2004 dan dianggap mendesak sebagai payung hukum untuk melindungi pekerja di bidang rumah tangga.
RUU PPRT juga selalu masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) setiap periode DPR, tetapi tidak juga berhasil disahkan hingga DPR periode 2019-2024 berakhir.
Pada periode 2024-2029, DPR RI kembali membahas RUU PPRT dan menyatakan akan berupaya menyelesaikannya.
Salah satu ART yang hadir dalam rapat pleno, Ajeng Astuti, menceritakan pengalamannya ketika bekerja tanpa batas waktu dan tanpa libur, namun gaji yang diterima justru seadanya.
Ia sudah bekerja selama 30 tahun sejak berusia di bawah 17 tahun.
Ia mengaku pekerjaan ini dipilih untuk membantu ekonomi keluarganya.
Terlebih, Ajeng adalah anak pertama perempuan sehingga merasa memiliki tanggung jawab lebih.
"Jadi, yang saya pikirkan tidak ada pilihan bekerja menjadi PRT, di mana orang-orang berpikir bekerja menjadi PRT tidak harus ada keahlian khusus, yang penting bisa mengerjakan pekerjaan rumah dari menyapu hingga membersihkan rumah majikan," kata Ajeng, melansir dari Kompas.com.
Sayangnya, besarnya beban kerja tidak disertai dengan gaji yang memadai.
Ia pun mengingat-ingat gaji yang didapatnya pada medio 1992.
Ia hanya mendapatkan upah Rp 35.000, sebagai bukti bahwa gaji PRT sangat tidak layak.
Menurut Ajeng, hak itu pun tidak mengalami perubahan berarti setelah 30 tahun bekerja.
"Saya pernah punya pengalaman bekerja tanpa hari libur, Pak. Dalam satu bulan, saya hanya diberikan izin pergi pagi dan sore harus kembali ke rumah majikan. Dan saya manut pada saat itu. Karena saya pikir ya harus kerja, saya harus membantu perekonomian keluarga," ucap Ajeng.
Baca juga: Usmawati Tak Pernah Digaji 15 Tahun Kerja di Madinah, Duit Rp 850 Juta Digondol Majikan
ART lainnya, Yuni Sri Rahayu, menceritakan bahwa pekerjaan yang diembannya sangat rawan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak.
Bahkan, PHK bisa didapat hanya karena meminta kontrak kerja tertulis untuk mengupayakan hak-hak dasar, meski sudah bekerja belasan tahun.
Ia sendiri sudah bekerja selama 15 tahun.
"Kebanyakan kita untuk mendapatkan kontrak kerja itu susah. Pengalamannya banyak kawan-kawan meminta kontrak kerja, tetapi malah di PHK dan dalam bentuk PHK ini berhenti mendadak sepihak," kata Yuni, dalam rapat yang sama.
Senada dengan Ajeng, Yuni juga mendapat upah kecil.
Dirinya mengaku upahnya pernah dipotong hingga setengah gaji lantaran telat lima menit.
Upah yang diterimanya menjadi Rp 350.000 dari seharusnya Rp 700.000.
Padahal, pekerjaannya meliputi banyak hal, seperti memasak, mencuci, hingga menjaga anak.
"Semuanya itu saya kerjakan, tapi saat saya hanya 5 menit telat, saya harus berisiko upah saya dipotong dan di-PHK secara sepihak. Di situ saya sangat benar-benar berpikir bagaimana saya harus mendapatkan upah saya yang utuh, padahal di keluarga saya membutuhkan itu," ujar Yuni.
Baca juga: ART Santai Ambil Barang Majikan Meski Diteriaki, Gajinya Tak Dibayar 3 Bulan: Buat Anak Saya Makan
Saat itu, Yuni hanya bisa menerima, termasuk ketika mendapatkan pelecehan seksual.
Bahkan hingga kini, dirinya tidak berani menceritakan pelecehan seksual yang dialami kepada keluarganya.
Ia khawatir, cerita tersebut justru membuatnya tidak bisa bekerja lagi.
Ia berharap negara bisa memberikan keadilan dan hadir melindungi PRT melalui pengesahan RUU PPRT.
"Di sini saya berharap negara ini benar-benar adil buat kita karena pekerja domestik di negara sendiri belum ada perlindungan. Saya mau ada keadilan karena saya melihat di Pancoran itu ada Badan Pelindung Pekerja Migran, tetapi kenapa tidak ada pelindung pekerja domestik," ujar Yuni.
Oleh karenanya, para ART meminta jaminan agar hak-haknya turut diatur dalam RUU PPRT yang selama ini dipandang sebelah mata.
Ia menginginkan RUU PPRT mengatur kontrak kerja tertulis untuk menjamin perlindungan bagi buruh domestik.
"Jadi, kenapa kita mau minta adanya kontrak kerja tertulis supaya ada hukum yang berlaku untuk kita karena adanya kekerasan dan diskriminasi. Banyak kawan-kawan PPRT yang tidak bisa mengadu di mana mereka jika memiliki masalah," tutur Yuni.
Tak hanya itu, mereka juga meminta RUU PPRT mengatur klasifikasi pekerjaan.
Wakil Presiden Partai Buruh, Jumisih, mengungkapkan, setidaknya ada sembilan jenis atau klasifikasi pekerjaan yang bisa dikerjakan ART.
Pekerjaan itu merupakan pekerjaan domestik rumah tangga mulai dari memasak, mencuci, menyetrika pakaian, membersihkan rumah, membersihkan halaman atau kebun, hingga merawat anak.
Kemudian, menjaga orang sakit atau orang berkebutuhan khusus, mengemudi, menjaga rumah, maupun mengurus binatang peliharaan.
"Itu adalah jenis-jenis klasifikasi pekerjaan yang kami usulkan. Ada 9 jenis pekerjaan dan tentu saja itu tidak bisa dikerjakan oleh satu pekerja rumah tangga, tetapi bukan juga otomatis ada 9 pekerja rumah tangga," ujar Jumisih.
Jumisih mengungkapkan, klasifikasi perlu diatur agar meminimalisir beban kerja yang terlalu banyak dengan gaji yang sesuai.
PRT, lanjut dia, bisa bernegosiasi secara setara dengan pemberi kerja terkait dengan jenis pekerjaan yang perlu disepakati.
Begitu pun dengan hak apa saja yang harus didapat oleh PRT, sekaligus hasil pekerjaan yang layak diterima oleh pemberi kerja.
PRT juga harus mendapatkan jaminan sosial untuk melindunginya ketika sakit atau kecelakaan.
"Itu dibutuhkan bagi pekerja rumah tangga apabila pekerja rumah tangga mengalami sakit atau kecelakaan, supaya terdaftar juga di dalam BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan," ujar Jumisih.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
ART ambil beras hingga teh di depan majikan
ART itu bertengkar sengit dengan majikannya
viral di media sosial
berita viral
TribunJatim.com
Tribun Jatim
asisten rumah tangga
| Sariyah Kesal Pak Tarno Dikira Ngemis Lagi, Peringatkan Istri yang Lain: Jangan Pakai Baju Pesulap |
|
|---|
| Jufri Bukan Sekedar Ketua RT karena Bisa Bikin Hidup Masyarakat Kaya dan Sehat, Jadi Idola Warganya |
|
|---|
| Nyawa Mak Onah Masih Ada Pasca Longsor Ratakan Rumahnya, Lari ke Kampung Sebelah Selamatkan Diri |
|
|---|
| Penjual Bakso Babi Tanpa Label Non Halal Ngeluh Susah Jualan Imbas Viral, Ditegur Cuma Jawab Iya-iya |
|
|---|
| Melda Nangis Pernah Disuruh Suami Mandi & Dandan Padahal Ekonomi Terbatas, Kini Diceraikan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim/foto/bank/originals/ART-Curi-Beras-hingga-Teh-di-Depan-Majikan-karena-Gaji-Tak-Dibayar-3-Bulan-Buat-Bayar-Kontrakan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.