Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Sudah Dirikan Bangunan Rp 900 Juta di Tanah Sultan, Warga Klaten Ternyata Ditipu Pakai Surat Palsu

Aksi penipuan berkedok surat kekancingan palsu atau serat kekancingan (surat izin pemanfaatan tanah) dibongkar Direskrimum DIY

Editor: Ani Susanti
TribunJogja/Ahmad Syarifudin
KASUS PENIPUAN TANAH - Polda DIY menangkap TPS alias KRT WD (60) pria awal Kraton Yogyakarta yang diduga menipu warga Klaten berkedok surat kekancingan pemanfaatan Sultan Ground palsu. Modusnya dengan mengaku sebagai keturunan HB VII. Bangunan Rp 900 juta telanjur didirikan. 

TRIBUNJATIM.COM - Aksi penipuan berkedok surat kekancingan palsu atau serat kekancingan (surat izin pemanfaatan tanah) dibongkar Direskrimum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pelakunya adalah RM TPS alias KRT WD, pria 60 tahun asal Kraton Yogyakarta.

Dalam aksinya, ia mengaku sebagai keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono VII.

Kemudian ia meyakinkanwarga Klaten berinisial A (25) untuk mengelola sebidang tanah Sultan Ground (SG) di Tanjungsari, Gunungkidul. 

Tanah seluas 60 meter persegi itu berada di lokasi strategis, menghadap langsung ke laut. 

 Korban pun tergiur dan kemudian surat kekancingan palsu pun berpindah tangan. 

Bangunan tiga lantai senilai Rp 900 juta berdiri megah, rencananya akan dijadikan kafe dan restoran.

"Korban sudah setor Rp 10 juta untuk kekancingan. Tapi kerugiannya jauh lebih besar karena bangunan sudah berdiri," ujar AKBP Tri Panungko, Wadir Reskrimum Polda DIY, dalam konferensi pers di Mapolda DIY, Kamis (16/10/2025).

Padahal, tanah SG tersebut telah bersertifikat atas nama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. 

Berdasarkan UU Keistimewaan DIY Nomor 13 Tahun 2012 dan Pergub DIY Nomor 49 Tahun 2018, izin pemanfaatan hanya bisa dikeluarkan oleh Kawedanan Panitikismo.

Hal itu disebutkan dalam Pasal 32 menyebutkan bahwa tanah Kasultanan dan Kadipaten merupakan tanah milik (eigendom) yang dikuasai langsung oleh Kraton dan Kadipaten, dan penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Gubernur DIY.

Baca juga: Kehilangan Sawah Tapi Tak Dapat Rp2,3 M, Warga Buta Huruf Jadi Korban Mafia Tanah, Anak Dilaporkan

Sedangkan pada Pergub DIY Nomor 49 Tahun 2018 tentang Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Kadipaten, secara teknis bagaimana tanah Kasultanan dan Kadipaten dapat  dimanfaatkan oleh masyarakat atau pihak ketiga tapi dengan beberapa poin penting sebagai berikut: 

1. Pemanfaatan tanah harus melalui izin kekancingan yang dikeluarkan oleh Kawedanan Hageng Panitikismo, lembaga resmi Kraton yang menangani urusan pertanahan.

2. Jenis pemanfaatan bisa berupa tempat tinggal, usaha, fasilitas umum, atau sosial, namun harus sesuai dengan peruntukan tata ruang.

3. Surat kekancingan adalah dokumen resmi yang menyatakan hak pakai atas tanah Kasultanan/Kadipaten, namun bukan hak milik.

4. Larangan keras bagi pihak yang menerbitkan surat kekancingan palsu atau tanpa wewenang.

Baca juga: Tampang Budi Riyanto Otak Kasus Mafia Tanah di Manyar Gresik Ditetapkan Jadi DPO, Kini Diburu Polisi

Namun pelaku nekat bertindak seolah punya kuasa. 

Lebih parahnya, ini bukan kali pertama.

"Modusnya jelas, mengeluarkan surat kekancingan palsu tanpa hak. Pelaku residivis," tegas Panungko.

Polisi mengamankan sejumlah barang bukti yang memperkuat dugaan pemalsuan. Di antaranya:

1. Stempel berlogo mahkota padi dan kapas bertuliskan HB VII

2. Surat keterangan dari Kelurahan Latehan Kraton

3. Surat dari Tepas Darah Dalem Kraton

4. Bendel Undang-Undang “RIJKSBLAD” Kasultanan tahun 1918

5. Fotokopi SHM atas nama Kasultanan seluas 104.600 m⊃2;

6. Sertifikat kekancingan Magersari bertanggal 6 Juni 2023 yang ditandatangani pelaku sendiri

Kabidhumas Polda DIY, Kombes Pol Ihsan, mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap modus serupa. 

Ia menyebutkan, kasus ini bukan satu-satunya. 

Beberapa pengaduan serupa kini tengah diselidiki.

"Kalau merasa jadi korban, segera lapor ke Polda atau kepolisian terdekat. Kami akan usut tuntas," tegas Ihsan.

Pemanfaatan Tanah Kasultanan oleh masyarakat secara individu atau instansi dituangkan dalam sebuah dokumen resmi yang bernama serat kekancingan atau surat yang dikeluarkan Keraton tentang penggunaan tanah, melansir dari Kompas.com.

Surat kekancingan adalah surat keputusan tentang izin pemanfaatan hak atas tanah dari Kasultanan kepada masyarakat atau institusi yang diberikan dalam jangka waktu tertentu dan dapat diperpanjang serta diperbarui.

Di dalam Pergub DIY Nomor 33 Tahun 2017, terdapat empat jenis serat kekancingan yaitu magersari, ngindung, anganggo, dan anggaduh. 

Magersari adalah hak adat yang diberikan kepada pengguna tanah Kasultanan karena terdapat ikatan historis, hanya kepada WNI pribumi selama dipergunakan.

Kemudian Ngindung adalah hak adat yang diberikan kepada masyarakat atau institusi untuk menggunakan tanah bukan tanah keprabon dengan perjanjian.

Baca juga: Rumah Hadi Dilelang karena Gagal Bayar Utang Rp 20 Juta di Koperasi, BPN: Modus Mafia Tanah

Anganggo adalah hak adat yang diberikan kepada masyarakat atau institusi untuk menggunakan tanah bukan Keprabon tanpa memungut hasil dan sifatnya mandiri.

Lalu Anggaduh adalah hak adat yang diberikan untuk mengelola dan memungut atau mengambil hasil dari tanah Kasultanan (bukan keprabon) kepada desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa untuk jangka waktu selama dipergunakan.

Adapun mekanisme pemberiannya diatur dalam Pergub DIY Nomor 33 Tahun 2017 dan Pergub DIY Nomor 49 Tahun 2018 tentang Prosedur Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Kadipaten.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved