Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Niat Bantu Honorer Iuran Rp 20 Ribu, Bikin Guru dan Kepsek Dipenjara usai Didatangi LSM

Abdul Muis dan kepsek menerima Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) setelah memungut iuran Rp 20 ribu untuk bantu guru honorer.

Editor: Torik Aqua
Dok. Tribun Solo
NIAT BANTU - Ilustrasi uang tunai. Nasib Abdul Muis dan Kepsek yang dipenjara akibat iuran Rp 20 ribu. Niat bantu guru honorer malah dipecat. 

Dana itu digunakan untuk mendukung kegiatan sekolah dan memberikan tunjangan kecil bagi guru dengan tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah.

Menurut Muis, saat itu sekolah menghadapi kekurangan tenaga pendidik karena banyak guru yang pensiun, mutasi, atau meninggal dunia.

“Tenaga pengajar itu kan dinamis. Ada yang meninggal, ada yang mutasi, ada yang pensiun. Jadi itu bisa terjadi setiap tahun,” ucapnya.
 
Sekolah pun harus mencari guru honor baru. 

Dalam rapat komite, dibahas persoalan guru honorer yang tidak mendapat insentif karena tidak terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sehingga tidak bisa menerima dana BOS.

Proses administrasi agar mereka masuk sistem Dapodik butuh waktu hingga dua tahun.

“Kalau guru honor baru itu, butuh dua tahun untuk bisa masuk ke Dapodik. Nah, sementara itu, kegiatan belajar tetap harus jalan,” tambahnya.

Jumlah guru honor di sekolah itu mencapai 22 orang, banyak di antaranya bekerja dengan penghasilan minim.

Selama menjadi bendahara, ia hanya menerima uang transportasi Rp125.000 per bulan dan tambahan Rp200.000 sebagai wakil kepala sekolah. 

Sebagian ia gunakan membantu guru honor. 

“Ada guru honor namanya Armand, tinggal di Bakka. Kadang saya kasih Rp150 ribu sampai Rp200 ribu karena dia sering tidak hadir, tidak punya uang bensin,” kenangnya. 

Muncul Masalah Saat Didatangi LSM

Namun, langkah kemanusiaan dan kebijakan internal sekolah yang terbuka ini justru berbuntut panjang.

Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.

“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.

Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian. 

Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved