Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Gaji Rp11 Juta Belum Dibayar selama 11 Bulan, Guru Terpaksa Kerja Serabutan: Belum Ada Kepastian

Banyak guru honorer swasta terpaksa mencari pekerjaan sampingan untuk bertahan hidup karena gaji belum dibayar.

Penulis: Alga | Editor: Alga W
Sripoku.com/Fajri Ramadhoni
GAJI - Ratusan guru honorer saat menggelar aksi damai di Pemkab Muba, Sekayu, Senin (10/11/2025). Honor mereka belum dibayar selama 11 bulan. 

TRIBUNJATIM.COM - Aksi damai dilakukan ratusan guru yang tergabung dalam organisasi Guru Merdeka Profesional (GM Pro), di Kantor Pemkab Muba, Senin (10/11/2025).

Aksi tersebut dilakukan karena gaji mereka tak dibayar selama 11 bulan terakhir.

Baca juga: Permintaan Maaf Gus Elham Yahya setelah Viral, Sebut Aksi Cium Anak Kecil saat Dakwah Kekhilafan

Hal ini dibenarkan Ketua GM Pro Muba, Herlizan.

Herlizan menyampaikan, para guru honorer swasta di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, berada dalam kondisi sulit akibat belum menerima hak mereka sejak awal tahun.

Gaji yang seharusnya dibayarkan melalui Dinas Pendidikan Muba dan bersumber dari APBD, hingga kini belum cair.

"Tahun 2024 kami masih menerima gaji berkisar antara Rp1 juta sampai Rp1,5 juta per bulan," ujar Herlizan.

"Tapi sejak tahun 2025 ini belum ada pembayaran sama sekali. Sudah sebelas bulan kami menunggu, tapi belum ada kepastian," lanjutnya, melansir Tribun Sumsel.

Ia menambahkan bahwa banyak guru honorer swasta terpaksa mencari pekerjaan sampingan untuk bertahan hidup.

"Ada yang jualan, ada juga yang bekerja serabutan," ungkap Herlizan.

"Padahal kami tetap mengajar dan menjalankan tugas seperti biasa, pemerintah harus juga melihat nasib guru swasta," imbuhnya.

GM Pro juga menuntut agar Pemkab Muba segera membayar honor guru tidak tetap (GTT), pegawai tidak tetap (PTT), dan BOSDA, seperti yang dilakukan pada tahun 2024.

Selain itu, mereka meminta agar Bupati dan DPRD Muba mendukung pembukaan kembali peluang pengangkatan PPPK bagi guru swasta.

"Kami berharap Pemkab bisa bersurat kepada Presiden dan kementerian terkait, supaya guru swasta juga mendapat kesempatan diangkat menjadi PPPK," harapnya.

"Kami ini sudah puluhan tahun mengabdi, tapi belum ada kejelasan status," tegas Herlizan.

Pada pertemuan antara perwakilan guru dan Pemkab Muba, disepakati akan dilakukan studi banding ke Bangka Belitung, yang diketahui memberikan insentif khusus bagi guru swasta.

"Kalau di Bangka Belitung saja bisa memberi insentif untuk guru swasta, kenapa Muba tidak bisa?" kata Herlizan.

"Setelah dari Babel akan dilanjutkan ke Kementerian terkait bersama Dinas Pendidikan, BKPSDM Muba, serta BAPEDA Muba. Kami ingin ada kebijakan nyata, bukan janji," tutupnya.

Baca juga: Pembangunan Toilet Telan Biaya Rp166 Juta Setara Harga Rumah Subsidi, Kadikbud Alasan Ada Wastafel

Sementara itu, Bupati Muba, M Toha Tohet, menyatakan dukungannya terhadap aspirasi para guru dan tenaga kependidikan swasta yang tergabung dalam GM Pro.

Ia menyebutkan, Pemkab Muba memahami kondisi para guru honorer swasta tersebut dan tengah mencari solusi terbaik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

"Saya mendukung apa yang disampaikan oleh guru-guru. Saya paham bagaimana perjuangan dan perasaan mereka," ujar Toha saat menemui langsung perwakilan guru swasta.

Menurutnya, keterlambatan pembayaran honor bukan karena ketidakpedulian pemerintah daerah.

Melainkan adanya keterbatasan regulasi yang mengatur penggunaan anggaran daerah untuk guru swasta.

"Terkait gaji, kita terkendala aturan. Namun kita sudah sama-sama sepakat untuk melakukan studi."

"Seperti di Bangka Belitung yang sudah memiliki aturan khusus untuk pembayaran honor guru swasta," ungkapnya.

GAJI GURU TAK DIBAYAR - Ratusan guru honor swasta saat menggelar aksi damai di Pemkab Muba, Sekayu, pada Senin (10/11/2025). Mereka protes karena gaji 11 bulan tak dibayar. Bupati angkat bicara.
Ratusan guru honor swasta saat menggelar aksi damai di Pemkab Muba, Sekayu, pada Senin (10/11/2025). Mereka protes karena gaji 11 bulan tak dibayar. (Sripoku.com/Fajri Ramadhoni)

Toha menugaskan dinas terkait untuk melakukan pendampingan dan koordinasi hingga ke kementerian terkait.

Ia juga memastikan bahwa dalam waktu dekat, lima perwakilan guru bersama Dinas Pendidikan akan ikut dalam kunjungan kerja dan pendampingan ke kementerian.

"Saya sudah mengutus dinas terkait untuk mendampingi sampai ke kementerian. Nanti lima perwakilan dari guru dan dinas akan ikut bersama-sama," tambahnya.

Pemkab Muba berkomitmen untuk mencari jalan keluar terbaik agar para guru honorer swasta dapat menerima haknya tanpa melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

"Saya mengerti perasaan guru honor ini, karena semuanya perlu makan. Kalau semuanya sudah terpenuhi, pekerjaan juga akan lebih mudah dijalankan," tutupnya.

Baca juga: Daftar Aset Abeng Bandar Narkoba Senilai Rp15 M yang Diamankan Polisi, Transaksi di Rekening Istri

Kasus lainnya

Di tempat lain, polemik dana komite sekolah menyeret mantan kepala sekolah dan bendahara.

Kasus ini hingga berujung hukuman penjara serta pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Kasus bermula dari laporan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menuding adanya pungutan liar (pungli) di sekolah.

Tudingan tersebut berawal dari sumbangan orang tua siswa sebesar Rp20 ribu per bulan yang digunakan untuk membantu pembayaran insentif guru honorer.

Akibat laporan tersebut, mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, dan bendahara komite, Abdul Muis, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pungli.

Keduanya telah menjalani hukuman di Rumah Tahanan (Rutan) Masamba dan menerima Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) dari Gubernur Sulawesi Selatan.

Namun, para orang tua siswa membantah adanya unsur paksaan dalam pembayaran dana komite.

Sejumlah orang tua siswa SMAN 1 Luwu Utara angkat bicara soal kasus yang menyeret dua guru yang sudah puluhan tahun mengajar tersebut.

Mereka menegaskan, iuran tersebut dibayar secara sukarela dan merupakan hasil kesepakatan bersama orang tua siswa serta pihak komite sekolah.

"Pembayaran dana komite itu adalah kesepakatan orang tua," ujar Akramah selaku salah satu orang tua siswa SMAN 1 Luwu Utara yang turut membayar dana komite pada tahun 2018.

"Kami tidak keberatan dengan iuran itu, karena anak kami yang dididik," imbuhnya.

Akramah mengatakan, pembayaran iuran dilakukan dengan niat membantu guru honorer yang berjasa dalam mendidik anak-anak.

"Pembayaran iuran itu untuk kebaikan guru yang mengajar anak kami. Kami tidak keberatan, apalagi Rp20 ribu itu tidak sebanding dengan jasa mereka," tambahnya.

Ia juga memastikan, dalam rapat komite, seluruh orang tua siswa sepakat untuk membayar iuran tersebut.

"Saat rapat pun tidak ada orang tua yang menolak. Semua sepakat karena itu untuk membantu sekolah," ujarnya, melansir Tribun Timur.

PEMECATAN GURU - Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal (kiri) dan Bendahara Komite SMAN 1 Luwu Utara, Abdul Muis (kanan) ditemui beberapa waktu lalu. Kasus pemecatan guru SMAN 1 Luwu Utara bermula tahun 2018. Saat itu, Abdul Muis menjabat sebagai Bendahara Komite Sekolah niat membantu guru honorer.
Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, dan Bendahara Komite, Abdul Muis, ditemui beberapa waktu lalu. Kasus pemecatan guru SMAN 1 Luwu Utara bermula tahun 2018, berniat membantu guru honorer. (Tribun Timur/Andi Bunayya Nandini)

Akramah menyayangkan pemecatan terhadap dua pendidik tersebut yang dinilainya hanya berniat membantu guru honorer dan meningkatkan mutu pendidikan.

"Kembalikan hak dua guru yang diberhentikan. Mereka punya keluarga, dan anak-anak kami bisa sukses karena mereka," ucapnya sambil meneteskan air mata.

Orang tua siswa lainnya, Taslim, juga menegaskan iuran sebesar Rp20 ribu per bulan tersebut dibayar secara sukarela setelah melalui rapat dan kesepakatan bersama.

"Pembayaran iuran itu tidak serta merta ada. Semua melalui rapat komite dan orang tua siswa," kata Taslim, Senin (10/11/2025).

Ia menjelaskan, kebijakan tersebut bahkan memberikan keringanan bagi keluarga yang memiliki lebih dari satu anak di sekolah.

"Kalau ada dua anak bersaudara di sekolah, hanya satu yang membayar. Jadi memang tidak memberatkan," jelasnya.

Baca juga: ASN Vita Amalia Tak Terima Dipecat Pemkab, Akui Alasannya Injak Quran Gegara Dituduh Pacar Selingkuh

Taslim menegaskan, iuran tersebut adalah bentuk kepedulian orang tua untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.

"Kami menyumbang untuk memperbaiki mutu pendidikan di sekolah. Kami kecewa, niat kami membantu justru berujung pada jeruji besi dan pemecatan dua guru," ucapnya.

"Kami juga tidak tega melihat tenaga honorer yang mengajar anak kami dari pagi sampai sore tanpa insentif," lanjut Taslim.

Para orang tua berharap pemerintah dapat meninjau ulang keputusan pemecatan terhadap dua pendidik tersebut.

"Kami tidak melawan putusan pemerintah, tapi mungkin perlu ditinjau ulang karena ini bukan korupsi."

"Dana itu bukan uang negara, melainkan sumbangan sukarela dari orang tua siswa."

"Kami meminta Bapak Presiden memperhatikan masalah ini dan mengembalikan hak dua guru yang dipecat," harap Taslim.

DIPECAT - Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Minggu (9/11/2025). Ia harus menerima kenyataan pahit diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).
Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Minggu (9/11/2025). Ia harus menerima kenyataan pahit diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA). (Tribun-Timur.com/Andi Bunayya Nandini - MUH AMRAN AMIR via Kompas.com)
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved