PDIP Jawa Timur

Generasi Muda Jadi Ujung Tombak Transformasi Ekonomi, Prof Martha: Harus Geser Mindset

TRIBUNJATIM.COM/HABIBUR ROHMAN
BICARA - Guru Besar Ekonomi Internasional UPN “Veteran” Jawa Timur, Prof. Ignatia Martha Hendrati dalam RedTalks, ruang dialog publik yang digelar Tribun Jatim Network bersama PDIP Jatim di Dyandra Convention Centre Surabaya, Sabtu (22/11/2025).  

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sulvi Sofiana

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Generasi muda disebut memiliki peran sentral dalam menentukan arah transformasi ekonomi Indonesia. 

Guru Besar Ekonomi Internasional UPN Veteran Jawa Timur, Prof Ignatia Martha Hendrati, menegaskan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ke depan sangat bergantung pada kesiapan anak muda untuk mengambil peran strategis, terutama dalam membangun budaya kepedulian kolektif.

Penegasan ini ia sampaikan dalam RedTalks, ruang dialog publik yang digelar Tribun Jatim Network bersama PDI Perjuangan Jatim di Dyandra Convention Centre Surabaya, Sabtu (22/11/2025).

Baca juga: RedTalks: Suara Muda untuk Jatim Keren, Ajang Gen Z Roasting Partai Politik

Forum tersebut mempertemukan akademisi, pelaku usaha, budayawan, aktivis, mahasiswa, hingga perwakilan partai politik untuk membahas ulang orientasi kebijakan ekonomi Indonesia.

Kunci: Menggeser Pola Pikir dan Sila Kelima Pancasila

Prof. Martha menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan generasi muda yang tidak hanya aktif secara sosial, tetapi juga mampu mengubah cara pandang terhadap pembangunan. 

Ia menyebut perubahan pola pikir sebagai kunci, karena selama ini kebijakan ekonomi terlalu sering terseret kepentingan jangka pendek dan keuntungan individu.

“Kuncinya adalah generasi muda menjadi ujung tombak transformasi ekonomi. Mindset mereka harus kita geser dari individual ke komunitas,” tegasnya.

Menurut Prof. Martha, orientasi kebijakan yang terlalu menonjolkan individual welfare selama ini menghambat tercapainya kesejahteraan nasional secara menyeluruh.

Ia menilai generasi muda memiliki karakter yang lebih progresif dan terbuka, sehingga lebih mudah diarahkan menjadi pelopor budaya kolektif yang memperjuangkan kepentingan publik.

Salah satu fenomena yang ia soroti adalah meningkatnya tren gaya hidup sehat di kalangan anak muda, seperti jalan pagi, lari pagi, hingga terbentuknya berbagai komunitas olahraga.

Tren ini menurutnya tidak sekadar gaya hidup, tetapi dapat menjadi pintu masuk membangun solidaritas sosial. Ia menyebutnya sebagai momentum untuk memantik kepedulian generasi muda terhadap isu-isu sosial dan lingkungan di sekitar mereka.

“Sekarang gaya hidup sehat itu dianggap keren. Tren ini bisa menjadi pintu masuk menumbuhkan kepedulian sosial. Kita memantek kepedulian itu. Sesuai sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.

Lebih lanjut, Prof. Martha menilai generasi muda memiliki peluang besar untuk mendorong penerapan ekonomi sirkular atau circular economy, terutama pada sektor UMKM.

Baca juga: RedTalks: Suara Muda untuk Jatim Keren, Ajang Gen Z Roasting Partai Politik

Ia menyebut model ini mampu menekan biaya produksi sekaligus membuka akses UMKM ke pasar premium global yang semakin menuntut produk berkelanjutan. 

Anak muda, dengan kreativitas dan kemampuan adaptasinya, dinilai paling siap mengembangkan inovasi ramah lingkungan yang dapat memperkuat daya saing nasional.

“Dengan circular economy, biaya turun, premium value naik. Impact multiplier-nya besar. Margin UMKM bisa berlipat, upah pekerja naik, daya beli meningkat, dan transformasi ekonomi berkelanjutan bisa tercapai,” jelasnya.

Prof. Martha menekankan perlunya kebijakan publik yang lebih berpihak pada partisipasi generasi muda. Ia mengingatkan bahwa tanpa pelibatan nyata, proses transformasi ekonomi akan terus terhambat oleh tarik-menarik kepentingan politik dan kelompok tertentu. 

Ia menyerukan adanya ruang dialog yang lebih luas dan inklusif agar gagasan anak muda dapat masuk ke dalam perumusan kebijakan.

“Kebijakan ekonomi tidak boleh terus terseret kepentingan jangka pendek. Kita sudah butuh solusi akhir, dan itu hanya bisa dicapai jika anak muda dilibatkan secara nyata,” ujarnya.

Di akhir paparannya, Prof. Martha mengingatkan bahwa pembangunan nasional tidak boleh hanya mengandalkan indikator ekonomi yang dapat dimonetisasi.

Kesejahteraan sosial seperti rasa aman, kenyamanan, dan indeks kebahagiaan masyarakat juga harus menjadi ukuran keberhasilan. Menurutnya, generasi muda memiliki peran penting untuk memastikan dua aspek ini berjalan beriringan.

“Ekonomi bisa dihitung, tapi kesejahteraan sosial juga penting. Keduanya harus berjalan bersama,” tutupnya.