PDIP Jawa Timur
Gen Z Pesimis Politik, Presiden BEM FISIP Unair Soroti Peran Partai: Tak Representasi Anak Muda
Ringkasan Berita:
- Narasumber: Irfan Ahmad Yasin (Presiden BEM FISIP Unair).
- Isu Utama: Generasi muda pesimis terhadap politik, bukan alergi.
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sulvi Sofiana
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga ( FISIP Unair), Irfan Ahmad Yasin, menyuarakan kegelisahan generasi muda terhadap kinerja partai politik (parpol) yang dinilai belum benar-benar memperjuangkan aspirasi mereka.
Hal ini ia sampaikan dalam RedTalks, ruang dialog publik yang digelar Tribun Jatim Network bersama PDI Perjuangan Jatim di Dyandra Convention Centre Surabaya, Sabtu (22/11/2025).
Forum tersebut mempertemukan akademisi, pelaku usaha, budayawan, aktivis, mahasiswa, hingga perwakilan partai politik untuk membahas ulang orientasi kebijakan ekonomi Indonesia.
Baca juga: RedTalks: Suara Muda Jatim Keren Dapat Apresiasi dari Influencer Natkeni Wadah Bersuara Anak Muda
Presiden BEM FISIP Unair Irfan menyebut, anak muda saat ini semakin pesimis terhadap politik karena suara mereka dianggap belum tentu didengar oleh para pengambil keputusan.
Stigma Parpol: Objek Bukan Aktor
Ia membuka pandangannya dengan menggambarkan keresahan yang sering ia dengar dari mahasiswa dan aktivis lain.
Ia menilai partai politik selama ini sering menggaet anak muda hanya sebatas simbol atau pemanis elektoral. Namun keterlibatan yang diberikan tidak bersifat substantif, sehingga anak muda hanya menjadi objek politik, bukan aktor yang diberi ruang untuk menyuarakan kepentingannya.
“Stigma negatif terhadap parpol itu muncul karena mereka banyak menggaet anak muda, tetapi tidak melibatkan secara aktif. Mereka hanya dijadikan objek atau komoditas politik,” katanya.
Ia juga menyoroti kecenderungan parpol yang dinilai hanya fokus pada kepentingan golongan atau keuntungan politik kelompok tertentu.
Menurutnya, kondisi tersebut menjauhkan parpol dari harapan publik, terutama generasi muda yang menginginkan politik yang lebih jujur, jelas, dan berpihak pada masyarakat.
Irfan mencontohkan kekecewaan mahasiswa setelah Pemilu 2024, khususnya terkait posisi PDIP yang diprediksi akan menjadi oposisi kuat setelah susunan kabinet diumumkan.
Namun kenyataannya, ia dan banyak mahasiswa tidak melihat sikap oposisi tersebut tampil secara konsisten.
“Di kalangan mahasiswa, kami tidak menemukan PDIP menjadi oposisi yang kencang kepada pemerintah. Padahal harapannya parpol itu tidak berada di satu kubu saja,” jelasnya.
Ia juga menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai tidak selaras dengan kepentingan publik, namun tidak disertai kontrol kuat dari partai politik. Irfan mencontohkan polemik pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menurutnya menyisakan banyak persoalan di lapangan.
“Ketika ada kebijakan yang tidak selaras dengan kepentingan publik, kemana perginya parpol? Jangan sampai oposisi itu hanya dilakukan mahasiswa, aktivis, atau LSM saja. Harusnya parpol juga berdiri di sana,” tegasnya.
Irfan menyebut bahwa belum ada partai yang secara penuh berani menyampaikan kritik atau oposisi kepada pemerintah. Kondisi ini membuat mahasiswa mempertanyakan keberpihakan parpol terhadap kepentingan masyarakat.
Kekecewaan itu makin besar karena aspirasi yang disampaikan dalam demonstrasi atau forum-forum publik sering kali tidak mendapatkan respons yang signifikan. Dari situ, menurut Irfan, muncul sikap pesimistis generasi muda terhadap dunia politik.
“Gen Z itu bukan alergi politik, tapi pesimis terhadap politik. Karena belum tentu apa yang mereka suarakan bakal didengar atau diwujudkan oleh parpol atau pemerintah,” ujarnya.
Alih-alih berharap banyak kepada parpol, anak muda kini lebih memilih gerakan sosial versi mereka sendiri, terutama melalui aktivisme digital. Irfan menyebut meme politik sebagai salah satu bentuk ekspresi generasi muda dalam mengkritik keadaan politik dengan cara yang dekat dengan keseharian mereka.
“Meme politik itu penting. Itu bagian dari ekspresi politik anak muda. Guyonan tentang politisi, menteri, itu cara kita menyampaikan kritik,” katanya.
Selain itu, mahasiswa juga mengembangkan aktivisme melalui diskusi sosial politik, kajian organisasi mahasiswa, maupun konten edukasi di media sosial.
Baca juga: RedTalks Siap Digelar, Peneliti Litbang Kompas: Dekatkan Partai Politik dengan Anak Muda
Irfan menilai ruang-ruang ini menjadi alternatif untuk menyampaikan aspirasi publik ketika saluran formal dirasa tidak efektif.
“Ketika kita tidak bisa berharap pada parpol, ya kita bikin gerakan sendiri. Lewat konten kajian, diskusi kampus, atau aktivisme sosial media,” ujarnya.
Menurut Irfan, gerakan politik anak muda tidak mati, hanya berubah bentuk.
Ketika jalur formal dianggap buntu, generasi muda memilih jalan baru untuk menyuarakan pendapat dan melakukan edukasi politik di ruang-ruang alternatif.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim/foto/bank/originals/Presiden-Badan-Eksekutif-Mahasiswa-BEM-Fakultas-Ilmu-Sosial-dan-Ilmu-Politik.jpg)