Tutupnya Gerai 7-Eleven Gara-gara Warga yang Nongkrong Berjam-jam Cuma Beli Air Mineral?
Hal ini, menurutnya, menyebabkan biaya operasional tinggi sementara margin keuntungannya tipis jika dibanding dengan minimarket retail lain dengan...
TRIBUNJATIM.COM, JAKARTA - rencana tutupnya gerai 7-Eleven pada akhir bulan, Jumat (30/6/2017) ini tak ayal membuat berbagai pihak kaget.
Banyak spekulasi yang bermunculan terkait apa penyebabnya hal itu bisa terjadi.
Mulai opini soal kerugian yang muncul akibat pengguna yang menongkrong berjam-jam dan tidak menutup biaya produksi sampai soal persaingan yang ketat.
Mana yang benar?
Satu pihak yang menyebut penyebab tutupnya Sevel di Indonesia karena pengguna yang menongkrong berjam-jam adalah Ketua Kadin Rosan Roeslani.
Baca: VIDEO: Beginilah Suasana Pemudik Saat Arus Balik di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Pada beberapa media di Indonesia, Rosan mengatakan, "Di Sevel orang beli satu minuman ringan saja nongkrongnya dua tiga jam," sementara ada pengeluaran sewa tempat yang besar.
Hal ini, menurutnya, menyebabkan biaya operasional tinggi sementara margin keuntungannya tipis jika dibanding dengan minimarket retail lain dengan volume pendapatan yang lebih banyak dan lebih cepat.
Namun pandangan tersebut dibantah oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey, yang yakin tidak ada yang salah dengan konsep nongkrong yang dipopulerkan oleh 7-Eleven.
"Karena business model seperti ini sedang berkembang juga. Ada beberapa anggota kami yang kemudian ikut menggunakan gerainya untuk menjual makan minum, sehingga pengunjung bisa makan minum di tempat. Karena ini lifestyle, permintaan konsumen yang terobsesi dengan sosialisasi."
"Masa semua yang datang beli air mineral, nongkrong tiga jam? Nggak bisa digeneralisir. Kita lihat ada yang datang beli minum, masuk lagi, beli roti. Itu kan omzet," tambah Roy.
Baca: Alexandre Lacazette dan Thomas Lemar Tolak Tawaran Arsenal
Meski konsumen yang menongkrong berjam-jam bisa menjadi salah satu faktor penyebab tutupnya 'Sevel' namun faktor tersebut dinilai Roy 'tidak substantif'.
"Situasinya, saat mereka masuk ke Indonesia, belum ada peraturannya. Karena mereka punya bisnis restoran atau kafetaria, dan jika pemiliknya asing tidak masalah. Tapi mereka juga punya bisnis retail, dan masih ada Perpres 36 Tahun 2010 (tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal), bahwa format retail, untuk di bawah ukuran 400 meter persegi itu harus local player, tidak boleh foreign player," kata Roy.
Maka Aprindo, membantu memfasilitasi 7-Eleven -yang kemudian menjadi anggota asosasi- dengan pemerintah sehingga waralaba tersebut bisa berdiri dengan izin Dinas Pariwisata Kota.
Baca: Dalam Sehari, Empat Kapal Berisi 800 Penumpang Berlabuh di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Berita di atas sebelumnya telah dipublikasikan di Tribunnews.com dengan judul Di Balik Tutupnya Jaringan 'Sevel' di Indonesia ''Cuma Beli Air Mineral Nongkrongnya 3 Jam''
(Tribunnews.com/Hasanudin Aco)