Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Setelah Dua Tahun Hujan, Kini Petani Tembakau Bisa Tertawa Lagi

Hujan memaksa para petani tembakau berderai air mata karena apa yang dilakukan sia-sia dan berbuah nestapa.

Penulis: David Yohanes | Editor: Mujib Anwar
SURYA/DAVID YOHANES
Seorang buruh petik tengah memetik daun tembakau yang sudah menua, di sawah Desa Kendal, Kecamatan Gondang, Tulungagung, Rabu (25/10/2017). 

TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Dibantu emat orang buruh petik, Siswanto (33) memetik daun tembakau yang sudah menua di sawahnya di Desa Kendal, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung.

Warga Desa Karanganom ini mengaku hasil tanamnya buruk. Meski demikian Siswanto mengaku senang bisa kembali menanam tembakau.

Siswanto berasalan menanam tembakau jauh menguntungkan dibanding tanaman palawija, seperti jagung.

Menanam tembakau dianggap sebagai kesempatan untuk meraup keuntungan setelah tanaman padi.

Apalagi dua tahun sebelumnya tidak ada tanaman tembakau yang bisa tumbuh karena musim hujan berkepanjangan.

“Dua tahun tidak bisa tanam tembakau karena sawahnya terus beraiar. Sekarang ini seperti anugrah bagi petani bisa menenam tembakau lagi,” ucap Siswanto, saat ditemui di sawahnya, Rabu (25/10/2017).

Siswanto menuturkan, tahun lalu dirinya sempat dua kali ponjo (menanam bibit) tembakau. Namun dua kali pula gagal karena hujan. Siswanto mengaku rugi dengan kejadian tersebut.

Kini dengan kualitas tanaman yang dianggap buruk, Siswanto bisa mendapatkan sekitar 2 ton daun tembakau. Siswanto memilih menjual hasil panennya berupa daun, dari pada merajang sendiri.

“Kalau dirajang sendiri butuh biaya dan tenaga yang banyak. Saya pilih menjual daun, langsung bayaran dan tidak perlu repot lagi,” ucap Siswanto.

Karena kualitas tembakaunya dianggap jelek, pedagang menghargainya Rp 450.000 per kwintal. Sehingga dari 100 ru sawah, Siswanto mendapatkan uang Rp 9.000.000. Namun hasil ini masih dipotong biaya buruh petik, rata-rata Rp 60.000 per orang.

“Kalau misalnya ditanami jagung, hasilnya juga tidak sebagus ini. Kalau saya tetap fanatik menanam tembakau,” tandas Siswato.

Sementara seorang pedagang daun tembakau, Suyadi (51) mengatakan, harga daun tembakau mulai turun. Saat ini harganya berkisar antara Rp 450.000 hingga Rp 600.000 per kuintal. Sebulan sebelumnya harganya antara Rp 660.000 hingga Rp 700.000 per kuintal.

“Pokoknya kalau mulai turun hujan, harga daun tembakau panen pohon pasti turun. Beruntung yang bisa panen awal karena harganya sangat tinggi,” ujar Suyadi.

Lanjut Suyadi, di Tulungagung ada dua jenis tembakau yang banyak ditanam petani. Yaitu tembakau jenis gagang rejeb dan gagang sidi. Gagang sidi banyak diminati karena daunnya lebar-lebar dan tebal.

Gagang sidi juga dianggap lebih tahan penyakit. Sedangkan gagang rejeb diminati karena kadar nikotinnya lebih rendah.

“Ada pabrik rokok yang sengaja mencari gagang rejeb karena kandungan nikotinnya yang rendah. Tapi ya itu, barangnya jarang karena kebanyakan yang ditanam gagang sidi,” tegas Suyanto. (Surya/David Yohanes)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved