Pergeseran Pengawasan Impor Border ke Post Border Diharapkan Mampu Tingkatkan Ekspor 11 Persen
Ada 35 komoditi barang yang masih harus diikuti aturan mainnya untuk mengimpor barang.
Penulis: Arie Noer Rachmawati | Editor: Edwin Fajerial
Laporan wartawan TribunJatim.com, Arie Noer Rachmawati
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Adanya skema kebijakan pergeseran pengawasan barang impor dari border ke post border, diharapkan mampu meningkatkan nilai ekspor sebesar 11 persen.
Hal itu disampaikan oleh Oke Nurwan, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan usai acara sosialisasi dan coaching clinic, regulasi, pengawasan tata niaga impor di post border di Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya, Kamis (15/3/2018).
"Kalau kami ditargetkan ekspor meningkat maka impor pun menjadi meningkat. Tetapi, intinya saat ini kalau meningkatkan nilai ekspor maka impornya harus diperlancar dan kami mencoba mengeluarkan kebijakan yang sifatnya hilirisasi, yaitu pengawasan tata niaga impor dari border ke post border," katanya.
Secara sederhana, Oke menjelaskan kebijakan pergeseran pengawasan tata niaga impor dari border ke post border tersebut berupa rekomendasi barang impor yang dihapuskan.
"Kalau sebelumnya impor produk tertentu ada syaratnya mulai dari dokumen di bea cukai dan semua pengawasannya di border. Nah, sekarang dokumen persyaratan tetap ada dan lengkap hanya saja pola pengawasannya yang bergeser. Mulanya dititipkan di bea cukai kini digeser ke post border," jelasnya.
Oke juga menjelaskan barang impor yang masuk kategori dilarang sebagian atau larangan terbatas lebih kurang ada 5.200 HS Codes atau 48 persen dari 10.800 HS Codes yang ada di Indonesia.
Sementara terhadap komoditinya, tambah Oke, ada 35 komoditi barang yang masih harus diikuti aturan mainnya untuk mengimpor barang.
"Setelah kami timbang dari 35 komoditi tersebut, ada 21 komoditi yang kami geser pola pengawasannya dari border ke post border. Dari 21 komoditi itu mencakup lebih kurang 3.450 HS Codes," tambahnya lagi.
Dari 35 komoditi yang ada, tambahnya, nantinya 21 komoditi akan digeser ke post border atau 2.400 HS Codes (20,8%). Lalu, sisanya 15 komoditi atau lebih kurang 1.000 HS Codes tetap berada di border.
Pergeseran tata niaga impor ke post border ini sudah diberlakukan sejak tanggal 1 Februari 2018.
Kebijakan pergeseran pengawasan dari border ke post border diharapkan mampu menggairahkan daya saing industri dan iklim yang lebih kondusif.
"Kami ditargetkan ease of doing business (EoDB) di Indonesia dari peringkat ke-72 naik menjadi peringkat ke-42 pada tahun 2019," kata Oke
Karenanya, kebijakan ini juga diharapkan tidak diciderai oleh pelaku usaha impor maupun industri yang bahan bakunya dari impor.
"Kami sudah memberikan kepercayaan kepada pelaku usaha untuk mempercepat arus barang. Kami harapkan tidak diciderai karena kalau tidak, akan kami kenai sanksi tegas," tutupnya.