Kisah Menyentuh Hati dr Irwanto, Relawan 4 Hari Tangani 100 Pasien Bibir Sumbing di Berbagai Negara
Rasa kemanusiaan mengantar dokter alumni Unair jadi relawan bibir sumbing di berbagai negara dan bawa berkah bagi penderitanya.
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Menjadi relawan bukan hal yang baru bagi dr Irwanto SpA(K). Setelah jadi relawan di Myanmar, kini ia kembali menerima tawaran Smile Asia Foundation untuk bergabung menjadi dokter volunteer.
Kegiatan pengabdian masyarakat berupa operasi bibir sumbing gratis ini berlangsung tanggal 20 hingga 25 Mei 2018 di Mahendra Mohan Choudhury Hospital, Panbazar, Guwahati, India.
Kegiatan sosial ini didukung sepenuhnya oleh Guwahati Comprehensive Cleft Care Centre Mission Smile yang khusus bergerak memberikan penanganan medis untuk anak-anak penderita bibir sumbing.
Irwanto menjadi satu-satunya tenaga medis dari Indonesia yang bergabung bersama puluhan tenaga medis lain dari sejumlah negara.
Tim dokter ini merupakan gabungan dari beberapa perawat, dokter bedah plastik, dokter anastesi dari USA, Jepang, Kamboja, Singapura, Malaysia, serta dua dokter anak dari India. Mereka bekerjasama menangani operasi 100 pasien anak bibir sumbing dalam waktu lima hari.
“Meskipun berpuasa selama 15 jam, saya tetap bertugas melakukan skrining seluruh pasien untuk menentukan pasien yang layak dioperasi, sekaligus bertanggung jawab atas proses pengobatan pasca operasi,” ujar pria kelahiran 27 Februari 1967 ini.
Proses pemulihan pasien,lanjutnya, menjadi lebih mudah karena rumah sakit tempat berlangsungnya operasi bibir sumbing ini juga dilengkapi dengan fasilitas berupa terapi komprehensif.
Mulai dari skrining sebelum operasi dan pasca operasi. Termasuk, pemberian nutrisi dan terapi wicara pasca operasi dalam satu gedung.
“Kesempatan menjadi dokter volunteer memberinya banyak pengalaman berharga. Salah satunya bisa merasakan pengalaman membangun semangat dan kekompakan bersama tim dokter lintas negara selama menangani ratusan pasien dalam hitungan hari,” terang pria yang pernah menjadi dokter volunteer di Jepang pada tahun 2013 ini.
Kesempatan menjadi dokter volunteer di negeri orang juga menjadi pembuktian bahwa ternyata kompetensi dokter Indonesia diakui negara lain.
“Ini bukan hal mudah, karena harus memenuhi kualifikasi yang cukup ketat,” ungkap wisudawan terbaik Unair tahun 2013 ini.
Meskipun harus tinggal jauh dari keluarga, Irwanto mengungkapkan tak menolak jika harus diajak bergabung kembali menjadi dokter volunteer.
“Rencananya bisa ke Bangladesh, Mongolia, dan Bhutan. Tergantung kebutuhan,” tegasnya. (Surya/Sulvi Soviana)
