Tradisi Tumpeng Sewu Banyuwangi Diminati Wisatawan
Wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Banyuwangi makin meminati pagelaran tradisi Tumpeng Sewu.
Penulis: Haorrahman | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, BANYUWANGI - Desa adat Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, memilik tradisi menggelar seribu tumpeng (tumpeng sewu). Atraksi wisata ini kian diminati wisatawan.
Tumpeng sewu digelar tiap 1 Dzulhizah, yang tahun ini jatuh pada, Minggu (12/8/2018) malam. Gelaran ini kini menjadi atraksi wisata Banyuwangi yang diminati wisatawan.
"Pemerintah konsisten mengangkat event ini dalam sebuah festival. Mudah-mudahan gelaran ini juga bisa mengangkat ekonomi masyarakat Kemiren,” kata Yusuf.
Menurur Yusuf, ebih dari itu, tradisi ini merupakan simbol masyarakat yang hidup rukun, guyup dan saling bergotong royong.
“Kekhasan semacam ini banyak diminati wisatawan. Ditambah lagi keramah tamahan masyarakatnya, event ini menjadi favorit bagi para wisatawan,” jelasnya.
Sebelum malam tiba, sejak sore warga telah menghampar tikar di depan rumahnya untuk persiapan gelaran event ini.
Malam harinya ribuan masyarakat dari berbagai penjuru desa maupun wisawatan hadir di desa Kemiren untuk menikmati ribuan tumpeng dengan menu utama pecel pithik, yang disajikan berderet-deret di sepanjang jalan desa.
Emma Radenac (30). Turis asal Prancis ini datang bersama suaminya Regis Souris, mengaku sengaja datang awal ke Desa Kemiren agar bisa melihat ritual Tumpeng Sewu.
"Ini sangat menajubkan. Semua orang membuat tumpeng untuk dimakan bareng-bareng,” ujarnya.
Tumpeng sewu merupakan tradisi suku Using Kemiren sebagai wujud syukur mereka.
Usai dibacakan doa, ritual ini dimulai. Di bawah temaram api obor, semua orang duduk dengan tertib bersila di atas tikar maupun karpet yang tergelar di depan rumah. Di hadapannya tersedia tumpeng yang ditutup daun pisang.
Suhaimi, sesepuh Desa Kemiren, sebelum makan tumpeng sewu warga diajak berdoa agar desanya dijauhkan dari segala bencana, dan sumber penyakit karena ritual tumpeng sewu diyakini merupakan selamatan tolak bala.
Setiap rumah warga Kemiren mengeluarkan minimal satu tumpeng yang diletakkan di depan rumahnya. Pagi harinya sebelum dimulai selamatan masal, warga telah melakoni ritual mepe kasur. (Surya/Haorrahman)