Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kisruh Tower Provider di Malang, Kompensasi Tak Jelas, Warga Ancam Menonaktifkan

Kisruh Tower Provider di Malang kembali terjadi, akibat kompensasi tak jelas dan warga mengancam menonaktifkan.

Penulis: Erwin Wicaksono | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM/ERWIN WICAKSONO
Tower yang berada di Desa Tirtomarto, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang. 

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Setelah sebelumnya warga Desa Sananrejo menolak keberadaan tower yang dinilai membahayakan. Kisruh tower juga terjadi di Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang.

Pemicunya, akibat ketidakjelasan kompensasi dan kurangnya komunikasi pihak provider kepada warga terdampak tower sambungan telepon seluler di Desa Tirtomarto, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang.

Pasalnya, tower yang memiliki tinggi sekitar 50 meter ini masa kontraknya habis tertanggal 17 Agustus 2017 lalu.

Tapi hingga saat ini masih belum jelas mengenai perpanjangan kontrak, termasuk besarnya nilai kompensasi terhadap warga lingkungan setempat.

Seorang warga terdampak menuturkan, kontrak tower tersebut sebenarnya habis pada tahun 2017, tetapi hingga saat ini masih belum jelas tentang perpanjangan kontrak tersebut.

"Nilai kompensasi yang diajukan warga tidak disetujui," ujar warga Desa Tirtomarto, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang ini, yang menolak disebutkan namanya, Selasa (30/10/2018).

Menurut warga ini, sebanyak 19 KK terdampak sudah melakukan mediasi dengan pemilik lahan. Akan tetapi, dari mediasi tersebut tidak sesuai dengan harapan.

Pihak pemilik lahan, hanya bersedia memberi kompensasi sebesar Rp 500 ribu per KK.

"Warga tidak mau Mas, karena besaran kompensasi yang disepakati warga Rp 3 juta," tambahnya.

Warga terdampak mengancam akan menonaktifkan tower. Langkah itu dilakukan jika  tidak ada juga kejelasan,baik pemilik lahan maupun pihak provider.

Sementara, Kepala Desa Tirtomarto, Joni Suhariyanto, mengatakan, tower yang disewa dari lahan milik mendiang Haji Zen alias Sumingan. Tower tersebut berdiri sejak  tahun 2007 silam dengan kesepakatan kontrak selama 10 tahun.

Akan tetapi, ketika terjadi perpanjangan kontrak sekitar bulan Agustus 2017 lalu, tidak ada  pemberitahuan kepada warga lingkungan sekitar di radius 60 meter dengan jumlah 19 KK.

"Seorang ahli waris pemilik pernah memberi kompensasi masing-masing KK sebesar Rp. 500 ribu. Namun warga menolaknya. Warga menuntut kompensasi sebesar Rp.3 juta. Akhirnya kami berusaha menfasilitasi permasalahan tersebut. Namun sampai hari ini belum menuai kesepakatan, karena sang pemilik lahan termasuk pihak penyewa belum bisa kami pertemukan," ujar Joni, ketika dikonfirmasi, Selasa (30/10/2018).

Joni menambahkan, mediasi warga bersama ahli waris pemilik lahan telah berlangsung selama dua kali, namun  hasilnya masih sama.

Joni mengaku, setelah mediasi ke dua yang dilakukan pada tanggal 24 April 2018, Joni sempat dihubungi oleh pemilik lahan melalui pesan singkat yang berisi, besaran kompensasi akan dinaikan menjadi Rp 1 juta per KK.

"Saya sempat di WA (WhatsApp) oleh si pemilik lahan, isinya dia akan menaikan kompensasi menjadi Rp 1 juta per KK. Lalu saya balas, akan saya komunikasikan dulu sama warga yang terdampak. Sejak saat itu ia tidak pernah komunikasi lagi. Selain itu kesulitan menghubungi pihak provider karena terbatasnya informasi tentang provider tersebut," tegas Joni. (Erwin Wicaksono)  

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved